Kami perdebat sepanjang sore. Selama kami beradu mulut, Sasuke hanya mengatakan bahwa dia tidak ingin menghadiri kelas dan beralasan bahwa klub Baseball sedang merencanakan pertandingan antar kampus bulan depan nanti. Tapi aku tak peduli, menurutku dia sudah berbohong. Berbohong tetap berbohong.
Aku tidak percaya semua bualan itu, menurutku Sasuke tidak menghadiri kelas karena Ino. Ya, Ino, siapa lagi? Perempuan satu-satunya yang berada di sana tanpa pacarnya, tetapi dengan orang yang pernah bersama, dulu. Aku mengerang, berdecak dan berulang kali menjaga jarak ketika Sasuke akan menyentuhku.
"Jadi Ino alasanmu untuk berbolos kuliah." Itu sebuah pertanyaan bukan pernyataan. Aku mencoba menyinggung Ino, dan berharap mendapatkan jawaban bahwa kabar itu hanya gosip.
"Kau cemburu pada Ino? Aku tidak percaya ini, kau bisa secemburu ini padanya," kata Sasuke, alisnya berkerut. "Kau ingat, kita baru saja bersenang-senang."
Ya, aku ingat. Dan kau menghancurkan semua karena kebohonganmu. Tapi aku tidak mengatakan apa-apa. Hanya menatapnya. Ekpresi Sasuke perlahan mulai lembut, tidak sepanik tadi. Aku tidak boleh luluh.
"Ya kita baru saja bersenang-senang dan kau membohongiku." Nada suaraku tinggi, tapi aku tak peduli.
"Kau cemburu pada Ino?" Dia mengulangi pertanyaannya.
Aku diam sejenak, berpikir dua kali untuk menjawab. Dan sepertinya tidak. "Jadi benar, kau dan Ino?"
Sasuke menghela nafas, lalu berdecak kesal. Dia mengusap rambutnya berkali-kali. Rambutnya semakin berantakan. Dan aku tetap menyukainya di saat seperti ini.
"Oke. Karena kau tak mau menjawab, sebaiknya aku pergi." Kataku, menyudahi ini semua.
"Silakan saja. Kau perlu menenangkan dirimu," Dia berkata dengan kasar dan aku merasa air mata segera turun. Aku berusaha keras untuk menahannya. Tidak, kali ini tidak boleh menangis. Di tempat umum seperti ini.
Aku hanya bisa tersenyum pahit dan merasakan hatiku berdenyut, menyadari bahwa Sasuke seakan-akan tidak peduli padaku.
"Kau menyebalkan." Kataku dan mulai melangkah pergi. Dia sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia tidak melakukannya.
"Jangan temui aku, aku bersungguh-sungguh." Sekali lagi aku berbicara padanya karena berharap dia akan mencegah aku pergi. Nyatanya dia hanya menutup mata.
Aku berjalan secepat mungkin ke kamarku. Jarak dari tempat kami menuju asrama putri tidak sejauh dengan rumahku yang ditempuh selama dua jam.
Ketika aku benar-benar sampai, aku masuk dan menutup pintu. Aku sangat bersyukur karena aku berhasil menahan air mata. Dan untuk kedua kalinya aku bersyukur bahwa kamar ternyata kosong. Mungkin Hinata berpikir aku sedang bersama Sasuke sekarang, bersenang-senang, dan mengklaim kamar ini sebagai milikku selama satu hari.
Aku merosot di belakang pintu dan menangis bersedu-sedu. Kepalaku berputar kembali saat Sasuke dan aku berargumen. Bagaimana bisa Sasuke bohong padaku? Oke, ini hanya masalah kecil, tapi setelah tahu dia tidak mengikuti kelas hanya karena teman-temannya atau hanya karena.... Ino? Itu menyakitkan. Aku menertawai diriku sendiri, meratapi kebodohanku karena harus memperbesar masalah ini. Aku hanya tidak ingin, Sasuke mementingkan pertemanannya. Aku tidak mau Sasuke yang polos menjadi liar.
Sasuke dulu bocah yang polos, menurutku. Kami bertemu saat tidak sengaja Sasuke menemukan kartu anggota perpustakaanku. Aku tahu Sasuke karena dia laki-laki populer di kampus kami, sangat berbeda denganku. Meski dia seperti itu, Sasuke tidak pernah mencampakkan kuliahnya. Dan itu menjadi alasan kenapa aku mau berkencan dengannya. Lalu semua berubah di saat Sasuke memasuki klub Baseball pada tahun pertama kami pacaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
FATAL
FanfictionA SASUSAKU FANFINCTION 21+ MATURE CONTENT Sasuke dan Sakura menjalin hubungan selama dua tahun. Suka dan duka telah mereka melewati bersama. Suatu ketika masalah lebih besar muncul dalam hubungan mereka. Dan menurut Sakura masalah ini merupakan yang...