Tips Meramu Fakta dalam Fiksi

36 0 0
                                    


Di antara tema yang selalu menarik perhatian juri sayembara novel DKJ, adalah yang bermuatan lokalitas. Novel Puya ke Puya karya Faisal Oddang ini adalah novel pemenang keempat sayembara novel DKJ tahun 2014/ 2015. Berlatar budaya Toraja yang ada di daerah Sulawesi Selatan. Mengangkat tema tentang ritual Rambu Solo sebagai ritual mengantarkan arwah bangsawan Toraja ke surga tersebut merupakan kepercayaan masyarakat yang ada sampai saat ini. Novel ini mengangkat tokoh utama bernama Allu Ralla yang mempertanyakan sesuatu hal yang paling dasar. Mengapa adat harus mengekang bagi yang tidak mampu? Apa pengaruh adat terhadap manusia? Contoh dalam sebuah dialog antara Allu dan ambenya:

"... Bukankah adat tidak boleh kaku? Batu saja bisa dipahat, masa iya adat harus terus menjadi bongkahan batu, Ambe?" ujar Allu.

Kekayaan yang dimiliki novel ini adalah teknik cara berpindahnya sudut pandang. Setiap tokoh dalam novel ini, baik Rante Ralla sebagai mayat, Allu Ralla dan Tina Ralla istri kepala adat, atau Maria Ralla, adik Allu yang meninggal saat bayi. Maria Ralla sebagai arwah bayi yang dikubur di dalam tubuh pohon Tarra; dapat memiliki karakter sebuah sudut pandang yang khas antartokoh. Bahkan, Maria juga jatuh cinta dengan sesama arwah bayi bernama Bumi.

Kisah dalam novel ini berawal dari kematian Rante Ralla, seorang pemimpin adat di Desa Kete'. Kematian tersebut bisa dibilang membawa banyak persoalan bagi keluarga yang ditinggalkan, khususnya Allu Ralla yang merupakan keturunannya.

Di dalam perspektif yang menginginkan adanya moralitas, Allu Ralla melakukan penghianatan. Ritual Rambu Solo yang suci menjadi ternodai dengan berhianatnya Allu kepada para leluhur. Di dalam perspektif yang lain tokoh Allu telah melakukan kebenaran. Pemberontakannya terhadap adat yang mengekang sekurang-kurangnya memberikan perenungan filosofis bahwa rambu solo dilakukan hanya karena ingin dipuja masyarakat.

Dikisahkan, Allu Ralla adalah seorang mahasiswa jurusan Sastra di sebuah kampus yang ada di Makassar. Ayahnya bernama Rante Ralla merupakan kepala adat di Toraja. Rante Ralla meninggal dunia. Rante Ralla tidak sempat mengumpulkan banyak harta sebelum kematiannya tiba. Allu selaku ahli waris yang sah ayahnya didesak pulang dari Makassar untuk melakukan rambu solo. Allu tidak mau tunduk pada adat. Mayat ayahnya akan dikuburkan di Makassar. (hal. 10).

Kematian Rante Ralla, sang ketua adat Kampung Kete' di tanah Toraja, memerlukan biaya sangat besar untuk upacara mengantarkan mayat (rambu solo) ke alam tempat menemui Tuhan (puya). Ketua adat harus diupacarakan besar-besaran, dipotongkan puluhan kerbau dan ratusan ekor babi demi derajat. (hal. 12).

Konflik bermula saat Allu Ralla, putra satu-satunya menolak mengadakan upacara, dan menyarankan agar ayahnya dimakamkan di Makassar. Allu Ralla hanya memiliki tabungan untuk membiayai pemakaman sederhana. Tidak cukup untuk mengupacarakan bangsawan sekelas ayahnya (hal. 17). Bagi Allu, kebudayaan adalah produk manusia, dan relevansi dengan zaman sangatlah penting. Jika sudah tak relevan, tidak perlu dipertahankan (hal. 21). Rencana itu ditentang keluarga besar sehingga mayat Rante Ralla tak kunjung diupacarakan.

Selain tidak ada uang untuk melakukan Rambu Solo, adat yang hanya membebani manusia menurut Allu. Adat seharusnya tidak mengekang dan menyesuaikan keadaan. Dengan keputusan yang diambil Allu, para kerabatnya tidak setuju; ibu dan paman Marthen tidak sepakat. Alasannya, tak ada ceritanya bangsawan pelit. Rante Ralla adalah kepala adat. Keputusan yang dipilih Allu hanya akan membuat wajah kerabatnya tercoreng. (hal. 33).

Konflik lain muncul dengan masuknya perusahaan tambang di Tanah Toraja. Pengusaha hendak membeli tanah warisan milik Rante Ralla karena dianggap menghalangi akses menuju lokasi tambang (hal. 40). Pihak perusahaan bahkan telah membujuk Rante Ralla sejak dia masih hidup namun bersikukuh tak akan menjualnya.

Sepeninggal Rante Ralla, pihak perusahaan berusaha membujuk keluarganya. Salah satu anggota keluarga, yaitu Paman Marthen menyetujuinya dengan alasan uang penjualan akan digunakan untuk membiayai upacara rambu solo. Namun Allu Ralla menolaknya dengan tegas. (hal. 49).

Mari Latihan Menulis (untuk Pemula)Where stories live. Discover now