1 - Pindah

25 2 0
                                    

"Maaa, kita sampai?"  Suara anakku, Amy terdengar dari kursi belakang. Sepertinya dia baru bangun. Aku melihat ke belakang kemudian tersenyum, "kita sampai. Bangunkan saudaramu" aku segera turun dari mobil untuk melihat gedung tinggi yang ada di hadapanku. Apartemen yang akan ku tempati untuk mungkin waktu yang lama. Aku cukup senang karena mendapatkannya dengan harga yang murah. Sekarang saatnya masuk.

Aku kembali melihat ke dalam mobil, Gabriel sudah bangun dan sekarang sedang mengangkat kotak-kotak yang ada di dalam mobil. "Apa sudah cukup jauh dari si brengsek?" Aku langsung menepuk pelan pundak Gabriel, "Gabe! Omonganmu!" Dia tidak mengindahkanku, pergi membantu saudarinya untuk mengangkat kotak.

Sayangnya dia mirip dengan ayahnya.

"Ah, Nyonya Odinson!" Pria tua dengan janggut putih menghampiri kami. Tubuhnya yang jauh lebih pendek dariku membuatku harus sedikit membungkuk untuk melihatnya, "sekarang aku Ashley Hilton, tuan..?"

Pria tua itu tersenyum, "maafkan aku, Nona Hilton. Aku Carlos. Perjalanan kalian cukup jauh. Ayo, ku tunjukkan ke apartemen kalian"

Kami mengangkat beberapa kotak dan mengikuti Carlos menuju apartemen baru. Aku melihat Amy sangat bersemangat sedangkan Gabriel tidak berekspresi. Dia seperti itu sejak.. sejak Ayahnya meninggalkan kami.

Aku melempar senyum lebar kepada Gabriel, tapi dia menjulurkan lidahnya kepadaku. Aku berharap suatu saat nanti dia akan menyukaiku seperti dulu.

"Ini, apartemen baru kalian. Aku tahu tidak terlalu mewah tapi aku yakin kalian akan nyaman tinggal disini. Lagipula, ini Los Angeles!"

Los Angeles. Tujuan terakhir dalam hidupku jika harus melarikan diri. Sekarang adalah hal yang paling bagus untuk mewujudkannya.

"Silakan masuk" Carlos membukakan pintu dan aku mendorong kedua anakku untuk masuk. "C-carlos, tentang uangnya--"

Carlos menggeleng, "bayar setelah kau nyaman disini, Nona Hilton. Aku akan selalu ada di lantai bawah" kemudian dia pergi sambil tersenyum kepadaku. Aku mengangguk, meneriakkan terima kasih kemudian masuk ke dalam rumah.

Apartemen ini cukup luas walaupun masih sangat kosong. Saat masuk aku melihat space yang cukup luas. Aku berpikir untuk menjadikannya ruang tengah sekaligus ruang tamu. Di depannya juga ada balkon besar yang menunjukkan view bagus. Di sebelah kanan ada dua kamar tidur yang sudah dimasuki Amy dan Gabe. Setidaknya mereka bisa memilih kamar masing-masing. Di seberang kamar mereka berdua, aku melihat satu pintu berwarna coklat tua. Aku membukanya dan senyumku langsung mengembang, satu kamar tidur besar hanya untukku.

"Baiklah, Amy! Gabe! Bantu mama mengangkat barang-barang kita yang ada di mobil!"

Amy langsung keluar dari kamarnya walaupun aku masih melihat muka lelah di raut wajahnya. "Maafkan mama. Setelah ini kita akan istirahat, oke?"

"Tidak ada tempat tidur, ma" aku dengar suara Gabe yang mengikuti kami dari belakang. Aku mengumbar senyum paksa, "kita bisa tidur di sofa untuk hari ini. Besok mama akan ke toko perabotan dan membelikan kalian tempat tidur. Bagaimana?"

Gabe hanya menghela napas kemudian mendahuluiku untuk menekan tombol lift. Dia sangat membenciku. Sangat.

Kami turun kembali ke lantai satu dan bergegas kembali ke mobil. Aku mengangkat beberapa kotak sekaligus. Carlos menawarkan pertolongannya tapi aku menolak. Aku harus membiasakan diri untuk hal-hal seperti ini. Sampai aku harus menabrak orang yang sedang menunggu lift di depanku.

"Woah, woah, woah" orang tersebut tanpa ku minta mengangkat kotak yang sudah melebihi tinggi badanku. Dia mengambil sekitar 2 kotak dariku dan 2 kotak lagi dari Amy.

Aku melihat wajahnya. Wajahnya yang tajam dengan dua bola mata berwarna hijau. Oh, rambutnya yang ikal berwarna coklat menarik perhatianku. Terutama dengan seni yang ada di tubuhnya.

Pintu lift terbuka dan kami semua masuk. "Ah, terima kasih. Maaf, aku merepotkanmu"

Dia tersenyum, "orang baru?" Aku mengangguk mendengar pertanyaan darinya. Dia kemudian melengah kepada dua orang anakku yang menatap dia dengan polos.

"Hai. Siapa nama kalian?" Dia bertanya, tapi tatapan anak-anakku beralih langsung kepadaku. Aku tertawa sebentar lalu mengangguk kepada mereka.

"Haaii," Amy yang pertama membalas sapaannya saat pintu lift terbuka "aku Amilia Hilton. 8 tahun!"

Dia tersenyum, "wow! 8 tahun! Dan kau, young man?" Dia mengalihkan pandangan kepada Gabe. Aku menelan ludah sambil mencari kunci yang tadi ku letakkan ke dalam dompet.

"Gabe. 10 tahun"

Pria ikal tersebut mengeluarkan senyum miring, "well, kau tidak terlalu bersahabat. Kalian saudara?"

Amy mengangguk dengan semangat, "benar! Paman sangat pintar!"

Aku membuka pintu dan mempersilakan Amy dan Gabe masuk. Dia memintaku masuk duluan, jadi aku mengangkat kotak yang tersisa lalu masuk duluan. Dia mengikutiku kemudian, menaruh kotak yang ada di tangannya di depan pintu lalu melihat sekeliling, "baru saja pindah dan sampai. Great"

Dia menepukkan tangannya, membersihkan debu yang menempel disana. Oh, aku merasa sangat kasihan. "Aku rasa aku tidak dapat namamu"

"Adik-adikmu sangat lucu. Kurasa Gabe bisa sedikit diajari? Aku Harry. Harry Styles"

Harry Styles.

Tunggu! Adik?!

"Adik?!" Aku menaikkan nada suaraku mendengar ucapannya. Dia mengangguk, menunjuk ke arah dua orang anakku yang sedang menyusun barang-barang mereka. "Mereka bukan adikku, Harry"

Harry tertawa, "oh, yang benar saja. Lalu siapa? Sanderamu?" Aku tak percaya dia orang pertama yang tidak menyadari dua anak itu adalah anakku. Maksudku, semua orang langsung mengetahuinya saat pertama bertemu denganku.

"Mereka anakku, Harry. Aku Ashley Hilton. Senang berkenalan denganmu" aku menjawab dengan ketus lalu berbalik mengangkat kotak-kotak tersebut menuju dapur.

Harry mengikutiku, "wow, Ashley. Aku tidak tahu. Benar-benar tidak tahu. Dimana ayahnya? Bekerja?"

TUK!

"aow!"

Aku dengan cepat melihat arah lemparan barang yang baru saja mengenai lengan Harry. Gabe. Dia baru saja melempar Harry dengan figura foto pemberian ayahnya.

"Jangan tanya dimana si brengsek itu"

Aku meraih figura tersebut lebih cepat daripada Harry, "Gabe, ini dari ayahmu!" Aku menunjuk figura tersebut. "Dia memberiku ini agar aku termakan senyuman palsunya! Pembohong!"

"Gabriel!" Aku menahan tangannya sebelum dia sempat berlari, "minta maaf kepada Harry. Sekarang!"

Gabe terus meronta di tanganku. Dia mendorongku terus sampai tangan Harry melepaskan tanganku. "Hei, ini salahku"

Amy berlari menuju Gabe. Dia memeluknya langsung. "Mama yang bilang agar tidak dekat-dekat dengan orang penuh coretan di tubuh! Kenapa mama membiarkan dia menolong mama?! Pembohong!"

"Penuh coretan..?" Harry melihat tangannya, tato. Itu maksud Gabe. Aku menutup mulutku, tidak tahu harus berkata apa. Aku menyakiti perasaan Harry. Di hari pertama kami pindah.

Harry tersenyum, kali ini sedikit dia paksakan. Dia mengusap lehernya, "aku harus kembali. Anyway, selamat datang di Los Angeles. Ash, kalau butuh apapun aku tepat di sebelahmu. Sampai jumpa, pal!" Dia melambaikan tangan kemudian keluar dari apartemenku.

Hal pertama yang ku lakukan setelah mendengar pintu depan tertutup adalah mendekati Gabe, "jangan katakan itu, Gabe! Bukannya mama sudah mengajarimu? Mengajari kalian! Jangan menghina orang lain!"

"Ma! Dia mirip dengan si brengsek itu! Penuh coretan!" Gabe kembali bersuara. Sementara Amy menahan tangisnya dengan sekuat tenaga. Aku menghela napas lalu menarik si kembar dalam pelukanku.

"Dia tidak akan menyakiti kalian. Mama janji"

My Neighbor, Harry Style (H.S)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang