prolog - empty

806 123 13
                                    

09:45, Resort Nirwana, Bintan.

Wangi daging asap dan kopi yang berasal dari restoran hotel sungguh semerbak. Para tamu hotel berkutat dengan sarapannya masing-masing, diselingi oleh senda gurau dan sendok-garpu yang beradu.

Sekitar 50 meter tak jauh dari restoran tersebut, seorang gadis berjalan tanpa arah ke pantai dengan mata kosongnya. Pasir berwarna putih yang baru saja digemburkan itu memenuhi sela-jela jarinya. Ia menghela nafas panjang, lalu terduduk begitu saja di pinggir pantai, tak memerdulikan ombak laut yang mulai pasang. Matahari pun sudah terasa sejengkal di atas kepala.

"Doyi..."

Bibir ranumnya menggumamkan nama tersebut begitu lirih. Perasaan hatinya yang kini campur aduk membuat dirinya merasa hampa.

  Seminggu yang lalu, ia ribut dengan kekasihnya yang saat ini tengah kuliah di Singapura. Hal tersebut diawali dengan Doyoung yang berkata bahwa dirinya sedang sibuk dan tak dapat ditemui pada akhir minggu. Namun karena keisengan dan keingintahuan gadis itu yang tinggi, ia mengecek profil Instagram kekasihnya—dan benar saja, pada Sabtu malam di mana Doyoung tak dapat menemuinya, ada teman lelaki itu yang men-tag akunnya pada sebuah foto.

    Dalam foto tersebut, ia tengah memegang sekaleng Bintang bersama teman-teman lainnya yang juga memegang minuman beralkohol.

  Bukan masalah minum-minumnya yang gadis itu permasalahkan, melainkan, mengapa harus berbohong? Bukankah selama ini ia tidak melarangnya sekalipun? Gadis itu mencoba bertanya pada kekasihnya secara baik-baik. Namun respon yang diterimanya malah makian dan dibilang asal menuduh.

Lalu sekarang ia duduk di pesisir pantai ini untuk menyejukkan pikiran sejenak dari kejenuhan yang dialaminya. Ingin menangis saja rasanya sudah kebas.

Ia bangkit dan berjalan lebih dekat menuju pantai sampai akhirnya air tersebut mencapai setinggi pinggang. Ombak tidak begitu besar namun cukup untuk membawa siapa saja sampai ke tengah laut bila tidak hati-hati. Gadis itu mengambangkan badannya di atas air. Ia mencoba bernafas setenang dan seteratur mungkin. Tanpa disadari, badannya terapung ke tengah dan semakin menjauh dari bibir pantai. Dirinya panik dan berusaha bangkit namun kakinya tidak dapat memijak dan merasakan pasir di bawahnya.

Gawat.

"TOLONGHMPH—"

"—AK—TOLONGHMH—"

Gadis itu berusaha sekuat mungkin berenang melawan ombak yang membawanya semakin jauh. Namun karena sudah digerogoti oleh rasa panik, berenang ke bibir pantai rasanya sulit sekali. Sampai akhirnya ada ombak cukup besar yang menerjang wajahnya.

Ia tak sadarkan diri.

***

PesisirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang