Johnny adalah seorang yang romantis. Semua member mengakuinya, karena memang segala apa yang ia lakukan dipenuhi oleh hal-hal berbau romansa, entah itu romansa klasik atau modern.
Dan seharusnya, Mark lebih tau mengenai itu semua.
Maka seharusnya, ia tidak terkejut saat tanpa peringatan, Johnny tiba-tiba mengaitkan tangannya ke pinggang Mark dan menariknya ke tengah ruang santai dorm untuk berdansa, tanpa alunan musik sama sekali.
Dengan gaya bak bangsawan era tahun enam puluhan, Johnny membungkuk, menarik tangan kanan Mark dan mengecup punggung tangannya lembut. Seraya mengabaikan wajah Mark yang berangsur-angsur berubah menjadi sewarna tomat matang, Johnny memegang tangan kiri Mark dan menyampirkannya ke atas pundaknya. Tangan kanan Johnny sendiri segera bergerak melingkari pinggang Mark dan mendorong tubuh mungil itu mendekat, tangan kirinya masih setia memegang tangan Mark yang baru saja ia kecup.
Perlahan tapi pasti, Johnny mengarahkan tubuh mereka ke kiri dan ke kanan, berayun lembut dan berirama. Johnny menatap lekat sosok manis di hadapannya, sorot penuh kehangatan dan rasa sayang dengan jelas nampak dari dalam matanya. Mark tak mampu untuk menatap Johnny di masa-masa seperti ini; masa-masa di mana Johnny tampak memiliki perasaan yang begitu besar terhadap Mark, dengan senyuman semanis dan sesegar semangka di tengah musim panas serta tatapan sehangat dan selezat (hah?) cokelat panas di tengah musim dingin.
Ah, mungkin, Mark sedang lapar.
"Hyung," Mark terkikik geli seraya menumpukan kepalanya pada dada Johnny, menyembunyikan rona kemerahan yang tak kunjung pudar di kedua pipinya, "Apa yang sedang kita lakukan?"
"Menurutmu apa yang sedang kita lakukan, nona muda—" Sebuah tinjuan yang terasa cukup menyakitkan mendarat mulus di dada Johnny, membuatnya otomatis terkekeh, "Ehem, maksudku, tuan muda?"
Mark tak mampu menahan tawanya, terlebih saat mendengar Johnny terus saja berusaha berbicara dengan gaya penghuni kerajaan Eropa lama. Sejenak mereka berhenti dari dansa yang mereka lakukan; Mark yang sibuk tertawa tidak memperhatikan pandangan yang Johnny berikan kepadanya. Senyum kecil namun penuh emosi yang tersemat di bibirnya, dan tatapan lembut yang terus terarahkan padanya; semuanya luput dari perhatian Mark.
"Manis..." bisik Johnny pelan, genggamannya pada tangan Mark dan pelukannya pada pinggang sang pemuda Kanada mengerat tanpa sadar. Mark mengerjap, bingung.
"Hyung barusan bilang apa?"
"Bukan apa-apa."
꒰🎍꒱
Selang seminggu kemudian, Oh Sehun sunbaenim datang mengunjungi ruang latihan mereka untuk bertemu dengan Johnny—yang kebetulan sedang ada schedule dadakan. Oh Sehun sunbaenim mengangguk-angguk, tampak berpikir sejenak. Dari tempatnya duduk di ujung ruang latihan, Mark menatapnya dengan ekspresi penasaran.
Oh Sehun melirikkan matanya ke arah Mark, dan di tengah kepanikannya—karena ketahuan sedang menatapnya dengan begitu lamat—Mark segera menundukkan kepalanya untuk berpura-pura sedang bermain telepon genggam.
"Mark Lee?"
Suara berat Oh Sehun memacu jantung Mark untuk berdetak semakin cepat. Dengan gugup, Mark mengangkat kepalanya, mendapati sesosok pemuda tinggi besar yang berdiri tepat di hadapannya. Mark terkesiap, dengan susah payah serta gerak yang kacau ia berdiri, hingga kacamatanya miring dan turun sampai tepat di ujung hidungnya.
"Y- ya sunbae?"
Sehun tersenyum, menyodorkan sebuah paper bag ke hadapan Mark. "Bisa titip berikan ini ke Johnny?"
"Johnny hyung? A- ah, mungkin lebih baik kalau sunbae titipkan ke Taeyong hyung saja—"
"Tapi Johnny akan lebih senang kalau kau yang memberikannya."
"—karena Taeyong hyung itu roommate Johnny hyung— eh? Tadi sunbae bilang apa?"
Sehun membalas pertanyaan Mark dengan sebuah senyum—lagi. Ia meraih tangan Mark dan meletakkan paper bag yang masih berada di tangannya ke tangan Mark dengan tenang, sebelum menepuk kepala Mark gemas. "Berikan padanya, dan titip salamku padanya, ya?"
Mark mengangguk dengan ekspresi bingung. Sehun berbalik, meninggalkan ruang latihan tanpa kembali menoleh ke belakang. Mark masih diam.
"Apa maksud Sehun sunbae tadi...?"
꒰🎍꒱
Jam setengah sebelas malam, Johnny baru saja pulang dari schedule mendadaknya. Ia memasuki dorm dengan langkah perlahan, berusaha tidak membangunkan member lain yang tidur. Memasuki ruang santai, helaian rambut di atas pegangan sofa menarik perhatiannya.
"Mark?"
"Eungg, hyung? Baru pulang?"
Mark mendudukkan tubuhnya, matanya mengerjap karena kantuk dan rambutnya berantakan karena tertidur di atas sofa. Johnny menggigit bibirnya, berusaha menahan senyum gemas yang ingin mengembang di bibirnya. Tangannya bergerak mengusap kepala Mark.
"Kenapa belum tidur, hmm? Sudah malam, besok kau masih ada jadwal."
"Oh, Sehun sunbae menitipkan ini."
Mark menyodorkan paper bag berisi beberapa buah barang pinjaman dan sebuah flashdisk. Johnny terkekeh senang, memasukkan flashdisk itu ke dalam kantungnya.
"Sana, lanjutkan tidurmu di kamar, Markie."
Mark mengerucutkan bibirnya, "Sudah tidak bisa tidur, hyung."
Johnny tersenyum—setengah usil, setengah gemas. Tangannya mengusak rambut Mark hingga lebih berantakan, menimbulkan protes dari pemuda Kanada itu.
"Aku tau cara supaya kau bisa tidur lagi, Markie."
Johnny menuntun Mark ke dalam kamarnya. Mark berkedip, kebingungan. Apa yang akan mereka lakukan di sini? Mark tidak mau mengganggu leader hyungnya yang telah terlelap pada waktu yang selarut ini.
"Hyung—"
Alunan musik berirama lembut menyapa indera pendengarannya, dan sepasang tangan yang menggenggam pergelangannya menarik atensinya pada sosok di hadapannya. Johnny menatapnya dengan senyum hangat, kembali menuntun kedua tangannya untuk bertumpu pada pundak Johnny.
"Slow dancing? Ini upayamu agar aku bisa tidur, hyung?" Mark terkekeh. Tangannya dengan nyaman memeluk leher Johnny, membawa tubuh mereka mendekat. Tangan Johnny bergerak, memeluk pinggang Mark lembut.
"Bukan ide yang buruk, bukan? Lumayan, dengan begini kita bisa sekalian berlatih tarian dansa pelan."
Mark melirik ke arah pemutar musik Johnny, mendapati flashdisk pemberian Sehun telah tertancap pada salah satu USB port. Mark tersenyum kecil. "Kau minta lagu pada Sehun sunbae untuk. erdansa denganku, hyung? Ah, manis sekali~"
"Tentu saja. All of the best things for you, baby."
Pipi Mark menghangat, memerah. Ia menggigit bibirnya, berusaha menahan senyum yang sedari tadi hendak mengembang lebar di wajahnya.
"Ulang tahunmu kali ini, kau minta apa, Mark?" Suara Johnny membelah keheningan di antara mereka berdua, disusul oleh sebuah pernyataan menggoda darinya, "Jangan minta bunga lagi padaku, kalau nasibnya akan sama seperti bunga yang kuberikan saat hari graduasimu."
Mark menggembungkan pipinya. Tangan Mark bergerak mencubit perut samping Johnny, dibalas dengan sebuah kekehan dan ekspresi penuh nostalgia. Mark mengaitkan kedua lengannya ke leher Johnny, kemudian menenggelamkan wajahnya ke dada Johnny dan berbisik pelan.
"Say it louder, sweetheart. Jangan menggumam."
"Aku tidak butuh hadiah, selama hyung terus berada di sisiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
wonderwall💐 ─ all x mark lee [mark-centric]
Fanficnonsexual acts of intimacy - a compilation of 20 drabbles starring nct mark lee as the main character wonderwall [won•der•wall] ─ ❝someone who you find yourself thinking about all the time.❞ ─ ❝the person who you are completely infatuated with.❞