Setelah insiden paling memalukan tadi dan sempat memukul Gavin, Reihandra kabur. Dia berlari sekuat tenaga sambil mengumpat. Lap dan alat apapun yang tadi dipegangnya dijatuhkan begitu saja. Dia hanya ingin menghilangkan jejak Gavin. Si orang asing yang telah merebut ciuman pertamanya. Meski bibir itu terasa lembut, tapi dia tidak terbiasa terhadap sentuhan fisik.
"Hei, tunggu! Kamu tidak bisa lari setelah apa yang kamu lakukan padaku tadi!" teriak Gavin. Dia tidak terima wajahnya dipukul lantas pergi mengejar Reihandra.
Gavin tidak menyangka jika Reihandra larinya cepat, tapi tetap saja tidak akan bisa mengalahkan mata Gavin yang jeli. Begitu melihat seklebat bayangan Reihandra masuk ke dalam mini market, dia cepat-cepat menyusul. Di dalam, Gavin mencari Reihandra di tiap sudut. Begitu Gavin menemukannya di rak minumam, Gavin segera mencengkram pergelangan tangan Reihandra dan ingin menariknya keluar.
"Hei, kamu! Dari tadi aku memanggilmu, apa kamu tidak dengar?"
Saat itu Reihandra baru saja akan membuka tutup botol air mineral pada akhirnya malah menghela napas berat. "Hah? Kenapa kamu mengikutiku? Oh, jadi benar kalau kamu nge-fans denganku."
"Jangan ge-er. Ayo ikut aku!"
"Apa-apaan?! Aku tidak mau! Lepaskan tanganku!" Reihandra menggerakkan pergelangan tangannya mencoba untuk melepaskan diri, tetapi aura Gavin sangat dominan begitu juga dengan kuatnya dia berhasil menarik Reihandra.
"Kamu akan kulepaskan setelah kamu bertanggung jawab pada lukaku."
"Kamu tidak berpikir agar aku pergi tanpa membayar air ini, kan? Aku harus ke kasir," keluh Reihandra sedikit mencari alasan ketika mereka hampir saja melewati seseorang di meja kasir.
Gavin diam sejenak sebelum akhirnya berkata, "biar kubayar."
"Kalau begitu aku juga mau beli sikat gigi dan pasta gigi." Ini kesempatan. Reihandra tidak punya banyak uang. Kalau ada pun akan dipakai untuk hal yang lebih penting, seperti membeli makanan. Dia harus berhemat dan tidak boleh boros.
"Apa kamu selalu seperti ini? Apa kamu selalu minta dibayari orang lain?"
"Tidak. Baru denganmu saja. Karena aku butuh gosok gigi sekarang juga."
Gavin menatap Reihandra tidak percaya. Apa tadi pagi Reihandra belum gosok gigi? Masih tak melepas cengkramannya, Gavin menarik Reihandra ke rak. Dia mengambil sikat gigi dan pasta gigi sembarangan, lalu membayarnya di kasir dengan uang lima puluh ribuan.
"Ambil saja kembaliannya," kata Gavin pada kasir tanpa perlu repot-repot meminta kertas struk transaksi pembelian.
Mini market itu berada di sebelah gang. Di sebelah gang ada lapangan voli yang biasa digunakan warga sekitar untuk berolahraga. Saat itu di lapangan masih sepi, jadi Reihandra malah pergi ke sana bersama Gavin yang terus membuntutinya.
Reihandra menggosok giginya berkali-kali dengan tergesa-gesa dan jauh dari kata santai. Dia juga terus berkumur dengan menggunakan air mineral sampai habis. Sialan. Kenapa dia bisa mencium pemuda menyebalkan? Itu adalah ciuman pertama yang seharusnya dilakukan dengan kekasihnya suatu hari nanti dan bukan orang asing. Parahnya hal ini terjadi gara-gara dia terjebak dalam situasi konyol.
"Tidak usah menatapku sinis begitu. Kamu berlebihan, tahu. Bibir kita hanya saling menempel bukannya saling beradu lidah."
Pipi Reihandra tanpa sadar berubah merah muda. "Terus saja bicara biar semua orang tahu!"
"Sepertinya di sini tidak ada orang lain kecuali kita berdua." Dari tempatnya berdiri, Gavin mengedarkan pandangan ke seluruh lapangan. Melihat di sekitarnya tidak ada yang menarik, dia langsung beralih pada Reihandra lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Poor Prince
RomanceReihandra, seorang pemuda miskin. Dia seorang pemulung, tukang lap kaca di lampu merah, dan pengamen. Namun dia terkenal karena ulah beberapa gadis yang mem-viralkan dirinya. Dia bertemu dengan Gavin yang gagal move on dari mantan tunangannya. Dia s...