"Sa, besok temenin gue pemotretan mau gak?" Tanyanya sembari mengikuti langkah kaki Mahesa yang meninggalkan ruang musik. Menutup pintunya lalu berjalan lagi.
"Kan ada Mang Asep, biasa lo sama dia kan." Jawab Mahesa, sedikit menolak halus permintaan Havanna. Sebab besok dia berencana main game dirumah Keno, teman seperkumpulannya.
"Tapi gue maunya pemotretan besok ditemenin sama lo, bukan Mang Asep, mau ya Sa? Nanti gue beliin jajanan deh buat lo." Pintanya lagi dengan suara penuh harap agar Mahesa mau menemaninya besok.
Mau tidak mau, Mahesa tidak tega juga kalau menolak permintaan Havanna, maka dia menganggukan kepalanya setuju, "Oke, jam berapa besok gue jemputnya? Eh tapi gak lama kan pemotretannya?"
"Enggak gue jamin. Cuma dua jam, nanti jemputnya jam satu aja," kata Havanna penuh semangat, "Wha! Lo emang yang terbaik deh Sa!" lanjutnya dengan tangan yang mengait dileher milik Mahesa.
Ada sedikit gelenyar ketika Havanna tiba-tiba mengaitkan lengannya dileher Mahesa, tapi dia hanya mengartikan gelenyar itu sebagai perasaan kaget tiba-tiba ada lengan mengait dilehernya, terlebih itu lengan perempuan.
"Gue males kalo ditemenin Mang Asep, dia cuma nunggu dimobil terus nanti gue gabut kalo lagi nunggu, gatau harus ngapain." Havanna bersuara lagi, mengeluh kesah akibat jika Mahesa tidak menemaninya besok. Padahal biasanya disetiap pemotretan yang Havanna jalani, selalu ada Jani-asistennya-yang selalu menemaninya.
"Biasanya juga kalo gue temenin, gue dikacangin, kerjaan lo cuma live di instagram." Kata Mahesa, giliran dia yang menyampaikan keluh kesahnya. Fakta juga kalau setiap dia menemani perempuan itu pemotretan, dirinya dikacangi habis-habisan dan Havanna akan sibuk dengan pemotretan atau live instagram dadakan yang dia lakukan.
Merasa tersindir dengan fakta yang Mahesa beberkan, Havanna menyengir tanda merasa bersalah.
"Abisnya lo main hp terus sih, jadinya gue kira lo sibuk, makanya gak gue ajak ngobrol."Ada benarnya juga sanggahan yang Havanna tuturkan. Bagaimana tidak memainkan ponsel? Menunggu perempuan itu melakukan pemotretan sangatlah menjenuhkan. Tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan selain memainkan ponselnya.
Merasa cukup melakukan perdebatan mengenai apa yang dilakukan Mahesa ketika menunggu Havanna pemotretan, mereka berdua-Havanna dan Mahesa-berjalan beriringan membelah koridor untuk menuju ke kelasnya kembali.
***
Tepat seperti perjanjian yang ia lakukan dengan Havanna, dia sudah sampai didepan rumah bercat putih dengan mobil yang dia tumpangi. Beberapa menit yang lalu, dia juga sudah menghubungi pemilik rumah kalau dia sudah sampai dan hanya akan menunggu didalam mobil tanpa harus repot masuk ke dalam rumah.
Lagipula, menurut penuturan Havanna, Tante Kania dan Om Januar-kedua orang tua Havanna-sedang tidak dirumah, jadi Mahesa tidak perlu repot turun dari mobil untuk bersalam hangat dengan mereka.
Tidak butuh waktu lama seperti perempuan biasanya untuk bersolek, Havanna masuk kedalam mobil Mahesa dengan kaus putih polos berlengan pendek dan celana boyfriend jeans kebanggaannya. Wajahnya tidak banyak dipoles make-up tebal, hanya alis yang digambar tipis, maskara dan liptint merah muda yang bisa Mahesa lihat dari wajah Havanna.
"Tumben gak bikin gue harus ngetok pintu kamar lo karena ritual dandan lo yang bikin gue gak sabaran."
Havanna mendengar Mahesa dengan jelas, namun dia memilih memasang seat belt terlebih dulu untuk menjawab perkataan lelaki itu.
"Kan nanti di make-up dilokasi, ngapain juga gue dandan dari rumah."
Benar juga jawaban Havanna, mengapa Mahesa tidak bisa menemukan jawaban itu sendiri ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love The Way How You Treat Me
Teen Fictionmenyakitkan, tapi aku menyukai setiap perlakukan yang kamu lakukan kepadaku.