Ruangan temaram dengan pencahayaan seadanya dari sinar bulan yang menembus jendela menjadi salah satu keseharian gadis berumur 22 tahun itu.
Dengan papan nama bertuliskan Eksecutive Director di meja berukuran dua kali setengah meter itu Lishia terduduk dengan tenang menghadapi setumpuk berkas di hadapannya.
Berkas yang menjadi makanan nya beberapa hari terakhir.
Lishi,panggilan akrab gadis itu melirik ke arah jam tangan bertuliskan Swiss army itu dengan mata yang mulai berair karena kelelahan.
01.00 ,bahkan sampai selarut ini dia belum bisa menyelesaikan pekerjaannya.
Dia menyerah.Merapikan berkas di hadapannya dan menumpuknya menjadi satu sebelum memasukannya kedalam laci menjadi pilihan terakhirnya.
Berjalan sendirian di lobi gelap berdinding kaca sudah biasa dia lalui.Karena inilah jalan yang dia pilih.
Memasuki sebuah mobil Mercedes,Lishi terlihat begitu memaksakan diri untuk tetap membuka matanya.
Sekitar 20 menit untuk sampai di pelataran rumah mewah itu.Tanpa harus turun dan membuka gerbang setinggi dua setengah meter itu,dengan sigap beberapa penjaga rumah berpakaian hitam mempersilahkan mobil Lishi untuk masuk.
Gadis itu langsung melenggang ke arah pantry untuk mengambil minuman dingin.Sebelum membuka outer nya sebelum suara itu menginterupsi.
"Pulang malam lagi Lishi?"tanya sang Mama melihat putrinya masih mengenakan kemejanya pagi tadi.
Lishi tersenyum dan mengangguk,sebelum mendekati sang Ibu dan mencium kedua pipinya.
"Good night,Mom,"ucap gadis itu sebelum naik ke lantai dua dimana kamarnya berada.
Pulang malam dan tak jarang melewatkan makan siang membuat kondisi tubuhnya tidak baik akhir-akhir ini.
Lelah tapi itu sebanding dengan kepercayaan yang diperolehnya dari banyak orang,terutama dari keluarganya sendiri.
**
"Lishi apa kau sudah bangun?"tanya sebuah suara dari balik pintu kayu bercat hitam itu.
"I'm woke up,Mom!"seru Lishi.
Jangankan pukul tujuh pagi,gadis itu bahkan bangun pukul 5 hanya untuk mengecek beberapa email yang baru saja masuk.
Dengan berbalut celana bahan dan kemeja abu-abu plus jas yang dia lipat hingga sikunya,Lishi siap untuk pergi ke New York untuk membicarakan pembangunan ZEnt Market yang baru disana.
"Aunty!"
Lishi sedikit terkejut saat tiba-tiba sebuah lengan memeluk kakinya.
"Hi Lea,"sapa Lishi yang kini berlutut di depan gadis berumur tujuh tahun itu.
"Where's your mom?"
"Mom sedang berbicara dengan grandma di bawah,"jawab gadis itu dengan aksen yang lucu membuat Lishi tak bisa berhenti tersenyum.
"Oke,ayo temui your mom!"seru Lishi riang sambil menggendong anak berkucir kuda itu.
"Lishi mau kemana kau sepagi ini?"tanya Alesha begitu melihat anaknya turun di gendongan tantenya yang berpakaian begitu rapi.
"Aku harus ke New York sekarang,aku ada sedikit pekerjaan disana,"ujar gadis itu sebelum meminum teh herbalnya di atas meja.
Alesha menatap adiknya itu tak percaya."Di hari Minggu?"
Lishi hanya mengangguk sebelum mencium kedua pipi Mamanya,kemudian Alesha dan Lea secara bergantian.
"Akan aku usahakan pulang sebelum besok malam."
Gadis itu lalu melenggang melewati pintu besar itu sebelum menghilang.
"Kurasa dia benar-benar penggila kerja Mom,bagaimana dia bisa mencari pengganti Rayn jika dia terus seperti ini,"protes Alesha.
Fany hanya bisa diam menyesap teh di hadapannya.Dia juga tak ingin melihat putrinya bekerja sekeras itu,tapi itu adalah keputusan Lishi dan dia tak bisa berbuat apa-apa.
❄️❄️❄️
New Stories have been published 🎉
Terimakasih sudah mampir membaca 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Tell Me Why
General FictionKenapa? Terkadang lebih baik diam daripada bertanya kenapa. Karena jawaban di belakangnya mungkin lebih menyakitkan dari pada dianggap bodoh dan bersikap tidak memahami apa yang terjadi sesungguhnya. ❄️❄️❄️ SYZA