Hai. Lama tidak menulis. Seperti biasa. Aku menulis ketika cinta juga ketika patah.
Untungnya aku tidak menangis. Seperti biasa juga. Aku hanya menangis ketika...ah sudahlah.Aku patah. Lagi.
Kali ini beda. Kali ini rasanya... tidak ada.
Aku tidak sedih, sakit, marah, benci.
Tidak ada perasaan patah yang harusnya aku rasa.Aku pergi ya. sayang.
Tidak. Kamu harus mengerti bahwa aku tidak pergi.
Aku di sini. Tetap dan ada di sini.
Aku melihatmu saat kamu pikir aku tidak.
Aku memikirkanmu saat kamu sibuk menilai salah diriku.
Aku tidak pergi. aku tidak berubah. aku masih aku.
Aku di sini. dengan segala kekurangan. sepenuhnya meminta pengertianmu
sepenuhnya meminta diperjuangkan. sepenuhnya meminta penuh janjimu.Kau tahu apa yang aku sesalkan di titik akhir penantianku?
Aku diam.
Kau diam.
.
Padahal kita berdua tahu, sama-sama tahu. Aku yang sedang menunggumu. dari awal. dari pertama kau memintaku dengan penuh sopan dan sebagai pria baik. Kau tetap baik. aku tetap menunggu hingga waktu yang kau janjikan berlalu. Hingga usaha yang kau bicarakan mulai pudar ku lihat. aku semakin diam. semakin tak terlihat olehmu. kau lebih diam lagi. semakin jauh dariku. dan entah dari sudut mana kau mulai melihatku dari kejauhan. dan yang mampu dijangkau pandanganmu hanya sisi salahku. untuk pandanganmu aku bisa apa dengan lisanku? kau jauh. aku tidak mampu lagi berteriak membenarkan pandanganmu terhadapku. kau harus belajar satu hal. belajarlah dariku. Jangan menilai sesuatu dari satu sudut pandang. Mungkin dengan begitu,perasaanmu akan tetap baik-baik saja padaku atau mungkin nanti yang bukan aku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rerumputan Hitam Putih
PoetryRerumputan hitam putih Sederet kata sarat arti Sebut saja hitam di atas putih Gurat tinta di kertas Sebut saja kerlap-kerlip langit malam Hamparan berbintang Aku lebih suka menyebutnya dengan lebih sederhana sebagai rerumputan tertimpa siluet sosokm...