CDJ_2

35 9 0
                                    

Secangkir cokelat hangat dan alunan musik akustik yang beradu nyaring dengan suara derasnya hujan di luar menjadi suasana yang berkolaborasi pas dan nyaman untuk menemani Senja di sore hari seperti ini.

Gadis itu duduk di meja belajar, sesekali jarinya lincah menari diatas buku harian kesayangannya.

Senja memang suka membaca, ia juga sangat suka menulis. Merangkai sebuah kata menjadi sebuah kalimat yang indah. Meski ia tau menjadi seorang penulis suatu kemustahilan baginya.

Tak ada pelangi yang berkesan jika tak ada hujan

Tak ada siang yang berkesan jika tak ada matahari terang

Tak ada sore yang berkesan jika tak ada senja

Tak ada pagi yang berkesan jika tak ada fajar

Begitupun pertemuan tak akan berkesan jika tak ada senyuman.

Mata gadis itu membelakak lebar pada tulisannya sendiri. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, setelah tersadar bayangan senyuman hangat laki-laki yang bernama Fajar itu berhasil menguasai isi kepalanya.

Astaga!

Aihh! Tidak...tidak..

Kepala gadis itu menggelang, berusaha membuang bayangan itu. Pikiran Senja melayang jauh, hingga suara diluar kamar membuyarkan segalanya.

"Senja."

Samudera, Ayah Senja. Gadis itu bergegas menyembunyikan buku bersampul biru dan membuka beberapa buku pelajaran yang akan menjadi tameng pelindungnya saat ini. Detak jantungnya memburu cepat seiring langkah kaki Samudera yang mendekatinya.

"Lagi ngapain?"

"Belajar, seperti biasa."

"Ayah sudah siapkan beberapa brosur di meja makan, kamu tinggal pilih mana yang kamu suka."

"Brosur bimbingan belajar? Senja capek belajar terus!"

Sial!

Senja salah bicara. Telinganya akan segera panas mendengar wejangan dari ayahnya.

"Memangnya kalau nggak belajar, kamu mau ngapain lagi? Senja, tugas seorang anak itu belajar. Sukses nggak bisa didapat dengan bermalas-malasan apalagi melakukan hal yang sia-sia. Ingat! Ayah sudah mati-matian nyekolahin kamu, jangan sia-siakan perjuangan ayah."

Senja mengangguk kata-kata ajaib itu hampir sepuluh kali dalam sehari Senja dengar dari mulut Ayahnya.

Tidak ada yang salah memang, orangtua selalu ingin yang terbaik untuk anak-anaknya. Tapi, ayolah hidup seperti Senja sangat monoton. Anak juga punya keinginan serta impian masing-masing, mereka juga tidak ingin seterusnya diatur untuk terus mengikuti semua yang diperintahkan.

Apalagi prihal kemampuan. Semua manusia sudah diberi kemampuan masing-masing, tentu tidak akan sama dan tidak akan melebihi batas kemampuannya sendiri.

"Sudahi dulu belajarnya, sekarang makan, setelah itu kita pergi."

Mengangguk saja sudah cukup, percuma jika meronta. Akan sia-sia.

Cerita Dibalik JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang