Prolog (Part 2)

6 2 0
                                    

"Archard." Panggilnya lirih, mukanya tampak pucat. Apa mungkin Paps minum lagi kemarin malam?

Aku menoleh. "Ya…"

"Bagaimana pertandinganmu tadi? Kau tidak benar terlihat baik-baik saja. Apa kau sakit."

"Tidak… Aku hanya kelelahan kemarin. Mungkin karena latihan sampai jam 1 malam. Dan anehnya Aku lupa mengenakan piyama." Aku tersenyum kecil padanya, lalu kembali menatap keluar jendela mobil.

Paps masih saja memperdulikanku. Aku sudah bukan anak kecil. Perdulikan saja kesehatanmu. Bagaimanapun dia orangtuaku, dan orangtua pasti memerdulikan anaknya. Lebih dari dirinya, bukan?

"Jangan sampai lupa kesehatanmu. Itu lebih penting dari medali-medali berkilauan di sana. Kau sudah punya satu lemari penuh. Masih ingat?"

Aku tidak menjawabnya. Mobil itu kembali sunyi, hanya ada suara gemerincing dua buah gantungan kunci berbentuk dadu. Paps berdeham, Aku langsung melihatnya. Takut terjadi apa-apa. Dia terlihat sedang membetulkan posisi duduknya, hendak membicarakan sesuatu yang sangat penting.

"Aku dulu pernah bersekolah Di Prancis. Tepatnya di Bretagne. Kau pasti tahu, musim panas 2 tahun lalu kita kesana. Pantainya sangat indah bukan?" Paps tersenyum kecil. "Saint-malo. Aku pernah punya teman di sana. Namanya Adelina. Dia pernah menantangku memakan crêpes buatannya yang terkenal sangat pedas satu kampus. Saat Aku menggigitnya, rasanya seperti baterai 15 volt yang menyambar. Lalu, membakar lidahmu dengan api 500 derajat. Aku langsung megap-megap karena pedasnya. Menghabiskan beer sampai 2 botol. Itu belum cukup. Rasanya baru hilang setelah 2 jam. Dan selama itu Aku berlari ke sana kemari dengan lidah menjulur penuh air liur seperti anjing bulldog. Lucu sekali." Paps mengakhirinya dengan tertawa.

Aku bingung kenapa dia menceritakan ini semua? "Paps, aku tahu ini sangat lucu. Tapi kenapa ceritanya sekarang?" Jelas ini bukan saat yang tepat untuk bercerita tentang itu.

"Aku hanya ingin memberitahu tentang Adelina-dia pandai memasak dan sangat baik. Kau pasti suka dengannya."

Apa? Ujarku apa, apa.

Awalnya kukira itu hanya itu hanya sebagai topik pembicaraan. Mobil itu terlalu hening untuk dikendarai dua orang laki-laki. Dan cerita tentang crêpes pedas tadi hanyalah tameng Paps agar Aku tidak memperdulikan wajahnya yang pucat. Percuma saja, tidak ada gunanya. Selang beberapa detik hening, dia kembali bercerita. Cerita dan cerita. Aku rasa ini mulai membosankan. Biasanya Aku tidak pernah bosan dengan cerita Paps. Tapi hampir 30 menit dia terus bercerita tentang teman lamanya. Adelina-Adele nama yang kuberikan pada wanita itu. 2 kata yang diucap Paps dan selanjutnya Aku sudah tahu itu, pasti Adele-maksudku Adelina.

"Archard, kau harus pergi ke Prancis."

Paps mengerem Mobil mendadak, membuatku melompat dan hampir menabrak kaca depan. Lampu lalu lintas menunjukkan warna merah. Gantungan kunci dadu bergemericik beberapa kali. Aku melihat dadu bergemericik itu. French.

Apa?! Pergi ke Prancis? Sendirian? Yang benar saja?

"Sendirian?"

"Ya sendirian, mungkin Aku bisa menelfon Adelina. Jika, kau mau."

Adelina-wanita Prancis itu telah disebutnya hampir 25 kali. Ini yang ke-23. Seberapa pentingkah wanita itu sampai Paps menyebutnya hampir yang ke-25 kalinya hanya dalam satu hari saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

East Meet WestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang