Aruna tidak akan berdiri disini, jika bukan atas dasar sebuah tantangan.
Sungguh cewek itu tidak pernah berdiri diatas panggung, dan menjadi pusat perhatian semua orang yang ada disana.
Berasa mau mati berdiri, nih! Batin Aruna meringis.
Rasanya dia akan benar-benar menjadi seorang penutup diri yang tidak mau lagi mengenal dunia.
Permainan truth or dare... membuatnya harus senekat ini.
Salahkan dia juga karena tadi memilih dare ketimbang truth.
Jadi, inilah resiko yang harus dia hadapi. Walau rasa takut menyerangnya bertubi-tubi.
"Jadi...?"
Aruna menoleh. Lelaki didepannya, adalah kakak kelas yang menjadi sasaran.
Namanya Aksara Svarga. Cowok jurusan Multi Media yang 'katanya' populer sejak awal memasuki jenjang pendidikan SMK.
Tapi menurut Aruna, lelaki didepannya ini biasa-biasa saja. Tidak begitu ganteng. Hanya saja... putih.
"Dek...?" panggil Aksara, membuat lamunan Aruna terhenti.
Aruna mengulurkan tangannya, dengan memegang setangkai bunga.
Cewek itu tak tahu dari mana pemimpin gugusnya menemukan bunga sejelek ini. Tapi bodo amat, lah!
"Mulai hari ini... kita pacaran!" ucap Aruna dengan sekali tarikan napas.
Aksara, dengan semua orang yang melihat mereka, tampak terkejut.
Seketika riuh dari banyak penonton mengumandangkan soundtrack 'ciee-ciee' yang menurut Aruna, bisa merusak pendengaran.
Ada juga yang berteriak padanya untuk meminta pajak jadian.
Ayolah! Ini hanya tantangan dan tidak sungguhan.
"Maaf, Dek. Tap–"
"Maaf juga, Mas. Saya tidak menerima penolakan." Ucap Aruna cepat. Dia tahu, kakak kelas didepannya berniat untuk menolak. Dan itu tidak boleh terjadi hingga batas waktu yang ditentukan.
"Tapi, Dek..." Aksara meringis. Haruskah dia punya adik kelas senekat Aruna ini? Dia tak tahu apa yang terjadi. Tapi hal ini, benar-benar membuatnya malu.
"Mas, anda tahu kenapa saya tidak bertanya? Atau memberi anda penawaran?" tanya Aruna, menatap lekat sosok Aksara dengan satu alis terangkat.
Aksara menggeleng. Sama halnya dengan Aruna, lelaki itu menatap lekat wajah pucat Aruna.
Tidak cantik. Tapi juga tidak jelek. Yaaa... sekiranya sudah pantas menjadi seorang perempuan.
"Itu karena saya..." Aruna berjalan mendekat. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu mengangkat tinggi-tinggi. "Tidak menerima penolakan." Diakhir kalimat Aruna tersenyum manis.
Semua yang dia katakan pada Aksara, sudah terekam jelas dalam ponselnya. Sebagai bukti, bahwa pada hari ini, mereka sudah menjalin sebuah hubungan. Bernama pacaran.
Aruna berbalik, hendak menginjak anak tangga yang akan membawanya turun dari panggung.
Tapi sebelum itu, dia berbalik lagi. Menatap Aksara yang masih diam mematung di tempatnya.
"Satu hal lagi, Mas Aksara." Ujar Aruna tersenyum. "Kalau sampai saya dengar gosip-gosip dibelakang saya, apalagi kalau Mas Aksa nyaut..."
Aksara menatap Aruna. Ucapan cewek itu menggantung. Membuat jantungan jedag-jedug tak karuan.
Ya Tuhan.... Apa harus seapes ini nasib Aksara hari ini?
"Kalau sampai saya dengar Mas Aksa nyaut, hari itu juga kita nikah." Aruna membungkukkan setengah badan. Memberi hormat pada Aksara yang saat ini menganga tak percaya.
Dengan langkah pasti, Aruna menuruni anak tangga satu per satu.
Dia berjalan kearah barisan, dimana gugusnya berada.
Kekesalan dalam diri Aruna menjadi-jadi, saat mengetahui bahwa teman segugusnya memasang tampak sok tidak tahu. Padahal, semua ini atas ulah mereka.
"Bagus anak buahku," ucap Alif, pemimpin gugus yang berisi Aruna didalamnga.
Alif menepuk-nepuk puncak kepala Aruna. Semakin membuat Aruna dongkol level maksimal.
Ingin rasanya Aruna marah, tapi dia tahu bahwa hal itu sia-sia. Semakin membuat dia malu tak terkira.
Ampunilah dosa hambamu ini, Tuhan. Aruna tahu, Aruna cuma bocil yang mengikuti sebuah perjanjian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Memories
Teen FictionRasa itu tidak hadir dengan mudahnya. Apalagi perasaan bernama cinta. Aruna dan Aksara yang menjalin hubungan, tapi tak seindah yang dibayangkan. Biasa saja. Datar. Hambar. Alias, MATI RASA! Mau tahu kisah mereka? Yuk mampir!