SATU

29 1 0
                                    

      Suara riuh yang berasal dari beberapa siswa mengantar langkah Pak Marwan keluar dari kelas XI-IPA1 itu. Setelah guru yang sangat disegani itu menghilang dari balik pintu, beberapa siswa segera keluar mengganti pakaian mereka dengan seragam olah raga yang menjadi ciri khas sekolah tersebut.
    " Gila, ngantuk banget gue dari tadi. Untung gue bisa maksain kedua mata gue supaya tetap melek. Kalo nggak, bisa-bisa gue kena damprat si killer," ujar Monica sambil merapikan buku-bukunya yang berserakan di atas meja. Keempat sahabatnya tidak memberikan komentar apapun, mereka masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Merasa dicuekin Monica segera mengambil seragam olah raganya dan dengan cepat keluar dari kelas menuju wc, meninggalkan keempat sahabatnya itu.
    " Kenapa tuh anak ? Marah ya ?!" tanya Ira.   
   " Iya kali, buktinya dia nggak ngajak kita buat ganti baju bareng," sahut Maria sambil mengambil seragam olah raganya dari dalam loker miliknya.
    " Udah, biarin aja. Ntar juga ngambeknya ilang," ujar Yenni sambil berjalan duluan menuju wc putri. Ketiga sahabatnya mengikutinya dari belakang. Mereka adalah Angel's Wings. Genk putri dengan lima anggotanya yang lumayan terkenal di sekolah itu.
     " Monica mana sih, cepat banget ganti bajunya ?!" ujar Maria setiba mereka di wc. Sambil melangkah pelan, dia pun memasuki salah satu bilik wc yang masih kosong.
    " Iya-ya, tumben tuh anak cepat banget ganti bajunya. Biasanya aja rempong banget, dandan dulu sebelum olah raga," sahut Karin, gadis berkaca mata yang selalu jadi juara satu umum di sekolah.
     " Mungkin dia masih ingin menghindar dari kita," celetuk Yenni sambil merapikan rambutnya. Rambutnya yang semula tergerai, diikat tinggi membentuk ekor kuda.
     " Sayang banget dia nggak ngelaksanain motto Angel's Wings yang keenam dan yang ketujuh," ujar Ira. "JANGAN BIARIN CERMIN MENGANGGUR. DANDAN ADALAH KEBUTUHAN POKOK," sahut Maria dan Yenni bersamaan, yang langsung disambut tawa Karin dan Ira.
    " Sempat-sempatnya loe nyahut, Mar," ujar Karin pada Maria yang masih berada di dalam bilik wc. Maria langsung keluar, dia ikut tertawa.
     " Cabut yuk ! Udah mulai pemanasan tuh," ajak Karin beberapa menit kemudian.
    " Eh, tunggu dong, gue belum pakai sunblock. Diluar panaskan," ujar Maria buru-buru mengusapkan cream sunblock ke kulit tangannya.
     Karin berjalan pelan menuju pintu, menunggu ketiga sahabatnya menyelesaikan aktivitas dandan mereka.
     Tak berapa lama kemudian keempat anggota Angel's Wings itu pun sudah tampak berjalan meninggalkan wc. Setelah menyimpan barang milik mereka ke dalam loker masing-masing, dengan cepat mereka pun langsung membentuk barisan baru di belakang siswa-siswi lainnya.
      " Uuh, kebiasaan tuh, terus aja telat baris. Mending dihukum aja deh, pak ! " celetuk Nadine menyambut kedatangan mereka. Nadine adalah ketua genk Fragile Heart, genk yang sama terkenalnya dengan Angel's Wings. Tapi tidak tahu kenapa, Nadine dan anggota genknya tidak menyukai Yenni dan keempat sahabatnya.
       " Iya nih pak, mending mereka dihukum aja. Kalo telatnya karena alasan apa...gitu, kita bisa maklum. Lah, ini telat karna kelamaan dandan di wc," ujar Silvi mendukung ketua genknya.
      " Sirik aja loe," ujar Yenni tajam menatap Silvi.   "Ngapain loe ngurusin kita," lanjutnya.
     " Kita nggak gila kali sirik ama loe, " sahut Nadine sinis, membela Silvi.
     " Sudah...sudah, kok jadi pada ribut  ?! Ayo, lanjutin lagi pemanasannya !" ujar Pak Bram menengahi. "Yang semangat...!!! Jangan pada loyo begitu," lanjutnya sedikit berteriak.
      Lima belas menit sebelum bel istirahat berbunyi, pelajaran olahraga pun berakhir. Dengan cepat, lagi-lagi Monica langsung pergi meninggalkan anggota Angel's Wings lainnya.
     " Monica masih marah ya ?! Masa sih dia ganti baju nggak ngajak-ngajak kita lagi," ujar Ira bingung.
    " Tau tuh anak, nggak jelas banget," sahut Maria.
    " Udah deh urusan Monica ntar aja dibahas. Mending kita ganti baju sekarang, keburu istirahat ntar wc rame lagi," ajak Yenni.
    Karin mengangguk setuju. 
    " Selesai ganti baju kita langsung ke kantin ya, gue udah lapar banget nih !" celetuk Ira. Dia mengusap-usap perutnya.
    " Hei, tolongin gue, gue nggak bisa diri !" teriak Maria menghentikan langkah ketiga sahabatnya. "Kayaknya bokong gue kena lem," ujarnya panik. Spontan Yenni, Ira dan Karin mendekatinya.
     " Kok bisa ada lem sih ?" tanya Ira cemas bercampur heran.
     " Nggak tau," sahut Maria yang masih kelihatan panik.
      " Kurang kerjaan banget yang buat lem di sini," gumam Yenni. Dia memegang tangan kanan Maria, di sampingnya tampak Karin memegang tangan Maria yang sebelah kiri. Setelah berpandangan sejenak, dia dan Karin kompak menarik tangan Maria, membantu sahabatnya itu untuk berdiri.
      " Berhasil...!!" teriak Ira senang saat Maria telah berhasil bangkit dari duduknya.
     " Loe ngibulin kita kan," celetuk Yenni pada Maria. Maria menyeringai, dia mengangkat jari tengah dan jari telunjuknya membentuk huruf V.   "Peace..." ujarnya yang membuat Karin dan Yenni ingin menjitaknya.
      " Loe minta di lem ? Sabar ya, besok gue bawain lem yang banyak buat nempelin loe seharian di kursi kelas," gerutu Karin geram. Maria hanya senyum-senyum mendengarnya.
     " Kalian ngomongin apaan sih, gue nggak ngerti ?!" gumam Ira sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Dia memandang ketiga sahabatnya itu bergantian.
     " Oala Ra, bisa kan lolanya jangan keseringan datang," ujar Karin yang langsung membuat Yenni dan Maria tertawa.
     " Maria tuh boongin kita, tadi tuh dia nggak benaran kena lem," jelas Yenni disela-sela tawanya.
     " Ha-ah ?? Ya ampun...." ujar Ira sambil mencubit Maria yang berdiri di sampingnya. Maria meringis kesakitan.  "Loe itu Emang jahil banget ya," gerutu Ira gemas.
    " Gue kan cuma becanda," protes Maria membela diri.
   " Bodo. Pokoknya loe harus tanggung jawab ama jantung gue. Kirain tadi loe benaran kena lem, saking cemasnya gue sampe sport jantung," ujar Ira lucu.
   " Ya udah, ntar gue carikan stok jantung yang lagi nganggur di rumah sakit," sahut Maria asal.
   " Buat apaan ?" tanya Ira bingung.
   " Untuk mengganti jantung loe yang rusak karna mencemaskan gue," jelas Maria sambil memungut botol air minumnya yang daritadi tergeletak begitu saja di pinggir lapangan. Dalam hitungan detik, dia menengguk habis isi botol yang tinggal seperempat itu.
   " Iiii...mana mau gue. Loe ganti ruginya dengan traktir gue makan dong," rengek Ira manja.
   " Enak di loe rugi di gue dong..." cibir Maria sambil melangkah menuju wc mendahului ketiga sahabatnya.
    " Ayolah Mar, jangan pelit gitu...," ujar Ira mengejar langkah Maria. "Please...traktir gue makan siang ini di kantin yah. Ya-ya-ya..."bujuk Ira pantang menyerah.
    "Ogahh....!!!" sahut Maria mempercepat langkahnya.
     Tak mau kalah Ira pun mempercepat langkahnya, dia terus mengejar Maria. Mereka berdua berjalan semakin jauh meninggalkan Karin dan Yenni.
     " Kita ditinggal, Yen," celetuk Karin pada Yenni.  Yenni cemberut mendengarnya.
     " Gue harus ngingetin loe berapa kali lagi sih. Panggil gue Barbara," protes Yenni keras mengejutkan Karin.
Seketika Karin menatapnya kesal. Dia memang tidak pernah suka memanggil Yenni dengan Barbara, nama penulis favorit Bryan, idola Yenni yang merupakan member boyband X-Life, asal Inggris.
   " Jujur ya sebagai sahabat loe, gue sama sekali nggak suka loe maksa semua orang buat manggil loe dengan nama Barbara. Nama loe itu Yenni bukan Barbara," ujar Karin.
    " Semua juga tau kali nama gue Yenni. Tapi nggak masalahkan kalau kita punya nama khusus," jawab Yenni tidak mau kalah.
    " Masalahlah," sahut Karin cepat.  "Loe itu bukan artis yang harus punya nama khusus. Loe itu Yenni, siswi SMA biasa. Nggak usah aneh-aneh deh," tegasnya.  "Heran gue, Bryan punya magnet apa sih sampe bisa buat loe jadi seperti kehilangan identitas diri kayak gini," gumam Karin pedas.
      " Banyak. Bryan punya banyak magnet. Saking banyaknya gue susah jelasinnya satu persatu. Gue..."
     " It's enought. Gue tau ujung-ujungnya loe pasti bilang, Bryan bijaksana, Bryan penyabar, Bryan panyayang, Bryan begini, Bryan begitu. Heran, saking memujanya otak kiri dan otak kanan loe ketemuan ditengah, gila kan loe jadinya. Loe ngomong seolah-olah loe itu udah paling tahu dia banget lah. Padahal loe lihat langsung orangnya aja belum pernah," potong Karin.  "Yen, please dengarin gue. Mau bagaimanapun Bryan di depan publik, percayalah kalau itu bukan seratus persen dirinya. Dia itu publik figur, banyak hal yang harus dia jaga. Salah satunya perasaan fans, dan..."
     "Loe kenapa sih, nggak suka banget gue ngidolain Bryan ? Emang salah ya kalo kita begitu memuja seseorang ?!"
     Spontan muka Karin memerah. Dia marah pada sahabatnya itu. Bukan karena Yenni memotong perkataannya dengan seenaknya, tapi karena dengan jelas Yenni menunjukkan sikap penolakannya untuk semua perkataan Karin.
     " Salahlah," jawab Karin keras.  "Sangat salah jika kita memuja seseorang melebihi batas kenormalannya. Semua boleh punya idola, tapi jangan sampai rasa kagum kita pada idola mengganggu kehidupan kita," ujar Karin. "Seperti loe pada Bryan," tandasnya.  "Perasaan fans loe pada Bryan udah mengganggu kehidupan loe. Mulai dari loe yang ingin dipanggil dengan nama Barbara hanya karena Bryan mengidolakan penulis yang bernama Barbara Aniston. Loe yang bermimpi ingin jadi pendampingnya sampe-sampe setiap cowok yang mencoba mendekati loe, loe banding-bandingin dengan Bryan. Gilakan loe. Setiap detik yang ada di pikiran loe cuma Bryan, Bryan dan Bryan," omel Karin panjang lebar. Sekilas dia melirik Yenni yang terdiam disampingnya. "Yen, sorry kalo gue udah bikin loe tersinggung, gue sama sekali nggak bermaksud untuk ikut campur loe fans ama siapa. Gue cuma pengen loe tau batas-batasnya memuja seorang bintang. Bagaimana pun Bryan itu manusia biasa, dia pasti punya sisi gelapnya juga. Dan tolong jangan ikut campur dengan kehidupan pribadinya, dia itu nggak kenal ama loe dan loe bukan siapa-siapanya. Loe hanya fans yang perlu mendukung karirnya bukan kehidupan pribadinya. Jadi berhenti marah-marah kalo dia lagi digosipin dekat dengan seseorang dan berhenti bermimpi ingin jadi pendampingnya. Itu aneh tau nggak," desah Karin. Dia mencoba mengungkapkan isi hatinya selama ini.
      " Gue minta maaf kalo sikap gue udah buat loe nggak nyaman," sahut Yenni pelan. "Bryan itu udah menjadi bagian hidup gue, gue nggak bisa lepas dari dia. Mungkin kalian nggak ngerti, tapi..."
      " Udah ah, loe bebal dibilangin," potong Karin cepat sebelum Yenni sempat menyelesaikan perkataannya. Dia berjalan cepat meninggalkan Yenni sendirian.

Reinkarnasi ? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang