Kegalauan kecil

53 5 3
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

*Hidup ini sejatinya memiliki ujian dan tantangan. Setiap apapun yang terjadi, kita harus melewatinya.*
****

Adzkia Nanda, atau yang lebih dikenal dengan kia adalah seorang gadis moody, dia bisa dengan mudah tertawa, kemudian hanya dalam waktu beberapa menit saja tawanya bisa berubah menjadi tangis. Lucu ya.

Kehidupan sebagai seorang 'siswi' sekaligus 'anak kos' mendidiknya untuk menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh. Gelar yang disandangnya memaksa dirinya untuk bisa bertahan tanpa peluk hangat dari ayah dan ibu yang diusianya bisa menjadi obat penenang paling ampuh.

Kontras dengan teman sebayanya yang bisa setiap hari makan masakan ibu, dia harus makan masakan ibu penjual sayur bernama ibu Mumun itu. Setiap hari sedap masakannya lah yang ditelan halus, setidaknya sama-sama masakan ibu. Meski bukan ibu kandungnya.

°°°°

Ditengah antusias yang menggebu dari teman-teman sekelasnya, dia nampak gusar. Kecewa pada diri sendiri mematungkan tubuhnya di bangku paling belakang, bahkan suara adzan Dzuhur tak terdengar oleh telinganya.
"Kia, ayuk shalat ke mushala. Bengong aja!"
Suara bariton sahabat ku memutus sudah lamunan panjangku.
"Iya ayuk.." Ucapku dengan menyuguhkan garis simetris paling lebar menurutku.

Aku sangat bersyukur atas rezeki dari Allah ini, aku punya 4 sahabat yang selalu mengingatkan saat aku keliru, menuntun saat aku mulai kehilangan arah. Mereka lah, Maulida yang biasa dipanggil 'Yun', Asyiah yang biasa dipanggil 'Ko', Kurnia yang biasa dipanggil 'Mak' dan Rahma yang biasa dipanggil 'Kong'. Entah darimana asal usul nama panggilan itu, dan sejak kapan itu berlaku pun kami tidak menyadarinya. Yang jelas kami sangat nyaman dengan panggilan itu, menurut kami itu adalah panggilan sayang.

°°°°

Setelah shalat Dzuhur di mushala kami kembali ke ruang kelas, jarum jam kelas menunjuk angka 12 dan 8, artinya pukul 12 lewat 40 menit. Berakhir lah jam istirahat kedua.
"Eh udah bel aja, kan belum beli es." Ko mengeluh dengan wajah judes tapi lucunya itu.
"Es terus, ini air putih lebih sehat." Skak mata dari Yun membuat Ko pasrah saja.
Kejadian yang cukup membuatku sedikit tersenyum.

Dari luar, terdengar suara sepatu mendekat, benar saja, saat aku menengok ke arah pintu, masuklah kepala jurusan yang memang berjanji akan masuk untuk membicarakan tentang Praktik Kerja Lapangan kami. Beliau memulai Pidatonya yang kemudian diakhiri dengan opsi yang membuatku semakin merasa tersudut akibat kesalahan sendiri.
"Ini list tempat PKL yang bisa kalian pilih, untuk 3 besar tidak perlu risau karena ibu sudah menyiapkan tempat yang baik untuk kalian, untuk peringkat satu akan PKL di Bank, ya." Jelas Bu Lena kemudian pergi meninggalkan kelas.

Inilah hal yang sedari tadi membuat hatiku risau tidak karuan, semester ini rangking ku turun, hanya ada diposisi 8 besar. Memalukan sekali. Alhasil aku tidak bisa PKL ditempat yang aku inginkan. Menyesal memang selalu setelah semua terjadi yang berakhir menyakitkan.

Dengan banyak pertimbangan, akhirnya aku memilih untuk PKL di Dinas Koperasi dan Perindustrian yang lokasinya dekat dengan tempat kos ku, jadi aku tidak perlu kos lagi, hanya perlu berjalan 15 menit saja. Itulah alasan terkuat mengapa aku memilih tempat itu.

Di DISKOPERIN aku ditemani oleh Indah dan Ana, mereka teman sekelas ku. Dan aku juga bersama sahabat dekatku, Emak. Aku bersyukur, aku tidak akan terlalu sulit beradaptasi karena sudah mengenal beberapa orang di sana.

Sahabat dekatku yang lain memilih tempat yang berbeda, tentunya dengan pertimbangannya masing-masing. Yun dan Ko memilih di Kodim, dan Kong memilih di Jasa Raharja. Kami terpisah untuk waktu yang cukup lama, meski jarak yang tidak terlalu jauh. Yang jelas kami tidak akan bisa setiap hari bertemu seperti biasa. Pasti akan rindu sekali.

Ya, selesai sudah kegelisahan ku. Tenang rasanya, meski ada rasa berat karena semua tidak sejalan dengan yang aku diktekan. Salahku sendiri.

****

TBC

"Aku menulis hanya untuk membangun rumah kenangan dalam bentuk tulisan, karena suatu hari nanti aku akan menua dan mulai pelupa. Sehingga dengan ini, aku bisa mengenang, bahwa dalam hidup aku pernah melewati banyak titik-titik itu. Untuk kemudian aku syukuri sambil tersenyum" :)

Alhamdulillah..
Atas Rahmat Allah SWT, author berhasil kembali melanjutkan cerita ini.

Semoga memberikan manfaat kepada kita semua:)

BEPERGIAN JAUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang