Lembar Ketiga

1.6K 163 15
                                    


Dua hari di hajar kerja terus-menerus, shift malam besoknya langsung masuk pagi rasanya seperti tak ada lagi yang bisa dirasa. Untungnya hari ini kebagian libur, jadi setidaknya Gita ada waktu untuk melemaskan otot-otot yang tegang di atas kasur saja. Niatnya sih ingin seharian saja begitu, tapi apa daya ketika seseorang mengetuk pintu sambil berteriak-teriak mengucap salam mau tak mau ia harus mau juga membukakan. Daripada mengganggu ketenangan tetangga sebelah. Bahaya juga.

"Lo beneran benci ya ngeliat gue tenang?"

Kalimat pertama yang ia ucapkan begitu berhadapan muka dengan sang tamu langganan.

"Gue bawa mobil dong. Liat tuh"

Tidak nyambung sama sekali.
Eli, sang tamu kita. Dia malah menunjuk keberadaan mobil yang ia bawa dan diparkir di depan pagar rumah Gita, karena tidak cukup jika dimasukan ke halaman rumah. Jadi ya dibiarkan saja di pinggir jalan.

Gita yang masih bersetelan pakaian tidur dan wajah malas-malasan seperti biasanya, menaikan sebelah alis merasa heran.

"Biasanya pake ojol"

"Kan mau jalan-jalan sama ibu. Lo harus ikut juga tapi"

"Hah? Enggak ah. Berdua aja sana" Gita menolak mentah-mentah.

Namun tentu, Eli tak menerima penolakan. Akan ia paksa sampai setuju, lihat saja.

Ia dorong tubuh Gita yang sejak tadi menghalangi pintu masuk. Lama kalau menunggu si pemilik rumah ini menawarkan padanya, bahkan seingatnya Gita tidak pernah menawarkan untuk masuk setiap kali Eli bertamu. Ia selalu yang berinisiatif.

"Pokoknya harus mau" tegas Eli memutuskan.

"Terserah. Gue mau tidur, masih ngantuk"

Gita berjalan melewatinya kembali menuju ke kamarnya.

"Eli?"

"Eh, ibu" dengan riang Eli membalas sapaan ibu yang keluar dari dapur membawa segelas susu.

Ya, ibu semakin membaik dari hari ke harinya. Bahkan sekarang sudah bisa menyiapkan makanan dan minumannya sendiri.

"Sini sini" ibu melambai padanya, meminta untuk mendekat.

Namun Eli malah melanjutkan langkahnya mengekor Gita yang bersikap seolah hanya ada dia sendiri di rumah ini.

"Eli ke kamar Gita dulu ya Bu" ucapannya tentu membuat Gita berhenti. Apa-apaan Helisma itu.

Ia berbalik badan tiba-tiba, dan untung saja Eli langsung ikut berhenti juga. Kalau tidak, bisa-bisa akan terjadi tubrukan antara mereka berdua.

"Apa sih berhenti ngedadak?" Eli protes dengan wajah kesal.

Tapi Gita lebih kesal lagi. Kenapa manusia seperti Eli harus diciptakan jika hanya untuk mengganggu ketenangannya?

"Ngapain sih ngikutin gue segala?" hampir saja Gita membentak. Tapi untung, karena masih kelelahan sisa kerja kemarin Gita jadi kurang tenaga untuk beremosi.

"Kan udah dibilang. Mau ajak jalan-jalan sama ibu, dan Lo harus ikut"

"Gue bilang enggak ya enggak"

"Ya udah berarti gue yang ikut Lo ke kamar. Sekalian nemenin Lo tidur" melihat alis itu naik turun dan ekspresi menyebalkan Gita menjadi benar-benar tak tahan. Tuhan, ini ujian atau hukuman?

"Argh" Gita menggeram kesal. Mengacak-acak rambutnya sendiri, ia frustasi.

"Ayo gue temenin" baru saja Eli hendak meraih sebelah lengan Gita untuk ia gandeng. Sang pemilik sudah lebih cepat menepis.

LULUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang