pergilah, namun jangan pernah kembali saat kamu merasa pergimu itu menyesalkan.
...
Senja sore hari sudah mulai menemani keindahan kamar milik gadis cantik yang kini tengah duduk di kursi yang tidak jauh dari jendela kamarnya. Gadis itu menikmati senja ditemani dengan secangkir susu hangat dan buku notes ungu miliknya. Membuka lembar demi lembaran dan membaca beberapa tulisan tangannya saat ia masih duduk di sekolah menengah atasnya. Tulisan yang ia tulis rapih di atas kertas putih yang sediki kusam. Gadis itu membaca baris demi baris kalimat yang terukir rapih di atas notesnya.
Sesekali ia tersenyum, sesekali ia merasa bingung dengan tulisannya sendiri. Sungguh, sudah lama sejak masuk kuliah, Aurora jarang sekali menulis rangkaian kalimat indah di notesnya ini. Dan sesekali Aurora mengingat lagi kejadian apa yang terjadi ketika ia menulis semua tulisannya ini. Kembali mengenang bagaimana kehidupan sekolahnya terlampaui meninggalkan banyak memori indah yang tak terlupakan.
"Ra, Ra, lo kenapa bisa nulis ini, sih?" Gadis itu tertawa sendiri. Membaca kata demi kata yang tertera di notesnya. Padahal ia sendiri yang menulisnya, namun ia juga yang menertawai tulisannya sendiri.
Aurora melanjutkan sesi membaca notesnya, bernostalgia indah bersama masa sekolahnya. Jujur saja, Aurora tak pernah bosan mengingat bagaimana indahnya masa sekolahnya. Memori otaknya tak pernah menolak ketika ia sedang ingin bernostalgia dengan kenangan-kenangan semasa sekolahnya dulu. Aurora sangat merindukan suasana sekolah.
Sampai akhirnya gadis itu terdiam, dan menemukan suatu bacaan yang tidak terlalu panjang tertulis di satu lembar notesnya. Sepertinya itu adalah tulisan yang Aurora tulis kembali. Sepotong kalimat yang ditulis seseorang untuk dirinya. Sehingga Aurora tulis kembali di dalam notesnya agar Aurora mudah mengingatnya. Hanya sepotong kalimat, dan Aurora berusaha mengingat beberapa kalimat sebelumnya.
Aurora membacanya perlahan, seraya mengingat apa yang terjadi kala itu. Gadis itu tersenyum, manis sekali.
Tetap ingat, aku dan kamu adalah kita. Sampai kapan pun.
Sepotong kalimat yang sukses membuat senyum Aurora merekah. Eye smile miliknya pun berbinar indah bagi yang melihatnya. Lalu ia membaca penggalan kata terakhir yang letaknya sedikit dibawah dari kalimat yang tadi.
Disana tertulis, Alvaro.
Lagi-lagi senyum Aurora meluber, entah mengapa ia rindu masa-masa sekolahnya bersama lelaki tampan itu.
Tok..tok..tok...
Aurora mendengar suara ketukan yang berasal dari pintu kamarnya. Gadis itu menoleh kearah pintu, dan sedikit berteriak untuk menyahutnya.
"Kenapa?" tanyanya.
"Bukain dulu pintunya," suara cowok yang tiap hari selalu menemani harinya terdengar di telinga Aurora. Gadis itu terkekeh kecil, ketika mendengar suaranya. "Iya buka aja, No." lanjut Aurora.
Akhirnya cowok itu membuka pintu kamar Aurora. Cowok itu adalah Vino, yang tidak pernah absen untuk menemani keseharian Aurora. Cowok yang tak pernah lelah untuk menemani gadis itu pergi kemana saja. Sampai saat ini, Vino masih tetap menjaga Aurora dengan gaya khas over protektif miliknya.
"Kenapa, No?"
Gadis itu langsung menutup notes yang tengah ia baca. Ia letakan di atas meja belajar miliknya yang posisinya tak jauh dari posisi dimana ia bersantai sejak tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Alvaro Aurora 2
Teen FictionSaat luka itu perlahan tertutup seutuhnya dibawa waktu. Bahkan ikut tertimbun bersamaan dengan rasa kecewa. Lantas mengapa kamu seolah ingin membasahi luka itu lagi? Sequel of Alvaro Aurora © Faradillazh