10

117 16 3
                                    

Tik, tok, tik, tok!

Astaga, jam sialan itu!

Aku terbangun dengan kesal dan berkeringat. Berlanjut memekik sakit, karena suatu serangan tiba-tiba pada pergelangan tangan. "Asshh, sakit!"

"Hei, sudah bangun?" Seseorang mendekat, lalu memeriksa pergelangan tanganku. "Waduh, infusnya lepas. Makanya, jangan grusa-grusu jadi orang."

Jihoon ...

Tidak apa, otakku tidak apa. Hanya, mengapa bunyi detak jantungku bisa terdengar sampai telinga?

Aku gemetar. "Ka-kamu di sini?"

Jihoon tersenyum, wajah cerah dengan pipi atasnya yang hampir meletus sudah kembali. Tidak seperti yang lalu, saat pipi gembul itu berpindah ke bawah karena menangis.

"Iya. Kan, kamu sendiri yang bilang aku tidak boleh pergi."

Kepalaku tertular ketombe Jihoon, jadi aku menggaruk-garuk seperti monyet. "Aku tidak ingat, tuh?"

"Tidak masalah. Yang penting omonganmu sudah terekam di sini." Jihoon menunjuk-nunjuk kepalanya. "Jadi ... kuanggap aku sudah mendapat izin untuk menjagamu dengan ukuran porsiku."

Sejak kapan aku gugup berada di dekat Jihoon?

"P-porsimu?"

Si pipi gembul mengangguk. "Ya. Kamu tahu, porsi makanku sangat banyak. Jadi, di sampingmu setengah hari saja belum memadai porsiku. Aku mau menjagamu selama 24 jam."

Napasku tertahan, namun ada hal lain yang tidak bisa ditahan.

Dduuuttt~

Aku menyengir. "Yah, kentut. Maaf, keceplosan."

Jihoon terkekeh, makin mendekat. Diselipkannya helaian rambutku ke belakang telinga. "Gemas sekali aku sama kamu."

Pergelangan tanganku yang berdarah sedikit ia kecup-oh, TUHAN! Aku tidak tahu ia melakukan apa.
"Sudah kubilang, apa pun keputusan yang kamu ambil, aku terima. Tapi, kamu mengambil keputusan yang paling tepat. Kamu memilih terbang bersamaku, daripada menyelam sendirian. Walaupun sama-sama melihat biru, aku tidak yakin kamu bisa bertahan sendirian, di mana aku tidak selalu bisa menjangkaumu."

"Jihoon ...."

Jihoon mengarahkan telapak tanganku untuk menangkup pipinya yang kian merona. "Aku selalu mengizinkanmu untuk menyentuhku, memarahiku, atau apapun itu ...

"Jadi, biarkan aku masuk ke hidupmu, bukan sebagai pembunuh yang menimbun dosa, tapi sebagai orang baru yang mencoba bahagia denganmu. Aku tanya sekali lagi, mau bahagia denganku? Boleh aku membahagiakanmu? Hmm-

-MAY I ...?"

Aku tidak dapat lagi menahan tangis, kuraih pundak lebarnya, menyerahkan ragaku pada Jihoon.

Aku mau memercayainya.

"Ya, Jihoon."

Jihoon membalas, kembali merengkuhku untuk yang kedua kali. Lalu, ia membisiki kalimat lain. "Ikhlaskan Woojin, dan aku minta maaf. Aku mohon, jangan khianati hatimu lagi."

Aku mengangguk sesenggukan.

Diusapnya punggungku, menyalurkan perasaan hangat. Jihoon berucap lagi. "Kuserahkan seluruh hati dan perasaanku untukmu. That's mean, I want to give you all the happiness of the world."

Apapun pilihanmu, kebahagiaan menanti di ujung. Hanya biarkan hati dan logikamu berbicara. Jangan lebihkan salah satunya, pertimbangkan keduanya.

Believe, and wish ....

Someone will visit you with his calming blue gaze.

_____________
E N D .
 ̄ ̄ ̄

 ̄ ̄ ̄

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A.N. [pleaseu dibaca sekalian]

Finally, dengan brengseknya aku merampungkan ini, padahal work awal terbengkalai.

●︿●

Cerita ini dibuat kurang dari 24 jam, dan kalau masih acak-acakan, maafkan.

Aku tau, banyak hal yang nggak masuk akal di cerita ini, jadi maafkan. Aku cuma mau menuruti hati (╥﹏╥)

●︿●

Kalau endingnya kurang memuaskan dan kurang ngena, maafkan lagi.

Pokoknya, mau cerita ini berkesan di kalian atau enggak, aku mau bilang makasih udah baca.

Oiya, aku sayang dia kwkwk iztruee00

Dadagh, aku mau kabuuuur~ 🌫

m a y  i ?  [一park jihoon  ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang