1.2

6 6 0
                                    


Setelah pertemuan dadakan antara aku dan Que, ia berinisiatif membawa ku keluar dari pondok Ar dan mengajakku melihat lihat. Semua nya tampak menakjubkan. Pondok milik Ar berada di tengah padang rumput yang luas, dengan cahaya matahari yang bersinar dengan hangat. Di sebelah kanan pondok terdapat satu sumur lengkap dengan timba nya. Serta di sisi lain pondok terdapat satu tempat kecil dimana mereka menyimpan jerami.

Aku tak tahu pasti itu tempat apa, namun nampaknya tempat itu yang tadi dibicarakan Que sebelum masuk pondok.

"Aku hampir lupa tentang Tom! Dia kan tadi terjebak di lubang jerami. Ar! Bantu aku selesaikan kekacauan yang tadi kamu buat!" Que berkata dengan kesal. Lalu berlari kecil menuju tempat jerami.

Tak lama, Ar keluar dari dalam pondok lalu memegang pundakku. "Kau bisa melihat ke sekitar sini. Namun jangan jauh jauh. Aku harus menyelesaikan kekacauan ini dulu agar Que berhenti mengomel." Ia tersenyum lebar, menunjukkan giginya yang berderet rapi.

"Aku pergi dulu, kalau kau butuh sesuatu, panggil saja aku. Oke?" Ar mengusap kepala ku lalu berlari kecil menuju tempat jerami.

Aku menghela nafas lalu berjalan dengan lesu kearah tempat duduk yang terbuat dari batu 5 meter dari teras pondok . Aku menunduk lantas memegang liontin pemberian dari ibuku dulu. Aku tak ingat pasti, yang jelas kalung ini ibu berikan padaku disaat aku merayakan ulang tahunku yang ke 5 tahun.

Sisanya terasa blur.

Tak jelas.

Aku seraphine. Anak tunggal. Tak memiliki saudara karena tepat ketika aku berusia 8 tahun, ibuku menghilang.

Ia tak meninggal, aku yakin. Ibuku hanya menghilang.

Ketika aku mencoba membicarakan ini dengan ayah, ayah selalu saja mengarahkan pada topik yang lain. Seakan enggan membahas kemana perginya ibu, atau apa yang terjadi sebenarnya. Namun aku memilih diam. Bukan karena lelah mencari tahu kemana hilangnya ibu, namun karena aku menghormati keputusan yang ayah buat. Walaupun terkadang aku selalu iri pada teman ku disekolah yang selalu menceritakan betapa lembut nya ibu mereka, atau ketika mereka membawa bekal yang enak enak buatan ibunya.

Aku selalu iri.

Karena aku sudah lama tidak merasakan kehadiran seorang ibu.
Setelah menghilangnya ibu, kami pindah ke bagian barat kota dan menetap disana. Ayah mencari pekerjaan yang baru dan kami hidup tentram. Ayah selalu berusaha memberikan yang terbaik untukku, agar aku bisa merasa lengkap tanpa kekurangan. Namun tetap saja semua nya tak akan cukup.

Didalam benakku masih ada satu yang mengganjal, mengapa ibu menghilang tanpa alasan yang jelas? Mengapa ibu tega meninggalkan ku yang jelas jelas membutuhkan kehadirannya? Ketika bahkan aku menghadapi masa remaja ku, ia tak ada disana. Membimbingku bahkan tidak.

Aku Seraphine, 18 tahun sudah aku hidup tanpa ketidak tahuan. Dan kini, biarkan aku tahu akan segalanya. Berhenti berada di posisi yang tidak tahu apa apa. Dan bilamana tiba pada waktunya, aku akan siap.

Aku melamun sampai ada sesuatu yang lembut mengusap usap punggungku, dan mendengkur. Sontak aku dengan cepat berdiri dari tempat ku semula, melihat kembali makhluk besar dengan bulu tebal coklat itu lagi.

"Tak usah takut," Ar terkekeh lalu menghampiri Tim. "Makhluk ini ramah dan baik. Aku dan Que menemukan Tim dan Tom saat mereka masih bayi di padang sebelah utara. Induk mereka nampaknya diserang oleh burung pemakan daging, dan karena mereka sangat lucu, akhirnya kami membawanya pulang" Arian tersenyum lalu mengusap kepala bulat Tim.

Aku masih memandang Tim takut takut, dan itu membuat Ar terkekeh. Sepertinya, dia tipe orang yang senang tertawa, ya?

"Mau coba menaiki nya, tuan putri?" Ar mengulurkan tangannya kearahku.

EtherealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang