Pada hakikat nya seorang wanita terlahir bukan untuk menangis.
Air matanya adalah simbol kegagalan lelaki, terkecuali apabila, air matanya jatuh dibarengi simpul senyum yang indah.
Dia gadis lucu.
Namun sayang, kedua telapak tangan nya penuh gores luka.
Seperti tangan yang terlalu lama memegang api.
Seperti tangan yang berusaha sendiri agar seseorang tak lantas pergi.
Dia gadis pendiam,
Tak terlalu banyak kalimat yang muncul di bibir nya untuk meyakinkan seseorang.
Hanya kosa kata, setia, sabar dan memaafkan, yang abadi di raga nya.
Dia gadis ceria.
Sebelum usai nya sebuah cerita,
Sebelum pisah menjadi akhir kisah,
Sebelum pergi menjadi satu solusi,
Sebelum di gadai kan nya waktu yang sudah dihabiskan bersama.
Selepas itu dia sunyi.
Dia gadis pemotret senja.
Baginya kepergian perlu di abadikan, itu adalah cara apresiasi atas semua lelah yang tidak ada hadiah nya.
Sekarang dia sadar jika diam nya adalah sebuah penghormatan terakhir bagi wafat nya sebuah sosok yang pernah berjuang bersama dan akhirnya mati di koyak perbedaan pandangan.
Sekarang dia sendiri, membisu dia jadikan opsi jika pada akhirnya banyak berbicara pun tak ada arti.
Yang pergi biarlah pergi, yang rasa nya mati biarkan bersemayam tenang tak perlu di ungkit, jangan berharap rasanya hanya mati suri, sebab jikalau bangkit kembali dia tetap akan lupa diri.
Benahi diri saja wahai gadis, jangan takut menyesal, sebab sesal hanya untuk orang yang memutuskan satu masalah dengan emosi dibantu ego dan ambisi.
Tugas mu sudah selesai, menjadi gadis yang mampu merawat singa meski akhirnya kau sendiri yang di cabik-cabik, jangan terus paksakan untuk tersenyum.
Menangislah sesekali, setelah itu obati luka sendiri dan berjalan kembali,
tak usah berlari,
ku takut kau terjatuh lagi.
Pelahan lah melangkah,
temui orang baru di perjalanan.
Gadis dalam sunyi, tanpa kata pun, tuhan mendengar lewat hatimu.
Ps: Untuk seluruh wanita yang sudah berjuang dengan elegan.
