Malam itu, Syakilla sedang bersandar manja di pangkuan Umi. Izar mendekat, kemudian menempelkan wajahnya di pundak uminya.
"Mas Izar kenapa?" tanya Umi sambil mengusap kepala putranya.
"Mi, Abi kok suka berangkat bareng bu Anes sih?" tanya Izar kini sambil memijat pundak Uminya.
"Masyaallah enak banget mas," kata Umi memuji.
"Kata dosen Izar nggak baik lo Mi, laki-laki dan wanita dewasa dalam satu waktu hanya berduaan saja" kata Izar pada Umi.
"Ah, jangan ngaco kamu mas. Insyaallah Abi nggak akan macem-macem. Mas tau kan Abi sayang banget sama Umi dan kalian," Umi membela suaminya.
"Umi" kata Syafira berlari dari pintu depan sambil menangis.
"Anak Umi kenapa dateng-dateng kok menangis begini nak? Ada apa sayang?" Umi mengusap air mata di pipi putrinya.
"Dek Killa sama mas Izar dulu ya sebentar," kata umi mngangkat kepala putri bungsunya dari pangkuan.
"Syafira kenapa nak? Cerita sama Umi sayang," Umi terus menciumi pipi putrinya.
Izar menunggu hingga Fira bercerita pada umi sedang Killa sudah berlari ke kamar usai mengambil ponsel Izar.
"Abi jahat mi," ucapnya sambil berurai air mata.
"Abi? Abi kenapa nak?" tanya Umi bingung.
"Kemaren Fira minta jam tangan kata Abi besok aja kalo udah rusak, mubadzir katanya. Tapi tadi Abi beliin hp untuk Bella. Emangnya Bella siapa dibeliin hp sama Abi,"
"Tu kan Mi, Izar bilang juga apa. Nggak wajar juga kalo tiap pagi Abi selalu berangkat bareng sama bu Anes. Izar malu Mi sama temen-temen yang lihat Abi satu mobil dengan wanita tapi bukan Umi setiap hari."
"Fira tau darimana kalo hpnya Bella yang beliin Abi?" kata Umi masih menenangkan putrinya.
"Bella sendiri kok yang bilang di kelas tadi."
Umi hanya diam sambil memeluk Fira dan Izar. Sudah lama Umi menahan perasaan itu, ia hanya mencoba ber-husnuzan pada suaminya.
"Umi heran gak sih? sejak ada bu Anes, Abi selalu pulang setelah magrib. Padahal dulu selalu pulang sebelum magrib" kata Izar membuat hati Umi bergetar.
"Betul juga kata Izar," batin Umi kini sambil berkaca-kaca.
"Semoga semua baik-baik saja ya nak, selalu berdoa untuk Abi dan Umi," kata Umi pelan.
Percakapan itu selalu disemogakan Umi dan ketiga anaknya di setiap waktu, namun ternyata hal buruk itu bukan hanya dugaan anak-anaknya namun benar-benar terjadi.
Bagai tersambar petir di siang bolong, suatu hari Umi menemukan percakapan Abi dan bu Anes lewat pesan singkat di ponsel Abi. Saat Umi mengklarifikasi justru pertengkaran yang terjadi. Ini bukan kali pertama Abi membentak Umi, padahal sebelumnya Abi hampir tak pernah berkata keras apalagi kasar pada Umi dan anak-anaknya.
Puncaknya saat Abi benar-benar membawa wanita itu pulang kerumah dan meminta Umi untuk menyetujui hubungan Abi dengan tetangganya itu. Umi hanya punya dua pilihan. Tetap bertahan dan menyetujui pernikahan kedua sang suami atau meninggalkan rumah itu jika ia tidak menerima keputusan Abi.
Ya Allah Ya Robbi, apa salah Umi? Apa salah kami? Mengapa Abi tega melakukan itu? Wanita itu memang lebih cantik tapi Umi jauh lebih istimewa dari siapapun. Masih dengan linangan air mata, kami berjalan keluar meninggalkan rumah yang sejak kecil kami juluki 'Baiti Jannah' sebab memang kutemukan surga dirumahku. Kutemukan kebahagiaan bersama Umi dan Abi. Tapi sekarang, tempat itu bukan lagi menjadi surga bagi kami.
Malam semakin larut, bersama Umi dan kedua adek perempuannya, Izar berjalan tanpa arah. Ia tak tau lagi harus kemana. Tak ada sanak saudara dari Umi sebab Umi memang seorang yatim piatu sejak menikah dengan Abi. Untuk pulang ke rumah saudara Abi? Rasanya tidak mungkin. Apa yang akan Umi katakan pada mereka. Meski hatinya hancur namun Umi tak sampai hati menceritakan apa yang sedang terjadi pada keluarganya.
"Mas, kita mau tinggal dimana?" Tanya Killa sambil menggenggam erat tangan Izar.
"Syakilla tenang ya, sekarang duduk disini dulu," jawab Izar setelah membawa Umi dan adek-adeknya ke sebuah mushola.
Izar membuka ponselnya, memencet aplikasi M-banking untuk melihat saldo di tabungannya. Syukurlah masih cukup untuk menyewa kamar kos di sekitar kampusnya. Ia mendengar dari beberapa teman kuliahnya berapa biaya kost yang seukuran kamar tidur di rumahnya.
"Malam ini kita istirahat disini dulu ya dek, besok mas carikan tempat tinggal untuk kita,"
"Tapi Mas dapat uang darimana? Bukannya Abi sudah minta semua kartu atm Umi dan Mas tadi?" katanya sambil terisak.
"Umi tenang aja ya, Izar punya tabungan sendiri selain tabungan yang diberikan Abi pada Izar, meskipun nggak banyak Mi. Izar setiap bulan sengaja sisihkan sedikit uang yang diberikan Abi dan Izar tabung di rekening yang Izar bikin sendiri," jelasnya pada Umi dan kedua adeknya di serambi mushola malam ini.
Ia terdiam, dalam dekapan wanita yang tak berhenti menangis karena kenyataan pahit yang dihadapinya.
"Umi ... Izar janji akan berjuang untuk membuat Umi, Syafira dan Syakilla kembali tersenyum dengan cara Izar sendiri" batinnya sambil menatap dua gadis kecil yang belum seharusnya merasakan kepedihan ini.
