Bab 3

4.7K 381 10
                                    

"Sasuke duduklah dulu, Papa mau bicara."

Sasuke meluncurkan udara dibibirnya sebelum menoleh dan duduk di sofa. Onyx ayahnya tersorot datar menatap penampilan acaknya, seharusnya ayahnya tidak perlu begitu fokus terhadap penampilannya sehari-hari. keluhan ini mungkin tidak akan jadi terakhir karena Ayahnya sangat kolot.

"Papa ingin kau menghadiri satu pesta sekitar satu jam lagi." Fugaku melipat tangan dibawah dada dan menyipitkan matanya saat melihat penolakan lagi diwajah putranya. "Papa tidak mau mendengar penolakan Sasuke. Pesta ini sangat penting dan papa tidak mau melewatkannya."

Dahi Sasuke terlipat dengan senyum yang cuba dia tarik dibibirnya. Menahan diri agar tidak terlalu menunjukkan kejengkelannya mengingat itu akan berakibat fatal lagi jika Ayahnya berkehendak. "Seharusnya papa bicara pada Itachi, aku yakin di-"

"Papa tidak akan memintamu datang ke sana kalau ini tidak penting," Sela ayahnya datar penuh penekanan. "Kau harus melakukannya."

Sekitar rahang Sasuke mengeras, dia menyembunyikan kepalan tangannya disisi tubuh dari pandangan tajam ayahnya. kepalanya mendidih penuh antisipasi. Dia tahu rencana Ayahnya itu. "Hn." Gumamnya, bangun dan membungkuk sopan ke ayahnya.

"Satu hal lagi Sasuke, jaga kelakuanmu ketika berada disana. Papa tidak mau mendengar cemoohan yang sama seperti dua tahun lalu"

"Hn." Sasuke mendengkus samar seraya berjalan ke anak tangga mengarah ke kamarnya. Tadinya dia berniat untuk datang ke club malam karena teman-temannya sudah sejak tadi menunggu tapi keinginan itu menyurut begitu melihat wajah datar Ayahnya.

Pestanya sekitar empat puluh menit lagi, dia mendecih samar dan membuang jaket yang dikenakannya dengan kasar ke atas kasur lalu berjalan ke arah lemarinya menarik jas berwarna hitam dan juga dasi senada. "Sial. Seharusnya ini pekerjaan Itachi, bukan aku." Ketusnya mengancingkan butang-butang kameja putihnya dengan tampak jengkel.
Setelah selesai mengikat dasinya, dia menyentuh kunci mobil dan ponselnya memasukkannya ke saku seluarnya dan meninggalkan kamarnya berjalan ke lantai bawah kembali.

Dia menemukan Ayahnya masih berada di ruang tamu dan sedang memangku tangannya. Sasuke mengalihkan anak matanya dan hendak mengacuhkan ayahnya tapi paruh baya itu terlebih dulu menginterupsinya membuat dia terpaksa mengumpat dihati. "Hn?" Gumamnya acuh tak acuh.

"Itachi sudah berada disana, sepuluh menit yang lalu. Kalau kau tidak tahu sesuatu tanyakan saja padanya." Tutur ayahnya datar dan berlalu meninggalkan ruang tamu tanpa mendengar penolakannya.

"Sial, Jadi untuk apa keberadaanku disana?" Desisnya jengkel sambil meremas surainya kasar dan bergegas meninggalkan mansion Uchiha. Saat jarum jam bergerak ke angka delapan, Sasuke menyentuh layar ponselnya dan menunggu seseorang di seberang sana. "Aku tidak akan datang ke sana." Katanya tanpa basa basi.

"Tidak, kali ini kau harus datang Sasuke."

"Untuk apa? Bukankah kau datang sebagai wakil Uchiha? Jadi keberadaanku di sana untuk ap-"

"Jangan bicara seolah-olah kau bukan keturunan Uchiha, bodoh. Dan jangan banyak alasan. Datang sekarang juga. Bye-"

"Itachi! Tu- Sial!" Desisnya memukul setir mobil dan melirik sebuah gedung di depannya tempat pesta tersebut diselegarakkan. Setelah menetralkan emosinya, Sasuke mendorong pintu mobil dan keluar dari sana. "Sial. Buang-buang waktu saja." Umpatnya melangkah lurus ke arah gedung hotel tersebut dengan wajah suram.

"Inilah kenapa aku tidak suka pesta." Gumamnya ketika sampai ke tempat tujuan. Mungkin bagi kakak dan ayahnya, tempat ini bagai kotak berlian yang mengiurkan. Tempat dimana mereka bebas untuk menunjukkan keglamoran mereka. Seperti orang yang tiada kerjaan selain mengumbar-umbar omong kosong bodoh. "Membosankan."

TemptationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang