Satu

65 2 31
                                    


Selamat membaca~

.

Tok... tok... tok...

"Mbak, lagi ngapain sih? udah di tunggu loh dari tadi." Suara gedoran dari anak laki-laki di luar kamar merusak konsentrasiku, yang sedang berdandan sambil duduk di lantai dengan cermin berada digenggamanku. Rupanya anak laki-laki itu kembali mengetuk pintu kamar sekali lagi, hingga membuatku yang sedang memoles lipstick sampai keluar jalur, tidak banyak sih namun tetap saja perlu di rapihkan. Dengan amat terpaksa acara dandan ku tunda, sebentar kemudian beralih menuju pintu dahulu dan membukanya.

Aku membuka menggunakan tangan kanan karena tangan kiri memegang lipstick. "Gue belum kelar dandan tahu," ucapku pada anak laki-laki yang berdiri di depan pintu. Dia adik laki-lakiku.

"Kak Dhesy sama bang Lona udah di depan, lu tuh kalau dandan emang lama banget. Udah sana buruan sebelum gue panggilin Mom...." Aku otomatis melotot kearahnya, jangan sampai deh Mommy yang nyamperin.

"Iyaa iyaa, gue ambil tas dulu jadi Mom ngga perlu ke sini." Anak laki-laki itu tersenyum dan meninggalkanku.

Aku segera masuk kembali ke kamar, memasukkan peralatan make up ke dalam pouch berwarna ungu dan memasukkan ke dalam sling bag yang akan ku gunakan. Merasa tidak ada yang tertinggal aku mengendong ransel dan menenteng sling bag lekas keluar serta menutup pintu kamar menuju ruang tamu. Dhesy dan Lona sudah menunggu sedari tadi, mungkin mereka berdua akan protes padaku.

Dhesy dan Lona merupakan teman serta sahabat bagiku, kami berkenalan sejak mengikuti salah satu UKM atau Unit Kegiatan Mahasiswa kalau di sekolah menengah biasa disebut ekstrakulikuler. Pada tahun pertama kuliah pasti banyak mahasiswa yang gemar mengikuti kegiatan-kegiatan dikampus tak kecuali kami, kami termasuk kedalamnya dan hampir semua kegiatan yang diadakan oleh UKM atau universitas kami selalu ikut.

Seiring kedekatan kami bertiga Lona membuat grup bernama The Secret entah kenapa namanya bisa begitu Dhesy pernah menanyakan mengapa namanya itu dan katanya karena kita menyimpan banyak rahasia bahkan rahasia orang lainpun juga ada. Yaampun kami memang suka menggibahkan orang.

Kedua temanku menatapku aku tersenyum lebar mendekati keduanya, aku memeluk Dhesy. "Dedes, ku kangen." Dhesy sebenarnya tidak suka dipeluk tapi ini pertemuan kami setelah lama tidak bertemu saat dia mulai berontak ku eratkan sedikit kemudian melepaskannya.

Lona menggelengkan kepalanya, "Puteri Keraton lama bener dandannya, timbang bedakan sama lipstick-an," sindirnya. "Iri saja jadi orang," balasku.

"Sumpah, lu bikin gue merinding, Al," katanya membuatku tertawa.

"Emak gue dimana dah?" tanyaku pada mereka.

"Yang punya emak siapa sih sebenarnya, masa nanya sama kita," kata Dhesy malas.

"Emak lu didepan, buruan lah keburu macet," desaknya.

"Kaga sabaran amat yak, Des," bisikku pada perempuan berkacamata itu.

"Elunya yang lama dodol," kata Dhesy.

.

Aku menghampiri Mommy yang sedang memberi makan ikan di kolam hewan beringsan itu berebut memakan pelet yang diberikan Mom.

"Mom... kita berangkat dulu yaa." Kedua temanku ikut mencium tangan Mom.

"Iya hati-hati di jalan ngga usah ngebut-ngebut nyetirnya," nasehat Mommy.

Aku memeluk Mom mencium kedua pipinya. "Assalaamuala'laikum Mom/Tante." Lona membantu memasukkan ranselku ke bagasi mobil.

"Waalaikumussalam." Aku melambaikan tangan pada Mom.

.

.

.

Benar saja liburan menjelang akhir pekan begini pasti banyak yang bepergian entah bersama keluarga, teman atau bahkan pasangan buktinya banyak kendaraan yang ikut memenuhi jalan toll. Ramai sekali.

Sepanjang perjalanan Dhesy banyak memutar lagu berbahasa jawa, kami sampai menyanyikan bersama bahkan Lona juga ikut, jangan salah walaupun pria itu bersuku batak namun bisa berbahasa jawa mungkin terlalu lama berkawan dengan kami berdua. Terkadang juga Lona memutar lagu kesukaannya, aku juga Dhesy tidak keberatan sama sekali meski banyak lagu yang tidak aku tahu.

"Eh Lon, bisa cari rest area ngga?" Dhesy menengok kearahku sedangkan Lona melihatku dari kaca yang berada ditengah. "Mau ngapain?" tanyanya.

"Gue kebelet, kalau ada rest area berhenti," kataku.

"Ish, kebiasaan!"

.

.

.

Setelah makan malam di rumah sepupu Dhesy yaitu mbak Ira kami menuju alun-alun Klaten bersama dengan mbak Ira tentunya. Ya, kami liburan di Klaten tempat kelahiran Dhesy sudah lama kami ingin berlibur kesini namun karena kesibukan dan hari libur yang berbeda-beda tidak pernah terwujud.

Kami sampai di Kota Klaten saat maghrib dan sepakat untuk bermalam di rumah bude Nina kakak dari ibunya Dhesy, biar hemat ongkos. Bonusnya uang yang dialokasikan untuk penginapan dapat digunakan membeli oleh-oleh. Hehehe.

Setelah memarkirkan kendaraan kami turun melihat apa saja yang dijajakan oleh para pedagang, ternyata mulai dari beberapa camilan, aneka minuman, tas, macam bentuk sandal, warna-warni gelang, bahkan berbagai motif seprei juga ada.

Kata mbak Ira di alun-alun ini terdapat penjual cilok yang enak makanya Dhesy sangat semangat mencari penjual yang dimaksud oleh sepupunya itu. "Nah itu, tapi ramai Des. Ngga apa-apa?" ucap mbak Ira seraya menunjuk gerobak cilok yang ramai pembeli. "Ayo antre biar ngga kehabisan," Dhesy mengambil langkah cepat, kami hanya mengikuti perempuan berkacamata itu.

Aku menarik kaos yang dipakai Lona, "Gue mau beli minuman dulu." Pria itu mengangguk. Berjalan tidak jauh dari penjual cilok aku menghampiri penjual minuman, "Pak, es jeruk perasnya satu ya," kataku. "Baik Mbak," jawab bapak penjual itu. Saat melihat sekeliling mencari sesuatu yang menarik, pandanganku jatuh pada seorang gadis kecil kira-kira umur tiga tahun yang terlihat kebingungan.

"Mbak, ini es nya." Teguran bapak penjual itu mengalihkan pandanganku sejenak, "Berapa Pak?"

"Lima ribu Mbak." Memberikan uang pas pada bapak tersebut, kemudian aku menghampiri gadis kecil tersebut.

Aku mensejajarkan tinggi dengan anak kecil itu sambil tersenyum aku menyapanya, "Hai adik kecil, kamu sama siapa kesini? Kenalin nama kakak, Alana."

Anak kecil itu menatap sedikit takut, "Sama om, Kak," jawabnya ragu-ragu.

"Om nya kemana sayang?" tanyaku. Anak kecil itu menggeleng sebagai jawaban. Duh om nya gimana sih main tinggal anak kecil di tempat ramai begini.

Aku tetap tersenyum berusaha meyakinkan, rupanya anak kecil itu sangat berhati-hati dengan orang asing. "Kita cari bareng om-nya gimana?" Anak kecil itu mengangguk. Dengan senang hati aku menggandeng tangan mungil itu di tangan kiri sedangkan kanan memegang es, kami berjalan sembari mencari paman yang disebut anak kecil tersebut. Seseorang memanggil membuat langkah kami berhenti dan menengok ke belakang.

"Om..." pekik gadis kecil itu. Aku masih menggenggam tangan mungil itu, "Itu om-nya?" gadis kecil itu mengangguk dan melepaskan pegangannya kemudian berlari menghampiri pamannya itu.

Pria yang dipanggil paman itu sedikit bercengkrama dengan keponakannya kemudian menatapku, pria itu menundukkan kepala sebagai ucapan terima kasih begitupun denganku segera membalasnya.

"Oke, harus cepat balik ke tempat tadi," ucapku pada diri sendiri. Baru saja membalikkan tubuh suara kencang Lona terdengar, "Alana!"

Duh, mati aku.

Terima kasih sudah membaca, vote dan comment dipersilahkan :)

#Thespiritofwriting01

Seikacang

With LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang