"BEBEEEEE!!!"
Itu adalah suara yang selalu kurindukan setiap kali aku melangkahkan kaki pulang, pulang ke rumah baruku. Tidak, rumah yang kutumpangi selama beberapa bulan ini, rumah milik Cinta, rumah yang penuh dengan cinta.
Suara itu adalah milik si Kecil, Kiting yang sering kami panggil dengan sebutan momok.
Tak peduli seberapa lelah pekerjaanku di luar sana, suaranya yang penuh semangat memanggil namaku itu selalu melepas lelah. Kemudian dia akan berlari dan aku menyambutnya dengan pelukkan. Kiting tersenyum. Senyuman lucu yang selalu membuat hidung peseknya tenggelam.
Lalu aku, Cinta dan Kakak Oan akan tertawa melihat wajah lucunya itu.
Kemudian Kiting melihat ke arah Cinta dan kemudian langsung berteriak "NYENYEN! MAMA NYENYENNNN!"
Biasanya wajah Cinta langsung berubah kesal merespon permintaan anaknya yang paling kecil itu. Setelah lelah seharian bekerja, Cinta harus langsung mengabulkan permintaan si Kiting untuk "nenen".
Cinta langsung pergi meninggalkan Kiting dan langsung pura-pura sibuk untuk cuci kaki atau mandi. Sedangkan Kiting kemudian akan menangis rewel, saat itu Kakak Oan lah yang akan langsung mengalihkan perhatian Kiting dengan mengajaknya bermain atau melihat PAKAYA dengan menggunakan handphonenya.
Kiting memang selalu manja pada ibunya, padahal pada orang lain dia tidak semanja itu, tidak serewel itu. Kiting begitu pintar jika sedang bersama orang lain.
Pernah saat itu kami menitipkan Kiting pada salah satu kenalanku karena kami membutuhkan asisten rumah tangga secepatnya karena asisten rumah tangga yang lama berhenti. Sebenarnya Cinta tidak begitu butuh asisten rumah tangga, dia lebih butuh seseorang yang bisa menjaga Kiting dengan baik, tapi kami tidak pernah menemukan orang yang tepat. Ya, tidak pernah ada satu orangpun yang sempurna tanpa kekurangan.
Setiap pukul 10.00 WIB pagi, Kiting dijemput oleh kenalanku bernama EKA.
Ini adalah hari pertama Kiting di titipkan pada Eka. Eka menolak untuk menjaga Kiting di rumah Cinta dengan alasan memiliki dua orang anak juga di rumahnya. Jadi mau tidak mau, Cinta dengan berat hati merelakan Kiting untuk diambil dan seharian berada di rumah Eka sampai Cinta pulang kerja.
Cinta sebenarnya paling anti membawa anaknya keluar dari rumahnya, alasannya karena dia tidak percaya rumah orang lain itu bersih. Selain itu memang karena Kiting memiliki kulit dan tubuh yang sensitif, jadi tingkat pengawasannya harus lebih tinggi dibandingkan anak-anak lain. Dan yang paling utama adalah, jika di rumah Kakak Oan bisa mengawasi Kiting dan juga penjaga Kiting, apakah Kiting diperlakukan dengan baik atau tidak.
Seharian Kiting berada di rumah Eka.
Kami berdua aktif berhubungan dengan Eka via chat dengan handphone masing-masing.
Kami berdua memastikan bahwa Kiting baik-baik saja disana, Jam tidurnya teratur, makannya teratur dan kondisi serta keadaan baik untuk Kiting.
Aku dan Cinta begitu bahagia saat tahu Kiting yang kesulitan makan itu malah lahap sekali makan di rumah Eka. Sampai lontongpun dimakan oleh Kiting. Apapun yang Eka dan anak-anaknya makan, Kiting minta dan juga ikut makan.
Tau keadaan Kiting baik seperti ini saja sudah cukup membuat kami berdua senang dan tenang. Aku memperhatikan Cinta yang sedikit lebih lega. Melihat wajahnya yang tenang membuatku begitu bahagia. Aku selalu ingin membuat Cinta dan kedua anaknya merasa aman dan nyaman.
Pukul 23.00 WIB kami pulang dari kantor dengan menggunakan sepeda motor.
Kami sangat merindukan Kiting hari itu.
YOU ARE READING
KAU YANG SELALU KUPAYUNGI
Любовные романыJika mereka berbicara ini kebodohan, maka kukatakan ini adalah perjalanan. Perjalananku untuk pulang ke Rumah, dan disana mereka menunggu. Keluarga kecilku.