2. Chat

1.2K 81 17
                                    









Sinar matahari yang melewati celah gorden berhenti tepat di atas wajah Jimin. Membuat pemuda manis bersurai biru itu menyipitkan mata ketika baru saja membukanya. Netranya menyesuaikan diri dengan cahaya di sekitarnya. Namun kemudian ia berjingkat, memasang wajah luar biasa bodoh yang biasanya akan dipakai sebagai meme oleh para fans.

Barang-barang di ruangan itu asing. Sama sekali berbeda dengan dorm tempat ia tinggal dengan para member.

Sekali lagi ia mengedarkan pandangannya dalam ruangan yang hanya berisikan dirinya itu. Melabuhkan pandangan pada sebuah pigura di atas nakas. Berisikan foto beberapa member EXO yang tak begitu jelas ia tangkap.

"Ah ah—T-Tuhan—k-kumohon—"

"Lagi—ah yes!"

Shit

Holly shit

jimin bersumpah. Ia akan membelikan Seokjin panci pink baru jika yang semalam tidak nyata. Masih jelas ada di otaknya ketika ia merintih, memohon agar Sehun memasukinya. Tapi—tidak. Sehun tidak memasukinya. Lelaki itu hanya sempat memasukinya di bar, lalu memainkan lubangnya dengan jari di sini.

Wait,

Ini kamar apartement Sehun. Tapi kemana pemiliknya? Apa Sehun pikir ia adalah jalang yang bisa dimainkan di malam hari dan ditinggalkan paginya?

Begitu pikiran buruk itu memenuhi pikiran, mau tak mau sesak memenuhi dadanya. Jimin meremat selimut yang menutupi tubuh telanj—

Eh?

Jimin membuka selimutnya. Tidak kawan, ia tidak telanjang. Tubuhnya dibalut kemeja hitam super besar, milik Sehun tentu saja.

Ia mencoba turun, mengernyit kecil saat tubuhnya terasa luar biasa pegal. Langkah kecil itu membawanya ke ruang makan, mendapati sticky notes kuning di pinggir piring berisi kimbab tuna yang telah di potong rapi.

Aku harus pergi ke agensi, makan sarapannya.

NB: bawa saja kartunya

Bibir pouty nya spontan mengerucut. Dalam hati ia merasa kesal. Ia bukan jalang, catat itu. Ia hanya penasaran bagaimana rasanya bercinta dengan laki-laki.

Tak bisa dipungkiri, ia lapar. Dimainkan semalaman dan cum dua kali cukup membuat si manis kelelahan. Pantat semoknya mendarat di atas kursi makan, mencomot potongan kimbab tanpa sumpit, terlalu lelah untuk berjalan katanya. Jimin makan dengan lahap, pipinya menggembung bulat seperti tupai. Netranya kembali menangkap hal lain di atas meja makan. Sebuah kartu. Iya, kartu apartement begitulah.

Tanpa pikir panjang, jemari tembamnya segera mengamit kartu itu. Bersiul kecil meninggalkan ruang makan hanya dengan kemeja tanpa celananya.

Beranjak dari sana, Jimin kembali ke kamar. Menemukan ponselnya tergeletak manis di atas nakas. Dahinya mengernyit ketika melihat layar benda tipis itu menyala, menampilkan gambaran notifikasi pesan.

Mau tak mau Park Jimin mengumpat. Ia lupa betul kalau hari ini ada latihan. Dengan tergesa ia mandi, mengambil sembarang celana mana saja yang terlihat kecil di dalam lemari Sehun. Kemeja hitam tadi tetap ia pakai, suka dengan aromanya—ups.

The Bastard's SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang