[2] sohib

30 8 7
                                    

Emang semua orang itu nggak bisa lihat gue tenang menikmati apa yang ada di depan gue. Termasuk sahabat gue sendiri. Seperti sekarang, saat gue sedang santai sama makan keripik tempe, teman- teman gue datang buat ngrusuh. Teman- teman gue itu emang dasarnya bar- bar semua, cuma satu aja sih yang waras.

"Eh nggak usah minta keripik gue lo."

"Pelit amat lo babi."

"Bodo amat."

"Gimana liburan lo kemarin?"

"Kepo."

"Gak usah bangsat gitu jawabnya."

"Selalu ribut kalian berdua tuh, pusing gue jadinya."

Tanpa mengucap salam dan permisi dua manusia jelmaan ular datang sambil menenteng kresek yang penuh jajan berdosa. Apalagi kalau bukan ciki.

"Ngapain lo disini? Tambah pengap yang ada. Keluar sana!"

"Galak amat lo Bil persis maung."

"Awas lo kalo makan ciki sampe ngrusuhin karpet gue."

"Awas kalo lo minta dibeliin kwaci."

"Dasar ular."

"Lo berarti temanya ular."

"Lo titisannya maung."

"Tai."

Setiap mereka bertiga main ke kost an gue itu jadinya kayak kapal habis dibombardir, semuanya berantakan. Mana yang beresin semua nanti juga gue, tanpa ada niatan dari mereka buat bantuin.Emang teman-teman gue itu bangsat semua, tidak ada rasa iba sama sekali.

Sejak awal gue nggak tahu kenapa semesta mempertemukan gue sama mereka bertiga, mereka bertiga makhluk yang punya kepribadian yang berbeda, lebih tepatnya sifat yang berbeda. Meskipun kadang sedikit nggak waras. Mereka punya karakter yang berbeda juga unik, seperti saling melengkapi.
Saat gue di perantauan awalnya gue binggung, karena gue sendirian disini dan gak kenal sama siapapun. Gue memilih merantau ke kota yang gak ada siapapun disini yang kenal gue, karena gue ingin memulai semuanya dari awal tanpa ada yang mengenal gue, entah itu teman gue pas sekolah dulu maupun saudara. Kecuali satu orang, seseorang yang bisa ngertiin gue meskipun gue diam sekalipun.

Sampai waktu itu, pas gue lagi di kantin tiba- tiba seseorang duduk di kursi depan gue. Jujur gue nggak kenal dia sama sekali. Tapi dia tiba- tiba duduk dan makan nasi goreng dengan santainya. Sampai akhirnya dia ngajak gue ngobrol.
Gue jadi tahu namanya Alifia, anak hukum semester 3. Tapi anehnya dia malah makan dikantin anak FE. Dari sini gue jadi akrab sama Alifia, sering ngobrol dan keluar bareng.

Tapi anehnya dari pertama kali kita ketemu, hahahihi, main bareng. Dia baru tahu nama gue itu setelah seminggu kemudian. Emang dasarnya kebanyakan makan ciki tuh anak, jadi ketumpuk micin otaknya.

Jadi ingat dulu pas gue sama Alifia lagi enak- enak nya menikmati es krim siang- siang di kota yang panasnya minta ampun ini , udah mirip neraka bocor. Tiba- tiba pertanyaan yang nggak gue duga muncul dari mulut Alifia.

"Udah seminggu kita bareng tapi gue belum tahu nama lo."

Lah iya juga ya.

Selama seminggu ini yang ngenalin diri kan cuma dia doang, gue belum. Dan gue juga nggak sadar. Tapi anehnya dia tahu jurusan gue.

"Sabilla Poetri Chandara, panggil aja Sabilla. Kok lo baru tanya sekarang sih?"

"Ya nggak tahu juga. Baru kepikiran"

Seketika es krim yang sudah di dalam mulut gue rasanya ingin meleleh keluar.
Alifia tuh suka manggil gue pake embel- embel "h" jadi Sabillahhh gitu, dan lama kelamaan juga gue manggil dia Alipeak. Karena gue suka aja ganti nama orang yang ada "f" nya jadi "p".

Gue gapernah manggil teman gue bertiga dengan embel- embel kak, padahal gue yang paling muda diantara mereka, jadi mahasiswa semester awal pula.
Karena yah menurut gue mereka nggak pantes aja dipanggil kak, kelakuan mereka aja gak ada yang berbudiman sama sekali. Kecuali Olivia tentunya.

Dua sohib gue lainnya adalah Olivia sama Nafla. Kalau Nafla itu sahabatnya si Alifia sejak SMA, mereka udah dekat banget kayak dikasih lem uhu jadi nempel terus. Pastinya Nafla satu angkatan sama si Alifia, tapi beda jurusan. Dia ngambil jurusan ilmu komunikasi. Kalau ditanya kenapa sih katanya biar lancar komunikasi sama doi, maklum lah Nafla tuh suka mendadak bisu kalau di depan doi. Di depan cowok aja kadang suka gemeter an, untung nggak sampe ayan.

Olivia itu paling tua diantara kita bertiga, jadi panutan sih seharusnya. Sekarang udah mulai sibuk sama tugas- tugas prakteknya. Maklum dia anak psikologi. Tahun depan aja dia udah mulai fokus sama skripsi. Pertama kenal Olivia gegara toko kue sih.

Iya.

Jadi Oliv tuh punya toko kue deket kost an gue. Gue suka beli brownis keju di tokonya Oliv, awalnya gue nggak tahu kalau ownernya itu sekampus juga kakak tingkat gue. Karena keseringan beli brownis jadi akrab. Gue juga sering diminta untuk cicipin resep barunya, lumayan lah bisa hemat uang jajan. Dan Oliv udah kayak kakak sendiri, tapi dia nggak mau dipanggil kak berasa tua katanya.

- cuapcuap author-

Thank u so muchhh buat kalyan yg udah baca.

Disini w pengen buat cerita yg gak menye", pengen nya buat couple yg gesrek" gitu tp tetep jd relationship goals.. Emm pokoknya gitu lah..

Bye
Biglav mwahh

-dariku yang ingin menyelam di semangkok es buah, demi apapun panas banget gengs hari ni-

When You Love SomeoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang