Bagian 1: Bukan Awal Sebenarnya

8 2 0
                                    

.
.
Di sebuah rumah megah, yaitu rumah sang Presiden, di salah satu kamarnya. Yaitu sebuah ruangan bernuansa gold, terlihat sesosok Anne remaja, sedang tertidur lelap diatas ranjang empuknya, berkelana dalam mimpi yang menyenangkan.

Jam weker pada meja disebelah ranjang menunjukkan pukul enam lewat beberapa menit. Sebentar lagi, pasti akan ada seseorang yang membangunkan putri tidur kita.

Benar saja, tak berselang lama, suara pintu dibuka kasar terdengar. Lalu, sosok laki-laki yang lebih tua dari Anne terjun bebas kearah bagian kasur yang kosong, untung kasurnya empuk. "Heh bangun, tukang tidur!"

Itu Rey, kakak laki-laki Anne.

Anne yang sudah bangun sejak suara pintu terbuka dadakan tadi hanya mengerang lemah, membiarkan lekaki berstatus abangnya itu mengacak-acak kasurnya.

"Bangun! Bangun! Banguuuuunnnn!!" Rey memang lelaki yang tampak agak dingin, namun cerewetnya tidak kalah dari Anne. Sambil mengguncang-guncang kasar bahu adiknya dia terus mengoceh soal 'kamu akan terlambat', 'kalau kamu terlambat aku nggak tanggung jawab', atau 'kalau kamu telat bangun aku bakal abisin eskrim kemaren'. Dan rupa-rupanya, ancaman terakhir berhasil.

Anne langsung duduk. Walau dengan muka mengantuk, dia tetap berkata tajam, "Jangan coba-coba sentuh cintaku!" Lalu menendang abangnya dari atas kasur hingga bunyi debam keras memenuhi ruangan, tanda bahwa ia berhasil membuat abangnya tersiksa. Ia menyeringai puas.

"ADUH ANNE-DUT, SAKIT!"

"YA SIAPA SURUH NGANGGUIN ORANG YANG LAGI MIMPI INDAHH!"

"YAKAN KAMU NGGAK HARUS NENDANG! PANTATKU INI BUKAN PESAWAT LHO ADEKKU SAYANG, MENDARATNYA GAK AKAN MULUS KE LANTAI!"

"YA ABANG GANGGUIN AKU TIDUR NYENYAK, PADAHAL AKU BARU MIMPI NEMU IKAN AJAIB YANG BISA NGABULIN PERMINTAㅡHMMPH.."

"Eh, jangan bahas yang begitu keras-keras. Mau diceramahi ayah satu jam?!" Rey berbisik, membekap paksa mulut adeknya. Anne yang menyadari kesalahannya langsung menjilati tangan abangnya, membuat abangnya melepaskan bekapannya sambil mengernyit jijik, kemudian Anne membekap mulutnya sendiri.

"Astaga, suara ku kekencangan nggak?!" Anne bertanya panik.

"Kalau suaramu mah, bisikan doang udah bisa bangunin satu kampung kali." Jawab abangnya sarkas.

Anne memutar matanya walau jantungnya masih berdebar-debar kencang. "Lebay."

"Ya bodo lah. Kamu bandel amat. Abang keluar aja dah, bhay." Lalu Rey kabur.

Anne hanya menghela nafas lega menyadari bahwa sepertinya ayahnya tidak mendengar teriakannya tadi. Kemudian melenggang malas ke kamar mandi.

Selesai mandi, Anne keluar kamar mandi lalu berpakaian. Sesekali melirik kearah jam weker untuk memastikan ia tidak terlambat.

Anne sudah berseragam rapi. Ia melangkah menuju cermin. Cermin di kamar Anne sangat besar. Cukup bagi tiga orang dewasa merapikan penampilan dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Anne menatap pantulan mata coklat mudanya lalu pupil mata itupun membalas tatapannya, kemudian secara otomatis pandangannya beralih ke rambutnya. Rambutnya yang berwarna cokelat dan ungu.

Rambut terkutuk, batinnya kejam.

Yah, rambut itu mungkin memang benar-benar terkutuk. Bagaimana pun juga ia coba mengembalikan warna aslinya yaitu cokelat, rambut itu akan kembali berwarna ungu pada setengah bagiannya. Dan kenapa pula harus diubah jadi warna ungu dari sekian banyak warna oleh si keㅡ

Oke, tenang Anne, lupakan kejadian itu. Dia membatin lagi sambil menggeleng-geleng kencang. Dia tidak ingin menyumpah pagi-pagi. Buru-buru ia melempar lirikan terakhir ke arah cermin lalu menyambar tasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pacem World : Introducing the New WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang