Bab 12 Broken Heart

25 3 2
                                    


Malam kemarin Ethan benar-benar mengangkutku sampai apartemen. Sekuat apa dia? Seolah-olah aku ini seperti karung goni.

Kami berempat makan malam bersama. Menu sederhana. Hanya garlic bread dengan beberapa potongan buah-buahan, sup jagung hangat dan steak sapi.

Mentari mulai memasuki ruang kamarnya. Malena masih ingat wajah dingin Ethan. Duduk di seberang meja makan malam tadi. Gadis itu jadi benci sama diri sendiri. Kenapa bisa suka dan mau diajak pacaran? Apa di hipnotis oleh tatapan matanya yang tajam?

Kemarin malam kami berbicara berdua di balkon apartemen. Malena melirik pria di sampingnya. Rambut hitamnya tertiup semilir angin. Matanya lurus ke depan. Entah apa yang dipikirkannya.

"Siapa wanita yang memelukmu tempo hari?" tanya Malena. Malena berusaha menguatkan hati agar tidak jatuh yang kedua kali.

"Namanya Sophia. Dia teman masa kecilku dulu. Kami dekat, sampai teman-teman mengira kami mempunyai hubungan. Kami mulai renggang ketika dia pindah ke Eropa. Yeah, kau tahu? Dia tidak bilang apapun padaku."

Malena menatap Ethan, ada rasa iba. Entah kenapa Malena menangkap ada maksud tersirat di sana. Sepertinya Ethan menyukai wanita itu.

Di banding dirinya, jelas Malena kalah. Dari segi penampilan Malena gadis tomboy, Sophia sangat feminin. Malena tahu diri, sudah saatnya melepas sesuatu yang berharga. Malena merogoh di dalam saku celana.

"Ini, aku kembalikan."

Ethan terbelalak. Cincin? Apa dia bermaksud ....

"Aku tahu, kau masih menyukai Sophia. Begini-begini juga aku bisa menilai hubungan kalian bukan lebih dari sekedar teman masa kecil. Kau suka padanya."

Ethan menatap lurus gadis yang diam-diam mulai memasuki hatinya, tapi gengsi dan malu menyatakannya.

"Lebih baik kita berteman saja. Sebagai bentuk profesional aku padamu, kau boleh menelponku apabila membutuhkan asisten pribadimu untuk jadwal pemotretan. Selebihnya tidak."

Tanpa di sadari air mata Malena jatuh membasahi pipi. Dia sangat menyesal sampai berkata seperti itu kemarin malam. Laki-laki itu pasti terluka.

*
*
*

Hari ini Ethan memecat sekretarisnya. Hanya karena lupa memberitahu ada meeting jam 9 pagi ini. Tanpa banyak basa basi laki-laki berwajah dingin itu melepas si juru tulis.

Tentu saja sang Sekretris tidak menerima. Namun, Ethan tidak peduli. Pokoknya ada yang tidak dia terima dalam hal pekerjaan akan dia marahi habis-habisan. Suaranya sampai terdengar oleh jajaran manager.

Siapa yang tidak kenal Ethan Keifer? Dia Direktur Keifer Group dalam bidang televisi, surat kabar, radio dan lain-lain. Sampai sekarang perusahaan ini masih mempertahankan media cetak. Mereka tidak mau kalah oleh media online. Sebuah prinsip yang dipegang dari dulu hingga sekarang.

Steve baru saja datang sudah disambut oleh para manager. "Tuan Steve, sesuatu sedang terjadi. Tuan Ethan mengamuk."

Alis pria berambut pirang terangkat. Apa adiknya membabi buta seperti gorila?  Dia bergegas memencet tombol lift ke lantai paling atas.

"Tuan Steve, tadi Tuan Ethan memecat sekretarisnya," ujar si kepala Manager Keuangan.

Steve membalikkan tubuh tegapnya. "Apa?"

Apa ada hubungan dengan malam tadi?

Sementara itu ....

Di dalam ruang Direktur Ethan duduk di kursi. Rambut hitamnya acak-acakan. Napas pria jangkung itu memburu. Malam tadi dia tidak bisa melupakannya.

Iris biru gelap Ethan menatap langit-langit. Gadis berambut panjang itu pergi meninggalkannya. Tidak bisa, ini tidak boleh terjadi. Enak saja memutuskan sepihak tanpa persetujuan terlebih dahulu.

Ethan kecewa. Baru kali ini hatinya perih dan sakit. Ethan memegang dadanya. Kenapa kau tega padaku? Teganya kau menghancurkan diriku di saat aku mulai menyukaimu, Malena ....

Setelah menunggu akhirnya lift berhenti. Steve langsung menuju ruang Direktur. Ketika dia buka pintu dia melihat adiknya tertunduk lesu.

"Kau sangat berantakan," kata Steve menatap datar adiknya.

Ethan mengusap wajah dengan kasar, lalu memandang sang kakak. "Yeah, kenapa kau ke sini?"

Steve menghampiri Ethan duduk di sampingnya. "Ethan, aku melihat kalian sepertinya tidak cocok. Aku minta tolong kau menjauh gadis itu.

Ethan menatap Steve tidak percaya. "Apa aku tidak salah dengar?" desisnya.

"Sekarang aku tanya, kenapa kau mau menyanggupi permintaan Ibu? Bisa saja kau menolak, bukan? Oh, ayolah, kalian baru kenal. Sangat aneh tiba-tiba pacaran lalu tunangan."

Ucapan Steve cukup membuat Ethan diam. Wajahnya mengeras. Kedua tangan mengepal menahan emosi sedari tadi dia tahan.

"Cukup, Kak. Cukup. Jangan kau teruskan lagi," desisnya dingin.

Steve tidak peduli. Dia tahu adiknya marah padanya. "Aku juga tahu, kau masih berharap pada Sophia, 'kan? Maka itu janganlah kau buat Malena sebagai pela--"

Sebuah pukulan hampir mengenai wajah sang kakak, namun berhasil ditangkap. "Ternyata benar ya?"

"BENAR APA?"

Steve mendengkus. "Jangan pura-pura bodoh, Ethan. Kau jadi model untuk menghindari perusahaan ini kan? Atau ingin mengejar Sophia karena dia model?"

Mata Ethan membulat. "Tahu darimana?"

Steve melepas tangan kekar Ethan. "Kau lupa ya, kita ini perusahaan bergerak dalam bidang apa? Radio? Televisi? Majalah? Atau media cetak?
Berita apapun langsung cepat sampai ke sini."

"Cih ...."

"Bahkan model seperti seorang Sophia."

....

"Kau yang punya job sampingan menjadi model pun tak luput dari berita, baik radio maupun televisi. Perusahaan kita sangat besar, Ethan. Pasti cepat tersebar."

Sebelum membuka pintu ruang direktur Steve berkata, "Lebih baik dinginkan kepalamu. Sebentar lagi kita meeting. Aku tidak mau melihat kau seperti ini."

BLAM

"Si-tch si Sok Bijak itu beraninya dia menceramahi aku," geram Ethan.

Jam menunjukkan angka sebelas siang. Meeting tadi berjalan dengan lancar. Rapat mengenai pembelian stasiun televisi sukses besar. Ethan berhasil melobi si Pemilik tak mampu lagi karena bangkrut. Tepuk tangan membahana. Sang Komisaris tersenyum senang. Steve membetulkan letak kacamata agak melorot.

Setelah itu kedua kakak beradik hendak turun ke bawah untuk makan siang. Namun, langkah keduanya terhenti, seorang wanita cantik jelita memakai dress bahan lace broken white diatas lutut. Hentakan high heels menyadarkan mereka karena dia menghampiri mereka.

"Sophia ... kenapa kau ke sini?"

"Hai, Nona." Steve memberi salam ala kadarnya namun sopan.

"Ethan, aku mau ketemu kamu. Enggak boleh ya?" tanya Sophia sedikit merajuk manja.

Ethan memutar kedua bola matanya. Yang benar saja .... "Ah tidak."

Melihat Ethan moodnya anjlok, dengan cepat dia mengalihkan pembicaraan. "Kami mau makan siang. Apa kau tidak keberatan untuk bergabung bersama kami?" tawar Steve.

Senyum Sophia merekah menampakkan deretan gigi putihnya. "Sure, aku tidak keberatan. Shall we?"

Mereka melewati lobi. Banyak orang memandang mereka bertiga seolah-olah kakak adik ini bodyguard terpesona. Bagaimana tidak? Dua pangeran tampan menjaga bidadari cantik turun dari langit.

S-claas hitam metalik sudah menunggu mereka untuk membawa ke tempat restoran mewah. Ethan memicingkan matanya. Malena datang ke kantornya, tapi gadis itu tidak melihatnya.

Ethan sungguh terluka. Harga dirinya tercabik-cabik. Hanya karena dicuekin seorang gadis tomboi itu berhasil meluluh lantakkan pertahanan Ethan.

Malena ....

Bersambung ....

Por Tu Amor (Cinta Untukmu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang