BAB 2

5.8K 687 48
                                    

Punggung tegapnya bersandar pada kusen pintu telah di makan rayap, nyaris saja lapuk sebab telah terlalu lama singgah. Sembari pupilnya terus mengamati gerak tubuh gadis berusia 20 tahun itu tengah membersihkan lima senjata kesayangan Jungkook. Benda favorit yang mematikan menghantarkan ribuan nyawa mendatangi akhirat secara sia-sia.

Menghela napas berat saat raut datar Jiyeon tak pernah surut sama sekali, tungkai kekarnya mulai bergerak mendekat dengan kedua tangan yang terlipat di dada. Sedikit menjengkelkan saat Jiyeon sama sekali tidak mengakui keberadaannya.

"Sudah selesai?" Disela langkahnya Jungkook berujar mendekat, tak ada sahutan hingga napas beratnya mengudara lagi, "Aku tanya sudah selesai apa belum?" Kali ini aksen Jungkook agak meninggi.

Tubuh kecilnya berbalik setelah membersihkan satu bilah pisau hingga mengkilap, tanpa ekspresi ia menatap Jungkook seraya mendongak. Lantas mengangguk afirmatif tanpa melantunkan frasa hanya untuk membuang pita suara.

"Aku ragu kau punya pita suara yang bekerja pada semestinya," gumam Jungkook pelan sambil mendelik. "Aku akan melakukan transaksi sebentar lagi. Kali ini kau tidak akan ikut bersamaku dan berlatihlah selagi aku pergi mengurusi bisnis," pria itu bergerak meniti langkah mendekat, menarik tengkuk Jiyeon hingga benturan sepasang benda hangat itu menyatu disertai lumatan yang terjadi.

Jungkook bertindak ganas dan mendominasi permainan. Sedikit menangkup rahang kecil itu agar mempermudah lidahnya bergerak di dalam demi mengobrak-abrik isi mulut Jiyeon. Begitu di rasa puas, Jungkook melepas tautan perlahan. Menciptakan benang saliva yang menjuntai diantara penyatuan bongkahan bibir mereka. Membuat Jungkook mengulas seringaian.

"Ingat, latihan selama aku tidak ada," berakhir dengan membubuhkan satu kecupan singkat di dahi mulus gadis kecilnya. "Aku pergi."

"Baik, Master," adalah kata pertama Jiyeon yang berhasil menghentikan gerak langkah Jungkook begitu menuju pintu.

Mematri senyum tipis sekali lagi, lekas ia berjalan gagah keluar dari ruang lembab itu. Menutup pintu dengan bantingan yang cukup keras hingga Jiyeon tersentak hebat. Tangannya bergerak menuju jantung, meraba dan memastikan indera pendengarannya.

Degupan yang teramat kencang terjadi. Berbunyi keras dan berdentum hingga keluar.

...poppy...

Seiring ketukan sepatu pantofel Jungkook mengiringi langkahnya melalui lorong panjang hotel tempat pertemuan yang dijanjikan. Kedua tangan yang menggantung di sisi tubuh itu kini mengepal erat, memperlihatkan urat kehijauan perkasa miliknya. Hentakan yang terdengar menggema saat kesendirian menemani kepulangannya sebab transaksi berakhir dengan kegagalan.

Berdecak sebal, Jungkook membenci dirinya yang pulang dengan kegagalan.

"Bermain-main denganku, huh," seringaiannya terbit seringan sapuan angin disela gumaman penuh teror itu melantun rendah. "Itu artinya bersedia bermain-main dengan senjataku."

Pun saat berkendara angkara di dalam diri Jungkook tak kunjung surut. Mengemudi melebihi batas kecepatan yang ditentukan dengan rahang mengetat. Geliginya terdengar bergemeletuk keras menemani kepulangannya ke mansion. Jungkook mengalami kegagalan saat melakukan penawaran bersama kliennya. Hal itu tidak luput dalam ingatan kendati sekarang Jungkook telah menginjakkan langkah di pekarangan tempatnya pulang.

Maka, teriakan kerasnya menggelegar keras saat tiba di ruang tengah. Satu nama terlintas amat jelas.

"Jiyeon! Son Jiyeon!" Jungkook berkacak pinggang sembari ujung sepatu pantofelnya digerakkan sengaja mengetuk lantai. Menanti entitas yang terpanggil, "Jiyeon!"

Sebuah sentilan telak untuk Jiyeon ketika panggilan keras itu memasuki rungu. Keluar dan memenuhi panggilan jelas opsi terbaik kendati ia telah dilanda lelah begitu usai latihan. Dengan jantung yang berpacu, tungkai kecilnya bergerak kilat menuruni tiap anak tangga.

POPPY [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang