Hari yang Berat

8 0 0
                                    

Bel pulang yang ditunggu-tunggu oleh semua siswa SMA Mandiri akhirnya berbunyi.

Sedari tadi Reana tak fokus terhadap pelajaran, dia memikirkan banyak hal. Sehingga membuat Reana tak banyak bicara.

Ketiga sahabatnya pun tadi sempat membahas kejadian di kantin. Namun Reana menolak membahas hal itu.

"Re di depan ada Gilan, nyariin lo" ujar Azka, teman sekelas Reana yang akan keluar kelas.

Reana hanya mengangguk, kemudian berpamitan kepada 3 sahabatnya.

"Gue duluan ya" pamitnya

"Re lo yakin?" Tanya Gita memastikan.

"Stttss.. bukannya udah biasa ya?" Ujar Reana sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya.

"Tapi Re.." ucapan Gita terpotong karena Reana pergi begitu saja dari kelas, membuat ketiga sahabatnya geleng-geleng kepala akan tingkahnya.

***

Reana menghampiri Gilan yang sedang duduk di kursi depan kelasnya sambil memainkan ponselnya.

"Hai" sapa Reana dengan senyum cerianya.

Gilan menatap Reana datar.
"Lo lupa bawa ini tadi! Kotak lo kan, gak usah ngelak gue tau!" Ujar Gilan sambil memberikan kotak bekal yang Reana bawa tadi.

Astaga Reana baru ingat kotak bekalnya ketinggalan di kantin. Reana langsung mengambilnya dari tangan Gilan.

Sejak tadi pun ketiga sahabatnya berusaha mengingatkannya, namun Reana selalu menolak membahas kejadian di kantin tadi.

"Lo ikut gue!" Ujar Gilan datar sambil menarik tangan Reana ke parkiran.

Reana hanya diam menuruti keinginan Gilan, walaupun tangannya kini memerah karena cengkraman Gilan yang cukup kencang.

***

Selama di perjalanan tak ada percakapan diantara Reana dan Gilan. Mereka sibuk mengatur emosinya masing-masing. Mereka sadar betul apa akibat jikalau mereka tak dapat mengatur emosinya.

Kini mereka telah memasuki area salah satu mall di Bandung.

"Bagaimana kalo es krim?" Tanya Gilan sambil mengenggam Reana.

Reana mengangguk semangat, Gilan selalu tau cara untuk memperbaiki mood Reana.

Gilan mengacak-acak rambut Reana, gemas. Mereka seakan melupakan kejadian tadi di sekolah.

"Sebentar ya!" Gilan melepaskan genggamannya dan pergi untuk mengantri.

Tak lama kemudian, Gilan datang dengan satu cup es krim coklat kesukaan Reana.

"Kok satu? Lo nya mana?" Tanya Reana bingung.

"Berdua dong biar romantis" jawab Gilan dengan cengirannya.

"Tapi kan lo tau, gue gak suka pake sendok berdua sama orang" jelas Reana.

"Iya gue tau kok, Taraa..." Gilan menunjukkan dua sendok yang di pegang.

"Setelah ini kita nonton yuk?" Ajak Reana sambil memasukan es krim ke mulutnya.

"Iya ayo, apapun untuk kamu" jawab Gilan dengan senyuman manisnya.

"Alahhh so lo, kalo gue minta mall ini gimana?" Tanya Reana menantang.

"Gue tau kok lo gak akan minta itu" jawab Gilan tak mau kalah.

"Udah cepetan abisin, katanya mau nonton"

Reana hanya mengangguk.

***

Setelah selesai menonton film, Reana dan Gilan memilih makan di salah satu restoran kesukaan Gilan.

"Re, kenapa kamu pergi dari kantin? Kamu marah?" Tanya Gilan, membuka pembicaraan diantara mereka.

Seperti biasa, mereka akan mengubah cara bicara mereka ketika mereka sedang bertengkar. Mereka akan menggunakan aku-kamu.

Reana pun akan memanggil Gilan dengan sebutan A Gilan. Seperti awal-awal pertemuan mereka, ketika belum dekat. Sesuai dengan adab adik kelas terhadap kakak kelas.

"Ngga kok A, aku gak marah sama sekali. Yang ada kamu yang marah" jujur Reana.

"Terus kenapa kamu pergi dari kantin?" Tanya Gilan lagi, ingin tau yang sebenarnya

"Pemandangan itu gak baik A untuk hati aku" jelas Reana sambil menundukkan kepalanya.

"Re.."

Belum sempat Gilan melanjutkan ucapannya, Reana sudah memotong.

"Aku ngerti A, ini resiko aku. Aku harus menerima kamu apa adanya. Aku gak bisa nuntut kamu A."

Gilan menundukkan kepalanya, Reana mengangkat dagu Gilan.

"Aku baik-baik aja A" ujar Reana sambil menampilkan senyuman cerianya.

"Maaf Re" ujar Gilan sambil mengenggam tangan Reana.

Reana hanya tersenyum menatap Gilan, begitu pun sebaliknya.

***

Reana dan Gilan kini telah sampai di depan rumah Reana. Setelah makan mereka langsung pulang karena hari yang sudah sore, hampir magrib.

"Gue pulang ya? Titip salam buat orang tua lo. Bilangin nanti kapan-kapan calon mantunya mampir" ujar Gilan sambil menampilkan cengirannya.

"Calon mantu? Bercandaan lu ngakak bambang" jawab Reana sambil memukul pelan lengan Gilan sambil tertawa.

Gilan hanya tersenyum, memperhatikan Reana yang sedang tertawa.

Setelah menstabilkan tawanya, "mereka gak ada ke rumah kakek, peringatan meninggalnya nenek" jelas Reana tanpa diminta, Reana menundukkan kepalanya.

Gilan mengangkat dagu Reana, "hey.. nanti mahkotanya jatuh! Boleh gak gue meluk lo?" Tanya Gilan.

Reana hanya mengangguk dan Gilan langsung membawa Reana dalam dekapannya.

Ini untuk pertama kalinya Gilan memeluk Reana. Rasanya sungguh nyaman, di dalamnya ada perlindungan yang disuguhkan Gilan.

"Hari yang berat ya Re? Maafin aku ya" ujar Gilan sambil mengelus rambut Reana. Reana hanya mengangguk.

"Udah ah, pulang sana. Bentar lagi magrib" ujar Reana sambil melepaskan pelukannya.

Gilan mengangguk, "iya gue pulang, hati-hati di rumah ya!" Pamit Gilan.

"Iya hati-hati di jalannya, jangan ngebut"

"Bye" setelah mengatakan itu Gilan menjalan motornya menjauhi rumah Reana.

Reana tersenyum menatap kepergian Gilan, "Makasih untuk hari ini A" bisik Reana berharap terbawa angin dan Gilan mendengarnya.

3 Juli 2019

REALISERENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang