2. Midnight Talk

33 4 0
                                    

"Dinginnya malam tak membuatku kedinginan ketika melihat tatapan matamu yang begitu hangat"


"Makasih Mbak" Ucap Keisha kepada kasir di depannya. Setelah menerima uang kembalian dan kantong kresek putih dengan isi beberapa camilan ia langsung pergi dari supermarket tersebut.

Berjalan menyusuri jalanan sepi pada malam hari dan jam hampir menunjukan pukul 11 malam membuatnya tak pernah merasakan takut sama sekali. Baginya hal ini sudah biasa ia lakukan ketika sedang suntuk di kamar karena tak bisa tidur.

Menjadi anak tunggal membuat dirinya selalu merasakan kesepian. Ia hanya tinggal bersama dengan Papanya yang kini tengah gila bekerja dan jarang pulang ke rumah. Sedangkan Mamanya menikah dengan Pria lain. Orang tuanya bercerai ketika ia masih SMP kelas 2 yang waktu itu pertengkaran hampir tiap hari dilakukan orang tuanya. Ia hanya bisa menyaksikan dengan tangis yang memilukan karena tak bisa berbuat apa-apa.

Mamanya selingkuh dengan Pria lain yang diduga teman semasa SMA nya dahulu. Sekarang Keisha tak tau dimanakah keberadaan Mamanya sekarang. Karena ketika ia bertanya dengan sang Papa. Papanya selalu marah tiap kali mendengar Keisha bertanya keberadaan sang Mama.

Tak hanya itu Papanya kerap kali membawa wanita berpakaian minim kerumah ketika malam hari setelah pulang dari kantornya dengan menyisakan botol-botol beling bekas minuman beralkohol. Hingga ia yang membereskan itu semua jika Bibi yang bekerja dirumahnya sedang tidur.

Hidupnya berantakan sebenarnya ia lelah hidup seperti ini tak memiliki keluarga yang harmonis seperti keluarga teman-temannya di sekolah.

"Kenapa sih hidup gue gini amat" gumamnya setelah menemukan tempat duduk di pinggir jalan yang cukup sepi ia menaruh belanjaannya tadi di sampingnya. Matanya menerawang menatap langit malam yang kali ini terlihat cerah ditemani bintang-bintang yang bertebaran.

Udara malam yang dingin tak membuatnya beranjak dari sana. Ia pun mengeratkan Sweater abu-abu kebesaran Papanya. Ia selalu suka mengenakan Sweater itu karena merasakan sangat nyaman seperti pelukan Papa waktu ia kecil dulu. Kini Papanya telah berubah semenjak perceraiannya dengan sang Mama.

Bunyi langkah kaki dari sebelah kananya terdengar jelas seperti ada orang lain selain dirinya disini. Ia pun menolehkan matanya untuk melihat orang tersebut namun terhalangi oleh masker hitam yang menutupi wajahnya dan orang tersebut mengenakan tudung hoodie berwarna hitam sehingga ia tak begitu melihat jelas orang tersebut. Dilihat dari perawakannya ia seorang cowok.

Rasa takut langsung menyelimutinya. Seumur-umur ia tidak pernah takut keluar malam sendirian namun untuk kali ini pengecualiannya ia merasakan sekujur tubuhnya merinding melihat langkah kaki orang tersebut seperti menuju ke arahnya.

Ia pun langsung beranjak pergi dari tempat tersebut lalu mengambil kantong kresek belanjaanya dengan berlari agar cepat sampai kerumahnya.

Ia sampai di depan rumahnya dengan napas yang tersengal-sengal jantungnya berdegup cepat tak beraturan. Ia pun langsung masuk ke dalam rumahnya menuju ke kamarnya di lantai dua.

Cowok tadi siapa sih nyeremin banget penampilannya pikirnya.

***

"Lo ngapain sih disitu? Ngalangin jalan aja minggir ga lo!" ucap Zara kesal dengan Evan yang kini menghalangi langkahnya yang ingin keluar dengan berdiri di depan pintu sambil merentangkan tangannya. Hampir 2 tahun sekelas dengan Arka, Evan, Satria, Rafa membuatnya pusing karena teman-teman Arka itu usilnya tidak ketolongan. Kalau Arkanya sih diam saja dengan wajah dinginnya tapi bikin sakit hati juga ketika ditanya atau diajak ngomong jawabnya irit atau dengan gumaman saja jarang ngomong banyak lah intinya. Sekalinya ngomong banyak pedes banget bikin orang kesal saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ARKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang