Bab 10 Run

27 2 9
                                    


I'll sing it one last time for you
Then we really have to go
You've been the only thing that's right
In all I've done
And I can barely look at you
But every single time I do
I know we'll make it anywhere
Away from here

Malena berlari menuju tempat yang sudah dijanjikan oleh Ethan. Sial, lagi-lagi si Crochodile hanya menulis pesan Sant Ambreous Coffee Bar saja, tapi dia tidak memberitahu di jalan mana? Di telepon tidak di angkat.  Kirim pesan tidak di baca.

Sial! Sant Ambreous kan banyak cabangnya. Apa lokasinya di Hanley? Loews? Atau Sotheby's? Gadis itu merutuki kecerobohannya. Harusnya dia menanyakan tempatnya.

Malena melihat jam di pergelangan tangan kanannya. Ya Tuhan! Hampir jam 8 malam
Bagaimana ini? Malena terlonjak kaget dering ponsel di dalam tas. Terburu-buru dia menggeser slide dan--

"Ha-hallo?"

"DIMANA KAU? INI SUDAH JAM BERAPA?"

Malena langsung menjauhkan ponsel dari telinganya. Jantung Malena berdegup kencang. Dia mencoba bicara sopan kepada si Tampan Alien.

"Tidak usah teriak! Lagipula kau tidak memberitahu letaknya!" teriak Malena tidak mau kalah.

"Kau juga teriak! Aku sudah kirim pesan. Di hanley! Kau tidak teliti baca pesanku. Makanya jangan kilat! Sudah tidak usah ke sini!" Ethan menutup layar ponsel.

"Ethan! Et--yah ditutup. Wait, Hanley?" Malena menepuk keningnya. Pokoknya ke sana deh. Dia sudah menyiapkan hati apapun itu.

Ethan mengepal kedua tangannya. Ponsel bermerk Apple keluaran terbaru dia lempar begitu saja di atas meja. Tak tahukah gadis ceroboh itu? Dia sudah duduk di sini hampir tiga jam. Gimana tidak kesal coba?

"Ethan?"

Ethan mendongak. Iris biru itu membulat. Dia ....

"Long time no see you, Ethan. I really miss you," wanita bertubuh semampai itu memeluk erat dirinya.

"Sophia ..." Ethan sedikit terganggu. "Tolong jangan duduk di atas pahaku."

Sophia memakai dress lace merah di atas paha mulusnya, belahan dadanya terbuka sehingga dadanya terlihat jelas. Bibirnya dihiasi lipstik senada dengan pakaiannya. Aroma buah plum menguar, wangi yang Ethan suka, sejak dulu.

"Kau tidak rindu denganku, Ethan?" tanya Sophia sedikit merajuk.

"Ya tentu saja aku rindu. Kapan kau tiba?"

Sophia mengalungkan kedua lengan mulusnya di leher pria tampan itu. "Well, sebenarnya siang tadi dan aku langsung ke kantormu. Oh ya, aku bertemu dengan kakakmu. Dia tambah tampan saja ya. Terus ke sini deh. Tak kusangka aku bertemu denganmu. Kita berjodoh."

Ethan menggeleng kepala. "Kau masih saja cerewet. Kayak kereta api saja."

Sophia tertawa renyah. Dia sudah hapal sifat Ethan. Suka nyindir, kadang ketus, jutek, tapi dia sangat peduli dengan caranya sendiri.

"Kan kita teman sejak kecil, kau lupa ya?"

Ethan merasa malu dilihat banyak orang. Sophia tidak tahu malu. Masih saja duduk di atas pahanya sambil menggelayut manja.

"Sudah, duduk di kursi sana."

"Tidak mau."

"Keras kepala."

"Aku sangat rindu sama kamu, Ethan." Sophia menatap dalam pemilik manik biru itu. "Tidakkah kau merindukan aku juga?"

Ethan balas menatap wanita yang dia suka sejak masih kecil. "Tentu saja aku rindu."

Manik biru gelap pria itu tak sengaja melihat gadis baru saja datang. Nafasnya memburu. Apa dia berlari ke sini? Ah, Ethan sudah terlanjur kesal.

Senyum manisnya mengembang ketika matanya bertemu dengan pria itu kini redup. Malena mengerjapkan kedua matanya. Apa dia tak salah lihat? Dadanya mencelos memandang adegan yang--gadis itu tidak sanggup. Air mata mulai menggenang membasahi pipi.

"E-ethan ...."

Ethan melirik sebentar. "Bukankah kau kusuruh jangan datang ke sini?" tanya Ethan datar.

"A-aku ...."

Siapa dia?"

"Dia manager baruku."

Sophia tertawa sinis. "Dia menemuimu dengan pakaian seperti itu? Hh, yang benar saja."

Malena menunduk sepatu kets putih sedikit kotor. Datang ke coffe bar dengan memakai kemeja kotak-kotak merah lengan panjang dan jaket biru senada dengan celana jeans berwarna biru muda.

"Harusnya kau tahu menempatkan diri apalagi di bar seperti ini." Sophia melanjutkan perkataannya. "Kau Tahu? Ini bukan bar di pinggir jalan. Ini coffee bar mewah. Hanya orang kaya saja masuk sini. Manager kok pakaiannya seperti itu?"

Hati Malena teriris. Sakit. Lebih perih lagi, si Buaya itu tersenyum sinis. Melihatnya pun tidak. Dia dipermalukan dan ditatap pengunjung bar. Kedua tangannya mengepal. Beraninya wanita itu menghina dirinya.

"Pergi kau dari hadapanku," kata Ethan dingin.

Malena tidak tahan lagi. Dia segera berlari tidak peduli sampai menabrak pengunjung yang mengumpat dirinya. Aku memang bodoh! Kenapa aku sampai menerima lamaran apalagi managernya? Jerit Malena dalam hati.

Ethan menggigit bibirnya. Apa yang barusan kulakukan?

Oh, I'm sorry for blaming you
For everything I just couldn't do
And I've hurt myself by hurting you

*
*
*

Malena segera menelpon salah satu sahabatnya. Setelah menunggu berapa manit akhirnya diangkat. "Hallo Noey, kau dimana?"

"Malena! Kau kemana saja? Hei, suaramu kok serak? Ada apa? Datanglah, akan kutunggu."

Bersambung ....





Por Tu Amor (Cinta Untukmu) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang