Author's POV
Diam.
Hanya itu yang sejak tadi Ayna lakukan. Otaknya kali ini sedang merancang banyak rencana.
Rencana untuk mendapatkan Alfi tentunya.
"Ay!" Seru seseorang.
"Eh iya?" Sahut Ayna kaget.
"Bengong aja lu dari tadi, mikirin hutang?" Tanya Alin yang kemudian duduk di samping Ayna.
"Enak aja mikirin hutang, gua ga pernah ngutang yah. Ga kaya lu yang banyak hutang sama bu kantin." Jawab Ayna sebal.
"Hehehe tau aja lu gua banyak hutang. BTW, lu kenapa sih dari tadi bengong?" Tanya Alin.
Ayna terdiam tanpa menjawab. Raut wajahnya pun berubah lesu.
"Ka Alfi lagi?" Tebak Alin.
Ayna tetap diam.
"Astaga Ay. Udah berapa tahun sih lu ngejar dia? Dia ga pernah nganggep lu Ay. Dari kita masih SMA sampe sekarang kulish aja lu masih tetep ngejar dia. Sadar Ay sadar." Ucap Alin.
"Tapi Lin, ga segampang itu. Meski dia ga nganggep gua, tapi dia ga pernah tuh nolak pemberian gua. Kalau gua sms dia jawab juga. Bahkan gua telpon buat nanya tentang matkul aja dia angkat." Ucap Ayna menggebu - gebu.
"Ay, dia ngelakuin itu ke semua adik tingkatnya asal lu tau. Bukan cuma lu doang. Jangan terlalu berharap." Ucap Alin mengingatkan.
"Ck, iya iya Lin." Balas Ayna yang malas berdebat.
"Gua ke kantin dulu deh. Butuh asupan gua." Ucap Ayna sambil berlalu meninggalkan Alin."Dasar keras kepala" Ucap Alin pelan.
Ayna pun berjalan ke kantin dengan santai. Dengan alunan musik yang menemani langkahnya, Ayna bersenandung ria sambil sesekali memejamkan matanya menikmati angin yang berhembus.
Brrraakkkk
Suara buku yang berjatuhan terdengar. Ayna pun terkejut dan membuka matanya lebar.
"Eh maaf ya. Aduh gua ga sengaja deh sumpah." Ucap Ayna dengan penuh rasa bersalah.
"Iya. Santai aja. Saya juga salah kok." Sahut orang itu.Ayna's POV
Deg
Suara ini kan?
Aku memberanikan diri menatap orang yang tidak sengaja ku tabrak tadi.
Saat aku mengangkat wajahku, rahang yang tegas dan tajam menyambut penglihatan ku. Disusul bibir merah yang tipis, serta lesung pipi yang manis. Hidung yang mancung itu pun tak lepas dari penglihatan ku. Hingga akhirnya, mata itu.Mata yang membuat ku terpana. Pupil hitam legam itu membuat ku tenggelam. Tenggelam dalam jurang tanpa dasar. Dengan alis yang tebal serta bulu mata lentik membuat ku semakin tenggelam di dalam tatapan nya.
Ini sudah kesekian kalinya aku menatap mata itu. Tapi tak tahu mengapa, perasaan yang kurasakan selalu sama.
Jantung yang berdegup kencang dengan aliran darah yang mengalir lebih deras ke seluruh tubuh. Membuat ku tak karuan.
Alfi.
Ya. Dia Alfi. Lelaki yang selama ini aku kejar dan idam - idamkan.
Kenapa aku harus menabraknya, astaga.
"Eh ka Alfi. Sekali lagi aku minta maaf ya." Ucap ku
"Hm. Udah saya bilang gapapa. Salah saya juga kok" Balasnya.Suaranya terdengar sangat merdu di telinga ku. Membuat degupan jantungku semakin kencang.
"Hmmm. Kalau gitu gimana kalau kakak aku traktir kopi di cafe depan? Sebagai permintaan maaf aku."
Author's POV
"Hmmm. Kalau gitu gimana kalau kakak aku traktir kopi di cafe depan? Sebagai permintaan maaf aku." Tawar Ayna.
"Tidak usah. Saya masih banyak kegiatan. Lagi pula simpan saja uangmu untuk keperluan yang lebih penting" Sahut Alfi.
Setelah itu Alfi pun berjalan melewati Ayna yang sejak tadi tersenyum sendiri.
"HUAAAAAA. SENANGNYA KETEMU + NGOBROL SAMA KA ALFI HARI INI. BUNDAAA, AYNA SENANG." Teriak Ayna seperti orang gila.
Padahal saat ini Ayna sedang berada di koridor yang tidak sedikit orang-orang sering lewati.
Mereka menatap Ayna bingung dan aneh.
"Ck pada sirik banget kayanya sama gua, karena bisa ngobrol sama ka Alfi." Kata Ayna berbicara sendiri.
"Kalo di inget - inget ini kaya pertemuan kedua gua sama ka Alfi waktu di Yogya deh." Ucap Ayna mengingat kejadian beberapa tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERDENTE
Teen Fiction" Maaf " ucap lelaki itu. " Tak apa, ini bukan salahmu " balas sang wanita dengan senyum kecutnya. " Sekali lagi maaf " ucap lelaki itu lagi. " Sudah kubilang ini bukan salahmu, tak perlu terus menerus meminta maaf. Hati ku yang saja yang terlalu ke...