Anasia

8 2 0
                                    

"Tolong!!"

Anasia tidak berhenti berteriak, ia tidak bisa melihat, semuanya gelap.

Tempat apa ini?

Siapapun pasti akan mendengar suaranya!

"Tolong aku tidak bisa melihat! Di sini gelap sekali"

Anasia berusaha melihat sesuatu, tidak ada yang terlihat, di sini gelap sekali.

Tiba-tiba matanya menyipit, ada cahaya di depan sana. Sangat kecil, namun mampu membuat Anasia berjalan mendekati cahaya itu.

Tidak bisa melihat apa-apa selain sekelilingnya yang gelap, dan cahaya yang semakin terang ketika Anasia mendekat.

"Apa itu jalan keluarnya?" Anasia berbicara pada dirinya sendiri.

Ia tidak yakin cahaya apa itu, menyilaukan sekali, namun berada di kegelapan membuatnya takut dan sesak.

Anasia terus berjalan menghampiri cahaya itu. Sebuah pintu. Ya sepertinya begitu.

Sesuatu menjadi pembatas antara tempat gelap dan tempat terang yang ada di depannya ini.

Anasia melangkahkan kakinya ke tempat terang itu.

Matanya masih belum bisa melihat apa-apa selain cahaya putih.

Ketika sesuatu tiba-tiba mendekat kearahnya. Ah bukan, itu seperti seseorang, berjalan kearahnya.

Mata bulat anasia menyipit.

Oh ayolah, mengapa matanya tidak bisa melihat dengan jelas siapa orang itu?

"Bangun lah, Anasia!" suara seseorang yang sudah berada di depannya ini.

Tunggu, itu suara laki-laki?

Jarak mereka dekat, namun Anasia tidak bisa melihat dengan jelas. Orang di depannya ini seperti bayangan yang bergerak. Tidak jelas ia laki-laki atau perempuan.

"Bangun, aku menunggumu," ucapnya lagi begitu lembut.

Anasia tidak menjawab, ia bingung. Bangun apa katanya? Tidak kah laki-laki itu lihat bahwa Anasia sedang sadar 100%?

"Bangun Anasia!" ucapnya lagi dengan membentak.

Anasia tertegun, apa maksudnya?

"GUE BILANG BANGUN!" Anasia masih dikagetkan dengan seseorang di depannya yang tiba-tiba berteriak, sehingga tidak sadar bahwa dirinya telah didorong.

Ya, laki-laki bayangan itu mendorongnya. Anasia pikir ia akan jatuh ke lantai, tapi salah, Anasia jatuh sangat dalam, seperti jatuh ke dalam jurang.

Tubuhnya seolah sedang terjun bebas, laki-laki diatasnya semakin kecil dan tak terlihat.

Ketika tiba-tiba Anasia merasakan sakit luar biasa di sekujur tubuhnya ketika sudah mencapai dasar.

Lalu, semua kesadarannya kembali.

**

Silau sekali. Itu yang Anasia rasakan ketika matanya mencoba untuk terbuka.

Ia berusaha menyesuaikan cahaya yang terasa sangat menusuk matanya ini. Selau sekali.

Anasia mengerjap-ngerjap, berusaha memfokuskan pandangan.

Sampai akhirnya Anasia tersadar. Ia berada di tempat yang sangat asing.

Ini bukan kamarnya, bukan juga kamau orangtua nya, atau pun kamar sahabatnya yang sering ia singgahi. Bukan, ini seperti, rumah sakit?

Tunggu. Rumah sakit?

"Anasia?" suara itu terdengar begitu terkejut.

"Ibu lihat, Anasia sudah sadar!"

"Cia? Cia anakku?"

Anasia masih memandang ke sekeliling ruangan, otaknya masih sulit untuk fokus dengan suara-suara yang kini begitu berisik. Matanya saja masih mencoba menyesuaikan cahaya ketika selama ini Anasia hanya melihat kegelapan.

Anasia masih belum sadar dengan lingkungan ketika seorang dokter dan beberapa perawat memasuki ruangan pasiennya.

Mereka sibuk memeriksa keadaan Anasia.

Anasia menatap lurus ke depan, tepat di bawah tv yang tergantung di dinding kamar ini, Anasia melihat sosok laki-laki.

Wajahnya pucat, bajunya penuh dengan darah. Menatapnya dengan tatapan dingin.

"Sudah sadar, Anasia?" ucap laki-laki itu dengan bibir yang menyeringai.

*****

Halloooo! Semoga suka sama cerintanya ya😘

Jangan lupa follow, coment, n vote cerita ini ya.

Selamat memasuki dunia Anasia!!!

Ssssut, dia ada di dekatmu.

I WILL BE FINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang