Part 3

18 5 10
                                    

Menanti Pagi-Arash Buana

"Kamu tau, kalau pagi itu indahnya liat senyum kamu."

Pagi sudah menampakkan wujudnya. Sinar matahari masuk ke dalam celah jendela, menyilaukan mata yang terpaksa harus terbuka.

Tubuh kecil merenggang, Menutup mulut yang menguap, Sekali lagi dia melirik jam dinding. Menuruni kasur empuknya dan berjalan menuju balkon di balik kain penutup jendela.

Srlikkk...

Gadis kecil berambut pendek sebahu, menghirup dalam-dalam udara segar pagi.

Menjelajahi mata pada pemandangan yang indah, mendengar suara kicauan binatang kecil yang terbang bebas.

"Sudah bangun rupanya," suara Bi Maya membuyarkan lamunan Nata.

"Barusan koo.."

Bi Maya membawakan sarapan, tapi pandangan Nata langsung lesu. Sarapan bagi Nata adalah sarapan terburuk yang pernah ada.

Tak bisakah dia sarapan dengan normal, tak bisakah dia memakan sesuatu yang manis, bukan sesuatu yang membuat mual dan pahit.

Nata mengusap air matanya. "Apa aku harus terus menerus makan itu bi? Hiks.. aku ingin makan yang normal," pintanya yang langsung di peluk oleh Bi Maya.

"Non bisa berbagi sama Bi Maya.. biar bibi juga merasakan apa yang non rasakan." Isakan tangis Nata semakin keras mendengar ucapan dari mulut wanita itu.

"Enggak bi.. enggak usah,"larangnya yang langsung ditolak oleh Bi Maya.

Wanita itu langsung melepas pelukan Nata, mengambil makanan yang---mungkin itu bukan makanan, melai kan obat tradisional untuk penyakitnya.

"Non.. Bibi harus merasakan apa yang non rasakan.. bibi gak apa-apa," Bi Maya mengambil gumpalan yang dipiring,  Memasukkan sedikit demi sedikit ke mulutnya.

"Bi," lirih Nata.

Bi Maya sama sama meneteskan air matanya, masih sigap melahap makanan yang membuat perutnya pun ingin memuntahkan kembali, tapi demi anak majikannya yang ia sayang, dia merasa tak apa-apa.

Tidak tega dengan Bi Maya, Anata langsung menghampiri dan ikut memakan makanan yang begitu pahit sekali, ia merasakan sangat ingin muntah tapi lagi dan lagi. Ia harus tahan demi kesembuhan penyakitnya.

"Bi, udah, biar Nata yang abisin yak hikss.. kasian Bi Maya." Elusan pada pucuk tangan wanita itu, membuat tangisan Bi Maya semakin menjadi.

Pelukan hangat menyelimuti tubuh kecil Nata yang rapuh. "Bibi sudah menganggap non sebagai anak bibi , Hiks.. jadi non jangan pernah merasa terbebani. Bibi ikhlas melakukan ini." Nata yang mendengarnya menangis dengan kencang dan memeluk erat Bi Maya.

"Menangislah bila perlu, tapi nanti non harus tersenyum dan jangan rapuh seperti daun kering." Anata melepas pelukan dan mengusap air matanya.

Ia langsung melahap semua makanan yang begitu membuat perutnya mual, ini demi kesehatannya, Nata akan terus berjuang dan semangat karena semua orang sayang kepadanya.

----

Sementara laki-laki yang sudah berkaca bak pangeran sedang menata rambut agar terlihat keren.

90 HARI BERSAMAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang