Accompanying

177 16 6
                                    

"Apa menyenangkan selalu sendiri?"

Ucapan sang manik ruby membuat sosok bernetra zamrud menoleh dengan raut yang sama seperti biasanya, datar seakan tidak mempunyai warna-warni dalam harinya.

"Memangnya kenapa?" balasnya pendek.

"Aku akan menemanimu."

Mendengar jawaban dari lawan bicaranya, si surai brunette memutar bola matanya jengah. Wajah polos berhiaskan manik ruby itu membuatnya ingin segera pergi kalau saja kakinya tidak malas.

"Merepotkan, aku saja tidak mengenalmu. Lagipula kau pasti tidak akan tahan berteman denganku."

"Benarkah? Padahal kita sering berpapasan saat pulang. Baiklah namaku Akira Sakata, kau?" Sakata mengulurkan tangannya, menunggu sambutan tangan dari pemuda yang lebih pendek darinya itu.

"Sudah kubilang mending kau tidak akan tahan berteman denganku, carilah orang lain saja." Tolak surai brunette tersebut, melanjutkan membaca buku saku di genggamannya.

"Aku sudah terlanjur ingin berteman denganmu."

"Aku terlalu malas berteman dengan seseorang."

"Setidaknya beri tahu namamu dan balas jabatan tanganku."

Menghela nafas panjang, si netra zamrud beranjak dari duduknya dan membalas uluran tangan lawan bicaranya

"Urata, Wataru Urata."

#

"Urata! Ayo ke kantin bersama!" Dobrakan di pintu diiringi seruan keras sukses membuat Sakata menjadi fokus semua orang, kecuali oleh pemuda yang dicarinya. Surai brunette itu sibuk dengan dunianya sendiri.

"Hey. Jangan ganggu aku." Kesal Urata saat buku bacaannya di sambar dengan kasar oleh si surai apel. Manik zamrudnya menatap Sakata sebal.

"Ayo ke kantin! Aku sudah meneriakimu, tahu."

"Merepotkan, kenapa harus aku dari sekian banyak orang di sekolah ini."

"Karena kau temanku dan itu hal wajib jika pergi ke kantin bersama." Jawaban cepat Sakata membuat dahi surai kayu mengkerut, sejak kapan dia menjadi temannya dan mana ada hal wajib seperti itu.

"Sejak kapan aku menjadi temanmu?"

"Jika orang menerima jabatan tangan orang lain dan memperkenalkan dirinya mereka menjadi teman."

Ah, jika saja Urata tidak berpikir menghemat tenaga sudah pasti dia akan menggampar pemuda yang ada di hadapannya saat ini.

"Mana ada pengertian seperti itu, bodoh."

"Kalau begitu aku tetap ingin menjadi temanmu."

Sebelum Urata mengatakan apapun lagi, pemuda surai apel itu sudah menarik lengannya sembari berjalan cepat keluar kelas. "Aku memaksa, tidak terima penolakan," ucapnya kemudian.

Urata menghela nafas pasrah, apa apaan bocah satu ini?!

"Asalkan kau tidak melakukan hal yang merepotkan." Hanya dibalas gumam , Urata mulai tidak yakin Sakata mendengar apa yang dia katakan.

#

Kalau dihitung sejak Sakata mulai mengacau di hidup tenangnya, sudah beberapa bulan berlalu. Bisa dibilang, Urata mulai terbiasa dengan netra ruby itu. Soal Sakata yang sering menyinggung tinggi badan sudah mulai ia anggap biasa. Raut memelas Sakata yang meminta diajarkan hampir semua pelajaran, seruan suara serak basah yang diikuti derap langkah kaki khas, segala hal tentang si surai apel menjadi biasa di kehidupannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Scattered Story of UtaiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang