Gadis berseragam santri

10 2 0
                                    

Malam mulai larut dengan langitnya yang hitam mencekam tanpa sorotan Sang Ratih yang memang sedang bersembunyi di balik awan pekat yang menurunkan setetes demi setetes atau lebih tepatnya mengguyurkan air sucinya.

Suara jangkrik dan katak beradu satu mengalunkan melodi syukur dengan bahasa masing-masing berkolaborasi mengisi sunyinya malam

Aku berlindung dibawah pohon yang mungkin telah ratusan tahun usianya mengakar kuat berdiri kokoh memayungi sebagian halaman Madrasah Diniyah Himmatul 'Ulya ini.

Hujan malam ini membuatku berpikir seribu kali untuk segera pulang dan akhirnya memaksaku untuk tetap berdiri di tempat yang gelap nan amat dingin ini.

Jam menunjukkan pukul 21.20 WIB.Entah telah dan harus berapa lama lagi aku harus terjebak diantara tangisan langit yang tak kunjung mereda.

Jika bukan karena kitabku yg tentunya akan rusak terkena hujan , pastinya aku tlah mengorbankan pakaianku menerobos sederas apapun hujan itu.

Zaki , begitu pak yai dan bu nyai yang juga merupakan pak lek dan bu lek ku memanggilku.Baru beberapa hari lalu aku menjadi bagian dari keluarga ndalem Himmatul 'Ulya.

Abah dan Ummah mengirimku kesini untuk menjadikan diriku seorang hafidz yang akan membawakan mahkota cahaya untuk orang tuanya kelak di hari dimana tak ada pertolongan melainkan dari Allah ta'ala

Dengan senang hati aku menyetujuinya.Pun aku ingin menyembunyikan statusku sebagai 'Gus' putra pemilik pondok pesantren Nurul Huda yang konon tersohor di kalangan para santri

Huft.Kondisi ini sungguh membosankan.Ku itarkan pandanganku menelusuri & menghafal setiap bagian sekeliling Himmatul 'Ulya.

Hingga tak sengaja mataku menangkap sosok perempuan berseragam santri tengah berdiri di sebrang kiriku , mendekap kitab dengan jemari mungilnya dan nampak sebuah sepeda tua yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri

Tapi siapakah dia? Dan rabunkah mataku ini hingga tak melihat dirinya yang mungkin telah lama juga berdiri di sebrang sana dengan kondisi yang tak jauh berbeda dariku.

Aku tak mengenalnya pun juga tak pernah melihatnya.Sebenarnya pun aku berniat untuk tak menghiraukannya.

Tapi aku tak setega itu.Bahkan jika diminta memilih , aku lebih rela diriku terluka hebat tanpa ada penawarnya daripada harus melihat seorang wanita tersiksa mengukir senyum hanya untuk membendung air mata.Akhirnya aku putuskan untuk angkat bicara.

"Mbak, iya sampeyan.Santri sinikah? Dan telah lamakah berada di sana?

"I..inggeh saya santri sini dan telah lama berdiri di sini"

"Apa yang sampeyan lakukan disana? bukankah ini telah melampaui jam pulang?"

"Sa...saya takut kitab saya basah gus"

"Zaki , panggil saja Kang Zaki"

Kulihat ia mengangguk bersamaan dengan ukiran senyumnya yang tergambar jelas meski hujan dengan embunnya berhasil mengaburkan mata sehatku.Sebelum semuanya kembali hening seperti semula.

Aku memutar otak , berpikir apa yang harus kulakukan.Membiarkannya saja? Tidak Zaki, dimana hati nuranimu.

Sedetik kemudian aku menemukan ide yang entah itu cemerlang atau malah sebaliknya.Apapun itu aku tak peduli, yang terpenting aku tak lagi harus menahan kasihan melihatnya dengan kondisi seperti ini.

Segera ku lepas bajo koko putih yang baru saja aku setrika tadi sore.

"Mbak , pakai saja baju saya ini untuk membungkus kitab sampeyan"

"Tidak usah kang terima kasih"

"Sudahlah cepat lakukan, aku masih punya kaos ini, atau kau lebih memilih terjebak sepanjang malam disini bersamaku"

Ia terlihat berfikir lalu menyetujuinya.Ku lempar bajuku ke sebrang sana hingga tertangkap oleh jemari lentiknya.

Sambil berlalu samar samar ia mengucap,"Terima kasih kang".Dengan senyum yang kembali merekah dan menambah indah paras ayunya.

Ia gadis yang cantik pun lembut sama seperti yang tergambar oleh wajahnya.

Hatiku berdesir kala senyum teduh itu menyeruak masuk dalam relung hati yang terkunci.Seakan mempertegas bahwa dirinyalah Sang pemegang kunci itu

Gemuruh petir membangunkanku dari lamunan ini.Astaghfirullah, apa yang sedang kau pikirkan Zaki?Lebih baik sekarang kau pikir bagaimana caramu pulang atau kau mau terjebak sendirian semalaman disini.

Rasa dalam Untai Do'aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang