Pemuda itu berkedip pelan. Menikmati pemandangan yang sebetulnya tak enak pula dipandang mata. Lampu dengan warna-warna mencolok berputar, mengisi ruangan dengan ramainya. Semerbak alkohol melewati hidung, seakan menolak bau lain untuk mendominasi. Di tangannya, gelas tipis berisi cairan merah pekat diapit di antara jari tengah dan telunjuk, bergoyang pelan seiring gerakan pemiliknya.
"Kenapa lesu begitu, jimin?"
Sosok bertubuh tinggi dengan celemek khas bartender menghampiri. Senyum kecil—seringai lebih tepatnya— tanpa sungkan bertengger di wajahnya. Yang bersurai biru berdecak pelan, meletakkan segelas martini ke atas meja.
"Tak perlu berpura-pura polos, tuan kim."
Kim hae joon—bartender itu— tertawa kecil. Melirik sekitar untuk memastikan belum ada pelanggan lagi, ia menarik kursi dan duduk di bagian dalam pantry, berhadapan dengan jimin.
"Sudah kubilang, saatnya kau mencoba dengan lelaki, mungkin kau bisa—AKH!"
Pukulan di kepala menghentikan kalimatnya. Hae Joon meringis, ia memandang kesal kearah jimin yang balik menatapnya geram.
"Kan sudah kubilang—"
"Aku tak akan mencoba seks dengan laki-laki."
Jimin menyeringai puas.
"Nah, kau bahkan sudah hafal di luar kepala."
Hae Joon merotasikan bola matanya kelewat kesal. Tapi sedetik kemudian ia tersenyum seakan mendapat ide. Namja bertubuh jangkung itu mencondongkan tubuhnya ke arah si mungil. Berbisik pelan di samping telinga Sang idol.
Dahi Jimin berkerut kecil. Namun entah mengapa ia mengangguk, menyetujui ucapan Hae Joon.
"Berharaplah ini berhasil kim, kalau tidak, kupastikan kepalamu terpenggal sebelum kau sempat mencicipi keperawanan seorang gadis."
.
.
.
.
.
Jimin menggigit bibirnya. Peluh mulai menuruni dahi. Serius, ia sama sekali tak ingin mengeluarkan suara, karena ia tahu seberapa besar resikonya. Rambut blue sky miliknya mulai lepek terkena keringat. Tubuhnya tertekuk 90 derajat. Bagian atasnya bertumpu pada papan berlapis matras tipis dengan bantal kecil di sana. Sedang bagian bawah—pinggul kebawah— melewati papan dengan lubang. Apabila ada orang yang berada di ruangan di bagian lain berbatas papan itu, ia hanya bisa melihat bagian tubuh Jimin dari pinggul sampai kaki."Hmh—"
Pantatnya diusap pelan. Diremas gemas, kemudian ditampar kecil. Hanya seperti itu sampai beberapa saat, namun entah kenapa terasa begitu panas. Tangan besar seseorang disana merambat kebawah. Mengusap kecil kedua bolanya. Meremas sebelum memijit kelewat nikmat.
"Akh!—mphm"
Dengan terburu jimin membekap mulutnya. Pijitan intens di bola menggantung gemuk itu membuat tubuh Jimin kelojotan. Tanpa sadar kedua kakinya terbuka lebar, sesekali mencondongkan pantatnya ke arah lelaki di seberang sana. Napas nya tersedak, ia tak paham mengapa bisa menjadi sangat submissive sekarang ini.
Jemari panjang bertelapak lebar menggenggam penisnya. Mengelus pelan tanpa ada niatan meremas. Sampai di bagian ujung, penis pendeknya diusap lembut. Bagian kepala sangat sensitive, semua pria tahu itu. Mungkin karena itu lelaki ini sangat paham. Kuncupnya dielus, sesekali diberi tekanan enak di bagian lubang kecil.
"Ng—hh ooh.."
Kekehan kecil ditangkap telinganya. Kedua belah kenyalnya dipisahkan. Dan napas si lelaki begitu dekat dengan kerutan Jimin.
Ah jangan bilang—
"AH! Sh—.."
Jejalan lidah mendobrak anusnya. Mendesak masuk tanpa tedeng aling-aling. Menjilat kepalang lembut disertai elus dan remas di bagian penis. Dengan keempat jarinya menggenggam batang, sedang ibu jari mengelus kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Bastard's Secret
Teen FictionJimin itu bajingan. Semua member BTS tahu benar soal itu. Pergi ke club, minum-minum, bermain wanita, dan melakukan semuanya seenaknya sendiri. Hanya dengan begitu kita semua tahu bahwa Park Jimin benar-benar seorang bajingan. Tapi ada satu kelemah...