Bagian 7: Dead-end

27 4 0
                                    


Sebelum dimulainya kisah ini, jauh-jauh waktu sebelumnya, ketika orang tua Jason masih duduk dibangku kuliah. Jonathan, ayah kandung Jason, adalah salah satu mahasiswa paling cerdas yang ada di fakultasnya, namun dia juga orang yang sering membuat onar. Dirinya sangat terkenal karena sering tawuran dengan kampus lain. Di sampingnya selalu ada seorang sahabat yang menjadi tangan kanannya.

Mereka berdua sudah kenal semenjak zaman SMA sehingga tau tabiat masing-masing. Kemanapun perginya mereka selalu bersama. Bahkan bolospun terus bersama. Oleh karena itu hubungan persaudaraan melalui ikatan mulai muncul. Mungkin mereka memang ditakdirkan untuk menjadi sahabat.

Suatu hari, ketika mereka sedang berangan-angan soal masa depan, tak sengaja suatu pikiran aneh datang bersama dengan tiupan angin.

"Bagaimana kalau kita suatu hari nanti kita jodohkan anak-anak kita, Frans?" tanya Jonathan.

"Ide bagus. Kalau aku punya putri dan kau punya putra, bisalah kita jodohkan mereka." Jawab Francis.

Semenjak hari inilah kutukan bagi Jason dimulai. Seberapa keras dia berusaha mendekati perempuan, nasibnya hanya akan berakhir dalam perjodohan. Kadang nasib memang sesadis itu, tak memberi kesempatan pada manusia untuk memilih jalannya.

Namun bukan Jason namanya kalau tidak keras kepala. Meskipun Shania sudah pasrah melepaskan hubungan mereka yang tidak akan berjalan lancar, dia tetap berusaha melawan takdir. Baginya tidak ada yang tidak mungkin selama darahnya masih mengalir.

Sudah cukup lama Shania menghindar darinya. Dia merasa hidup ini tak ada gunanya tanpa adanya senyuman dari orang yang sangat dia cintai. Sejak awal Shania menghindar darinya, dia jatuh ke dalam dunia gelap yang membuatnya sedikit melupakan rasa sakit itu. Namun tidak mudah baginya untuk benar-benar melupakan Shania. Setiap saat pikirannya melayang, yang dilihatnya justru senyuman Shania yang selalu menghantui dirinya.

Setiap hari dia coba menemui perempuan yang dia puja, namun yang didapat hanya sebuah rasa hampa. Tiada sapaan dari Shania, bahkan lirikan matapun tak ada. Semua usahanya kembali lagi seperti disaat awal-awal dia mencoba mendekati Shania. Sang Ratu Judes kembali menjadi dirinya lagi.

Isu-isu miring mulai berhembus dan mendarat di telinga Jason. Kabar burung berkata bahwa Shania juga mulai dekat dengan orang lain. Memang Jason merasa sakit hati ketika mendengar kabar tersebut, tapi dia juga sadar kalau hubungan mereka memang sudah berakhir. Semakin keras dia mencoba mendekat, Shania semakin memukulnya mundur. Memang menyakitkan berusaha untuk orang yang salah.

Hari ini, kebetulan dan tidak sengaja Jason melihat Shania sedang berjalan sendirian di taman. Hanya ada dia sendiri, tanpa teman-temannya. Jason yang sedang meratapi nasib kembali kepikiran untuk merubah nasibnya sekali lagi. Seperti biasa, Shania selalu membeli es krim lalu duduk dibangku yang biasanya dia duduki bersama Jason. Jason mendekat secara perlahan.

"Halo!" sapanya.

"Hai!"

"Boleh aku gabung?"

Shania yang baru saja membuka es krim langsung berhenti dan langsung berdiri.

"Maaf, aku harus pulang..." pamitnya tanpa seinchi senyuman.

Jason menghentikannya, "Sampai kapan kamu akan terus seperti ini, Shan?"

Shania diam dan menunduk.

"Sampai kapan kamu akan menganggapku orang asing?"

Masih belum ada jawaban yang diutarakan oleh si Ratu Judes.

Jasonpun duduk, sedangkan Shania masih berdiri dihadapannya. Dia tidak pergi dan juga tidak ikut duduk.

"Sakit tau Shan, dicuekin sama orang yang aku sayang..." mulailah Jason mengungkapkan apa yang dirasakannya.

"Semenjak kamu diemin aku, hidupku kacau." "Dan juga ketika kabar kalau kamu mulai deket sama cowok lain menyebar, aku merasa hancur sehancur hancurnya." Senyuman itu mulai muncul di wajah jason.

"Aku menikmati setiap rasa sakit dalam hatiku setiap kali kamu acuh ke aku." "Aku tidak ingin jatuh, tapi waktu kamu benar-benar jauh dariku, keseimbanganku hilang."

"Tolong jelasin ke aku, Shan, kenapa kamu menghindar dari aku...?"

Shania berbalik, dia nampak melepas sebuah kalung yang melingkar di lehernya. Jason tahu itu pertanda buruk.

"Maafin aku, Jass..." "Tapi sepertinya sudah gak ada lagi harapan untuk kita bersatu lagi..." ujarnya sambil mengembalikan kalung itu.

Kalung itu adalah satu-satunya pemberian dari Jason yang digunakan oleh Shania kemanapun dia pergi. Hanya kalung itulah yang mampu Jason persembahkan menggunakan uang hasil kerjanya sendiri, dan Shania sangat menghargainya. Itu adalah simbol bahwa mereka saling terikat, dan membawa hati dari masing-masing.

Namun di malam ini, semua itu berakhir. Shania benar-benar memutuskan untuk menjauh dari kehidupan Jason. Untuk selamanya mungkin. Jason berdiri, lalu mereka berdua saling berhadapan. Shania tak mampu menatap mata lelaki dihadapannya. Terlalu menyedihkan untuk bisa menatap orang yang dicintainya ketika mereka harus berpisah.

Jason menangkup wajah Shania, sehingga mereka saling berhadapan. Dilihatnya seorang perempuan yang sedang berusaha menyembunyikan kesedihan dalam hatinya.

"Kalo itu yang kamu inginkan..." sebuah belaian pada rambut indah Shania, "... aku harus menghormatinya..."

Shania merasa hatinya hancur mendengar perkataan Jason barusan. Air matanya langsung turun tanpa diminta, bersamaan dengan hati yang hancur. Di saat yang bersamaan, Jason mengecup keningnya untuk yang terakhir kalinya. Shania hanya bisa diam dan menangisi keputusannya.

"Selamat tinggal, Shan..." "Semoga kamu bahagia..." untuk terakhir kalinya Jason memberikan belaian kepada Shania.

Diapun melangkah pergi, meninggalkan Shania yang masih hanya diam dan menangis.


*POV SHANIA*

Kenapa aku begitu ceroboh dalam mengambil keputusan?

Kenapa aku memilih untuk melepaskan Jason?

Kenapa aku harus melepasnya padahal aku sangat mencintainya?

Sebenarnya aku ini kenapa? Aku sudah membuat pilihan, namun mengapa aku menyesalinya?

Padahal dalam hatiku aku sudah yakin untuk mengakhiri hubungan kami. Aku kira aku sudah bisa melepaskannya secara utuh. Namun mengapa air mata ini harus jatuh disaat seperti ini...

Aku masih menginginkan Jason berada disisiku. Aku masih ingin dia bersama denganku. Aku ingin Jason menjadi satu-satunya orang yang selalu ada disisiku...

Harusnya aku memanggilnya, agar dia kembali padaku. Namun disaat seperti ini malah suaraku tak bisa keluar... JASON!! JASON!! JASOOON!!! Ingin sekali kuteriakkan namanya agar dia kembali padaku, namun rasa sesak dihati membuat lidahku mati.

Aku hanya bisa melihatnya pergi.


--bersambung--

HAND OF FATEWhere stories live. Discover now