Suara anak kecil mengerang terus saja terdengar, berpadu dengan suara Iqomat Magrib. Kadang disapu oleh angin kadang terdengar nyaring berdengung. Suripto berhenti berjinjit, ia menoleh kearah rumah Utami dan nampak senang mendengar suara anaknya. Tersenyum dan mengeluarkan air liur disela-sela giginya.
Pak Sugik masih berdiri terpaku, tangannya menggapai-gapai tunggul pohon tapi sia-sia, ia tak mampu menjangkaunya. Matanya yang berair berkedip-kedip menatap sosok yang ada dihadapannya. Musnah sudah tekad Pak Sugik untuk melakukan hal apapun untuk mencegah Suripto dari ancaman terbongkarnya rahasia besar. Nyatanya, ia tak punya nyali ketika berhadapan langsung dengan yang bersangkutan.
Suripto terus mendekati Pak Sugik
"Kenapa Sughiik...Kenaphaa"
"Ma, maaf Rip, akang minta maaf" ujar Pak Sugik memelas. Suaranya tercekat. Ia merasa akan pingsan karena takut yang tak tertahankan. Kakinya makin gemetar dan lemas.
"Akang khilaf Rip, tak sengaja. Suer" kata Pak Sugik hampir tak terdengar. Badannya kini turun naik mau ambruk, lututnya tak kuasa menahan ngeri lebih lama lagi. Ia memejamkan mata, pasrah
Tiba-tiba selangkangannya terasa geli, badan Pak Sugik bergetar sedikit lalu serrrrr...serrrrr...celananya basah. Suripto melotot
"What! Khamu ngomphol Sughiik??" hidung Suripto kembang kempis. "Very baaad!!" Sebagai hantu, Suripto tak suka aroma ikan asin yang tercium dari air kencing Pak Sugik, apalagi Pak Sugik adalah penggemar telor bebek rebus, makin dahsyat aromanya. Ia mundur beberapa langkah, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Therlalu kau Sughiik, sungguh therlaluu" Suripto mengibas-ngibaskan tangannya didepan hidung
Pak Sugik bergeming, ia terduduk ditanah bersandar pada tunggul Akasia, matanya merem melek dan mulai hilang kesadaran
"Utami, jangan sentuh Utami lagi. Pulanglah ke alam mu" Kata Pak Sugik parau, bersamaan dengan itu kepalanya lunglai dan ia tak ingat apa-apa lagi.
Suripto memandangi tubuh Pak Sugik yang tak berdaya, ini adalah waktu yang sempurna untuk melampiaskan amarah. Suripto membuka mulutnya lebar-lebar dan membuka tangannya, siap untuk mengabisi orang yang menghancurkan hidupnya. Tapi begitu Suripto melangkah maju ia segera mundur lagi, aroma tak sedap sangat menyengat dihidung seorang hantu. Maju mundur Suripto dibuatnya.
"Ya elah Sughik, Sughik...Phake acara ngompol segala!" Suripto mengumpat. Untuk kedua kalinya ia gagal mengeksekusi. Perlahan ia berjalan mundur, drap..drap...drap... badannya bergoyang kekiri dan kekanan karena tertiup angin. Makin dekat dengan rumah Utami tubuh Suripto makin kabur, tepat di depan pintu tubuhnya lenyap. Hanya terlihat asap putih naik keatas, gone with the wind.
Suara erangan pun langsung berhenti, suasana kembali sunyi.
(Dari balik dinding pos kamling seberang rumah Utami, dua pasang mata mengawasi)
Di dalam rumah,Bu Inah terduduk lemas dilantai. Melalui retakkan dinding kayu rumahnya ia menyaksikan setiap detik kejadian barusan antara Suripto dan Pak Sugik. Matanya sembab, tangannya berulang kali mengelus dada. Sedikit demi sedikit Bu Inah mulai mengerti apa yang sedang terjadi dan tau siapa Suripto sebenarnya. Suripto kini berbeda dengan Suripto yang dulu.
Bu Inah tak punya gambaran bagaimana cara memberitahu Utami tentang siapa suami dan anaknya itu. Tak sampai hati ia untuk mengucapkan kalau Suripto dan anaknya adalah seorang hantu dan keturunan hantu. Bu Inah bergidik ngeri sambil terus mengelus dada, mulutnya tak berhenti berdzikir untuk menenangkan diri
"Subhanallah, Subhanallah, Allahuakbar"
Ia merasa tak ada yang salah dengan Suripto. Orangnya baik dan bertanggung jawab dengan keluarga. Segala perkerjaan pernah dilakoninya untuk membiayai hidup Utami dan dirinya. Tukang gali kubur, jualan sosis bakar, ternak burung puyuh, peracik petasan hingga terakhir Suripto memutuskan untuk menjadi seorang TKI di Singapura. Bu Inah tak paham apa pekerjaan Suripto di sana, ia hanya tahu Suripto rutin mengirim uang tiap bulan. Tak ada masalah, semua berjalan dan mengalir seperti sungai kecil. Sandang pangan papan semua terpenuhi dengan baik. Sampai akhirnya suatu hari, Bu Inah mendapati Utami menangis dikamar. Badannya tertelungkup dikasur, tangan Utami meremas-remas ujung bantal dengan gemas dan sedu sedan yang memilukan. Setelah didesak, ternyata Utami mendapat kabar kalau Suripto kawin lagi diperantauan dengan seorang gadis asal India. Hati Utami hancur berkeping-keping, ia tak mau dimadu, tak ada kata maaf untuk Suripto! Dan Utami sangat berterima kasih pada Pak Sugik karena telah memberikan informasi penting walau menyakitkan , agar jangan sampai ia terus menerus terperosok dalam lubang lebah yang sangat tidak nyaman. Pak Sugik sumringah dan menyatakan membuka tangan lebar lebar untuk membantu permasalahan Utami.
![](https://img.wattpad.com/cover/193965014-288-k722248.jpg)