2.2 I think I probably fall for you

1.2K 145 17
                                    

Dazai berusaha datang pada jam normal, tidak terlalu dini ataupun mepet. Tetapi ia berakhir tiba di kelas saat pintunya masih terkunci. Ketua kelas mereka datang tidak lama setelahnya, membukakan kunci kelas. Kemudian Dazai masuk dan diam di bangkunya. Beberapa anak piket datang setelahnya untuk menyiapkan kelas.

Ia tidak melakukan apapun, tidak mengecek pekerjaan rumah yang ia lembur semalam. Juga tidak bicara pada siapapun. Para gadis dan teman laki-lakinya berlalu begitu saja, tidak berminat mengajak bicara. Ekspresinya seperti cemas.

Higuchi sempat berbisik pada teman sebangkunya, Michizou. Gadis itu mulai menyebar dugaan bahwa bangku kosong di belakangnya adalah penyebab utama. Dazai pasti sedang menunggu kedatangan pacarnya.

Apapun yang mereka bicarakan, Dazai enggan menyahut atau bahkan menggubrisnya. Ia bosan menunggu. Ia cemas apabila Chuuya masih belum sembuh dan tidak dapat banyak bergerak. Ia pasti akan ketinggalan pelajaran-- bukan, ia tidak bisa melihat lelaki sinoper itu lagi di sekolah.

Jarum jam terus bergerak. Tersisa beberapa menit lagi sampai bel masuk. Dan tepat setelah bel berbunyi, orang terakhir masuk ke kelas mereka. Chuuya, terangah-engah selepas berlari.

Dazai memperhatikan sinoper berantakannya dan baju yang tidak tertata rapi. Pelajaran setelah ini olahraga. Bukan sebuah hal penting untuk merapikan seragam yang akan diganti.

Sepertinya Chuuya benar-benar kelelahan berlari. Ketika lelaki itu duduk di belakang Dazai, napasnya masih terengah. Si brunette menggelengkan kepala, enggan berpikiran yang tidak-tidak. Ia menoleh ke belakang dan memasang raut khawatir pada Chuuya.

"Kembali ke depan. Wali kelas sudah datang," usirnya pada Dazai.

Lelaki itu terkesiap dan langsung kembali pada posisinya. Guru mereka benar-benar sudah datang. Ia tidak dapat berbalik dan bicara dengan Chuuya terlalu lama.

Meskipun nyaris terlambat, Dazai bersyukur Chuuya tidak bolos. Artinya ia sudah baikan.

Kata-kata wali kelas mereka berlalu begitu saja. Dazai tidak terlalu mendengarkan. Ia hanya dapat menangkap bagian akhir saja.

"Festival sekolah kali ini, kelas tiga tidak akan mendapat pekerjaan berat. Semoga kafe kalian sukses. Terima kasih."

Kafe? Benar. Setiap tahun, sekolah mereka akan mengadakan festival. Dan kafe bukan sesuatu yang membutuhkan pemikiran berat. Ada 30 orang di kelas ini. Berbagi tugas akan memecahkan masalah.

Tapi semua orang di kelas justru protes ketika wali kelas mereka pergi. Dazai baru menyadari bahwa tugas mereka tidak hanya menjalankan kafe. Satu kelas perlu dibagi dua untuk mengisi pentas seni juga.

"Semuanya," panggil ketua kelas mereka sambil berdiri di depan kelas, "Kalian harus memilih antara menjadi tim pentas seni atau kafe."

Dazai mendadak bingung. Ia menoleh ke belakang dan menemukan Chuuya tengah terlelap di bangkunya. Lelaki itu mendengus pelan. Ia tidak ingin tampil. Sejak dulu, ia memang tidak suka menjadi sorotan. Mungkin kafe adalah pilihan yang tepat. Tapi apa yang akan Chuuya ambil nanti?

"Tim pentas seni tolong angkat tangan!" seru ketua kelas mereka.

Si brunette duduk diam. Ia melirik ke arah Chuuya. Lelaki itu masih tertidur di atas meja. Dazai ingin membangunkannya, namun mengingat apa yang Chuuya alami malam kemarin ia jadi enggan.

"Sisanya akan menyiapkan kafe. Tidak ada yang boleh kabur, semua harus ikut membantu," simpul lelaki yang masih sibuk mencatat nama.

Dazai lega. Ia bisa tenang karena Chuuya tidak mengangkat tangan. Tapi masalahnya seluruh murid sudah bergerak ke ruang ganti. Pelajaran pertama mereka adalah olahraga, benar. Ia harus membangunkan Chuuya.

[√] sunny side up | soukokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang