Ting tong.. Aku menekan bel unit Raka atau Zio atau siapalah itu artis gak jelas. Kalau ditanya masih kesal atau tidak? Ya tentu saja masih kesal, lihat wajahnya saja malas. Lalu ngapain aku disini?
KTP. Iya gara-gara KTP temannya si artis gak jelas itu. Hari minggu pagi biasanya aku akan lari pagi, ketika aku mau mengambil uang di dalam dompet untuk beli minuman nanti tiba-tiba munculah KTP ini. Kenapa sih aku tidak kembalikan langsung saat Raka kemaren sadar? Pasti gara-gara dia cerewet aku jadi lupa.
Tadinya aku berniat langsung ke unitnya, setelah kupikir-pikir mana mungkin dia sudah bangun subuh-subuh seperti ini. Jadi disinilah aku sekarang, dengan rambut lepek habis lari dan menunggu pintu yang tak kunjung dibuka oleh pemiliknya.
Ini sudah jam 8, sepertinya waktu yang cukup wajar untuk menekan bel unit seseorang. Karena Raka tak kunjung keluar, akupun menekan bel berkali-kali sampai terdengar suara buka kunci.
"Ada apa?"
Gantengnya. Andai tidak menyebalkan aku mau satu yang seperti ini.
"Hai, sorry ganggu. Aku mau balikin KTP temen kamu, ini yang kemarin buat jaminan." Aku berusaha untuk menampilkan wajah datar sementara objek di depanku ini hanya terdiam. Sepertinya ia belum bangun sepenuhnya.
"Ini pegang KTPnya. Bye", aku meninggalkannya yang masih terdiam di depan pintu. Apasih ganteng-ganteng lemot.
"Tunggu!" akhirnya Raka bersuara juga, aku langsung menoleh dengan raut wajah bertanya kenapa dia memanggilku.
"Emm, mau mampir sarapan?"
Gak salah? Setelah kemaren marah-marah gak jelas, sekarang ngajak sarapan. Tapi apa boleh buat rejeki tidak boleh ditolak dan seperti yang dia katakan aku gak berpikir panjang. Jadi, tentu saja aku menerima ajakannya.
"Oke."
Setelah menutup pintu unitnya Raka langsung berjalan ke arah kamarnya, " Tunggu ya, saya cuci muka dulu."
" Yaudah, atau mau aku aja yang siapin sarapannya?"
Dia terlihat ragu, kenapa sih takut diracun ya? Tapi akhirnya Raka mengangguk, " Boleh, bahannya kamu bisa ambil di kulkas. Terserah mau buat apa, saya ikut saja."
Yaiyalah ikut, udah bagus dimasakin bocah. Aku melihat isi kulkasnya yang, yah bisa dibilang cukup berisi. Sepertinya aku akan memasak omelette saja yang dicampur dengan potongan sosis dan bakso sapi serta taburan daun bawang.
Setelah makanan ini jadi, tinggal menyiapkan minumnya. Air putih sajalah, sudah menumpang makan jadi aku harus tau diri lagipula aku tidak tahu Raka suka minum apa pagi-pagi seperti ini.
Saat aku menuang air putih ke gelas, pintu kamar Raka terbuka. Dan tampaklah sesosok entah dewa atau malaikat tapi kok mirip Raka. Dengan rambut yang masih basah, dia tampak menggosokan handuk ke kepalanya. Aku tidak keberatan sih kalau Raka meminta bantuanku untuk mengeringkannya. Dan satu informasi Raka pakai baju kok, tapi tetap saja dia sangat menggoda.
"Masak apa?"
Shit, tolong aku menyerah. Ini benar-benar cobaan berat, aku merasa seperti pasangan baru yang dengan normalnya menyiapkan makanan untuk dimakan berduaan dengan suami yang baru saja selesai mandi.
"Ini, hmm liat aja sendiri. Aku gak bisa masak yang susah-susah, jadi ini aja ya?" Raka tidak berkomentar dan langsung duduk berhadapan denganku yang masih berdiri menuang air. Aku meletakan gelas di dekat Raka, "Air aja ya, aku gak tau kamu kalo pagi minum apa. Lagian masih pagi gini lebih bagus minum air."
"Terima kasih." Raka tampak lahap memakan sarapannya, tapi sepertinya dia tidak ada niat untuk berkomentar tentang masakanku. Akupun mulai makan bagianku, dan ternyata cukup enak kok. Raka saja yang terlalu datar sehingga tidak bisa sedikit memuji orang.
"Kamu.."
"Kamu.."
Kami berbicara bersamaan, tapi aku mendahuluinya untuk menghilangkan kecanggungan ini.
"Aku duluan aja yang ngomong, aku mau tanya kamu hari ini gak kerja?"
"Kerja, nanti sore berangkat. Kenapa?"
"Gak kenapa-napa cuma tanya aja, soalnya kamu kan jarang disini. Kalo kamu tadi mau ngomong apa?"
"Apa ya? Sudah lupa."
"Hah? Serius dong, jangan bikin penasaran."
"Pertanyaan gak penting dan mungkin kamu bisa anggap saya aneh."
"Serius deh apaan?" Raka mengerutkan kening dan menghembukan napas, sepertinya dia menyesali apa yang ada dipikirannya.
Hingga dia tiba-tiba berkata dengan tatapan polosnya, "Kamu mau jadi.. teman saya?"
YOU ARE READING
Lifted - #1 Dreamcatcher Series
General Fiction"Itu cowok lo, Nan? " "Maunya gue sih gitu, tapi dia mana mau. Cuma di mimpi kali gue bisa dapetin dia." Arkinanti Swastika, seorang pegawai swasta biasa yang kebetulan mempunyai tetangga unit seorang artis. Awalnya Kinan merasa mustahil bahkan untu...