"You're just too good to be true. I can't take my eyes off you."
Pernah mendengar ada pepatah yang mengatakan bahwa dunia hanya selebar daun kelor? Mungkin itu adalah pepatah yang cocok untuk menggabarkan situasi Dewa saat ini.
Dewa tidak menyangka sahabat gebetannya, alias Renata, ternyata bekerja di Cafe milik kakaknya sendiri. Pantas saja saat Renata menyebutkan alamat lokasinya Dewa merasa tidak asing sama sekali.
Laki-laki itu hanya terkekeh pelan. Dewa kemudian menoleh ke arah Renata yang kini terlihat begitu mini berjalan di sampingnya. Berapa tinggi perempuan itu ya? Mungkin 165 cm? Padahal itu angka yang cukup tinggi untuk perempuan, tapi tetap saja masih terlalu jauh untuk menyamai tinggi Dewa yang 180 cm.
Entah mengapa Dewa merasa familier dengan wajah Renata, seperti pernah bertemu sebelumnya? Tapi sekeras apapun Dewa berusaha mengingatnya, ia tetap tidak ingat. Jadi Dewa memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya karena mereka satu sekolah toh? Mungkin memang mereka sering berpapasan di sekolah sehingga wajah Renata terlihat familier.
Mata cokelat Dewa memperhatikan Renata sejenak, sementara yang diperhatikan sedari tadi tidak menatapnya balik. Jujur, Dewa sering bertemu dengan tipikal perempuan seperti Renata. Perempuan malu-malu yang sering tidak bisa menatap wajahnya karena katanya ia menyukai Dewa dan wajah Dewa terlalu tampan untuk dilihat. Tapi tidak mungkin juga gebetan sahabatnya ini naksir kepadanya bukan? Dewa jadi mengingat kejadian di mobil tadi. Dimana sepanjang perjalanan Renata hanya menatap lurus lempengke depan, atau ke spion mobil, tanpa menoleh kearahnya sama sekali.
Satu-satunya momen dimana mereka melakukan kontak mata hanyalah saat dimana kotak tissue terjatuh dan disaat itulah Dewa berhasil mengungkapkan isi hatinya kepada Renata. Bahwa ia ingin lebih mengenal Princessa dan ingin menjadi sahabat dari sahabatnya Princessa.
Iseng, Dewa menarik pelan rambut ekor kuda Renata yang membuat gadis mungil itu melonjak dan memelototkan mata hitam indahnya. "Kucing oren!" Latahnya.
Dewa tertawa. Latah macam apa itu?
Sepertinya Dewa mulai mengerti alasan mengapa Princessa menjadikan perempuan ini sahabat terdekat satu-satu miliknya. Ya, ya, tidak heran.
"Ih, kak Dewa apaan sih. Kan jantung aku jadi mau copot. Kalo nanti aku pingsan gara-gara serangan jantung emang kak Dewa kuat gotong aku ke rumah sakit? Dasar kak Dewa ngeselin!"
Sekarang Dewa bisa melihat semburat merah tipis mulai menjalar dikedua pipinya. Lucu sekali.
"Kamu kepanasan, Ren? Kok pipi kamu merah?"
Renata hanya memutar kedua bola mata hitamnya yang terlihat imut di mata Dewa. Sebenarnya Renata ini umur berapa?
"Iya, aku kepanasan!" Jawab Renata sedikit jengkel, yang sebenarnya sedang berusaha keras menutupi rasa malunya. Benar-benar pipi tidak tahu diri, bisa-bisanya memerah tanpa diminta di depan kak Dewa!
Mau tidak mau Dewa tersenyum kembali. Lucu juga menjahili sahabat gebetannya ini.
Setelah sampai di depan Cafe, Renata berjalan lebih dulu dan menyapa beberapa temannya yang sedang bekerja di sana.
Takeuchi, manager Cafe Ini, yang melihat Dewa berada di belakang Renata segera berjalan menghampiri Dewa dan menyapanya. "Dewa? Tumben kemari?"
Sementara itu Renata yang tidak sengaja melihat kejadian itu menyipitkan kedua matanya. "Lho, Bapak Take sama kak Dewa saling kenal?"
"Ya iya Ren, Dewa ini kan adiknya--"
"Aku sama Take memang berteman Ren. Kadang kalau sedang kangen ya aku mampir kemari sekedar ngobrol-ngobrol sama dia. Ya kan, Take?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wildest Dream
RomanceRenata Adelaida tidak tahu harus merasa bersyukur atau tidak menjadi satu-satunya sahabat terdekat Princessa Svyatoslav, yang resmi menyandang dewinya SMA Bimasakti sejak gadis itu pertama kali menginjakkan kakinya disana. Apa yang akan Renata lakuk...