#1

33 2 0
                                    

"Kamu akan langsung pulang?" tanya Tara kepada Chloe.

"E... iya. Sampai nanti di tempat les." Chloe menjawab begitu saja kemudian meninggalkan Tara, tak pikir panjang bahkan untuk berjalan bersama ke gerbang sekolah.

Bagi Chloe, Tara hanya teman sebangkunya selama bertahun-tahun sejak mereka pertama kali sekelas saat kelas 2 SMP. Meskipun bagi Tara sebaliknya, Chloe tak pernah ambil pusing untuk menganggap Tara sahabat dan akan melakukan apapun bersama. Selama 4 tahun ia berteman dengan Tara hanya karena ia malas mencari teman baru dan memulai proses perkenalan lagi. Ia mendesah, merasa sedikit bersalah pada Tara namun hanya sampai di situ saja. Lagipula Tara tak pernah protes padanya, sepertinya mereka berdua sama-sama setuju bahwa simbiosis mutualisme ini akan terus berlangsung seperti ini.

Ia berjalan keluar sekolah, menuju mobil jemputannya tanpa memedulikan yang lain, memang selalu begitu. Di mobil jemputannya yang kini telah melaju, Chloe menyempatkan untuk tidur sejenak. Membebaskan rasa kantuknya selama 15 menit saja. Dalam mimpinya ia melihat dirinya sedang berdiri di depan sekolah, sepi, gelap dan kedinginan. Kemudian teriakan muncul memecah keheningan itu, rasanya dia akrab dengan suara itu?

Matanya kemudian tertuju pada sosok yang melayang turun dekat dengan gedung sekolahnya, semuanya tampak lambat.

Dia sadar seketika, seseorang terjatuh dari rooftop. Seseorang yang ia kenal. Ia berteriak sekencang-kencangnya untuk tersentak bangun.

Chloe mengerjap berkali-kali dan dadanya berdebar hebat karena mimpi yang baru saja ia lihat. Ia terduduk di mobil jemputannya yang kini telah sampai di rumahnya dan terparkir di garasi. "Nanti jam 3.30 antar saya lagi ke tempat les ya Pak? Terimakasih."

***

Di tempat les, Chloe masih memikirkan mimpi singkatnya tadi. Rasanya begitu nyata, betapa ia tak sanggup berbuat apa-apa saat seseorang itu terjatuh. Ia masih berdebar-debar bahkan saat Tara duduk di sampingnya dan menyapanya. "Wah, kamu sudah mandi. Nggak apa-apa kan aku duduk di sini? Aku keringetan nih karena latihan barusan?"

"Kita sudah sebangku bertahun-tahun, Tar. Otakku sudah tidak menerima rangsang dari baumu lagi."

Jawaban Chloe membuat Tara tertawa kecil, "Selera humormu sepertinya nggak pernah berkembang dari dulu."

"Aku tidak melawak, lho." Chloe yang justru kebingungan dengan Tara, ia bahkan tak mencoba untuk melawak malah membuatnya tertawa. Entah karena Tara yang terlampau ramah atau memang selera humornya yang begitu buruk. Pasti salah satu di antara kedua opsi itu.

Pembicaraan ringan itu terhenti saat tutor mereka telah datang. Namun Chloe tetap saja tak bisa menghentikan otaknya untuk terus mengingat mimpinya yang semakin diingat terasa semakin jelas. Bahkan rasa penasaran akan Biologi yang biasanya menjadi favoritnya tak bisa membuang jauh-jauh rasa gundah karena mimpi itu.

Sampai di akhir kelas tambahannya sore itu, Chloe hanya mencatat tak lebih dari setengah halaman. Jelas bukan suatu hal yang biasa. "Kamu kenapa?" tanya Tara kepada Chloe yang sejak tadi memperhatikan Chloe yang tampaknya sedang gundah. "Mau cerita nggak apa yang bikin kamu jadi gak fokus?" Rasanya aneh bagi Tara menawarkan pada Chloe agar bercerita padanya, ia sadar bahwa Chloe tak akan membagikan banyak hal padanya meskipun mereka sudah berteman sejak 4 tahun yang lalu. Apa bisa mereka disebut berteman?

"Ah, tidak usah. Aku tidak apa-apa," jawab Chloe singkat. Ia tahu itu jahat, tak mengacuhkan Tara yang dengan sangat baik hati menawarkan menjadi tempat curhat Chloe. Tapi ia bukan orang yang mudah membagi masalah pribadi, bahkan kepada kedua orang tuanya.

"Oke kalau gitu, sekarang masih jam 5 lebih 10 menit, kayaknya kamu belum dijemput. Mau jajan bareng nggak?" Untuk kedua kalinya Tara mencoba mendekat ke Chloe, meskipun ia tahu ke mana jawaban Chloe pada akhirnya.

"Maaf, Tar. Aku sudah kenyang. Aku jalan ke sekolah saja, tunggu dijemput di sana. Duluan ya, Clar." Chloe bangkit dari bangkunya dan berjalan keluar.

Perlahan ia menyusuri jalanan sore menuju sekolahnya yang dapat ditempuh selama 5 menit dari tempat lesnya. Mimpi tadi kembali memaksa untuk diingatnya, bagaimana sosok itu berteriak kencang dan terdengar menyedihkan, ingin selamat tapi juga pasrah.

Ia mendesah, jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 5:21 dan mobil penjemputnya belum juga terlihat. Hari semakin gelap dan berwarna jingga, ia benci saat seperti ini. Warna jingga saat matahari tenggelam menyebalkannya karena saat inilah dia merasa paling buruk. Anginnya yang kencang dan menusuk, keramaian yang terdengar samar, dan orang-orang yang berwajah lelah memuakkannya, seperti tidak ada harapan. Ia menggerakkan kakinya, memindahkam tumpuan dari satu kaki ke kaki lainnya, karena tak nyaman. Ia cukup sabar untuk menunggu, tapi tidak saat suasana sore yang beranjak petang seperti ini.

Lebih dari tiga puluh menit kemudian Chloe masih berdiri di seberang sekolahnya menunggu pak sopir yang menjemputnya. Hari sudah benar-benar gelap sekarang, dan semakin dingin. Daerah sekolahnya pun berangsur-angsur sepi dan lampu jalan yang menyala justru menambah seram.

De javu.

Sepertinya ia pernah mengalami ini, perasaan yang sama, suasana yang sama, dan tempat yang sama. Perasaan yang lalu sungguh tak mengenakkan sampai-sampai ia tak ingin mengalaminya lagi, tapi disinilah ia sekarang.

Mimpi itu!

Jantung Chloe berdegup kencang karena kesadaran itu. Kemudian matanya mencari-cari sesuatu di mimpinya itu.

Di lantai teratas sekolahnya, taman rooftop yang belum selesai dibangun, seseorang sedang berdiri. Chloe tersentak. Siapapun itu berdiri terlalu tepi dan bisa-bisa ia terjatuh.

Seseorang itu merentangkan tangannya. Chloe semakin takut kalau akan terjadi apa-apa pada seseorang itu. Chloe biasanya bukan orang yang ambil pusing dan akan membiarkan kejadian berlalu begitu saja, tapi tidak kali ini. Setelah ia mengalami mimpi menyeramkan itu, melihat seseorang terjatuh dari ketinggian dan mendengarnya berteriak ketakutan. Teriakan itu benar-benar merasuk dalam ingatannya, teriakan seseorang yang ingin tetap bertahan hidup. Terdengar pilu, pasrah, dan menyesal.

Hal yang paling bodoh yang ia pikirkan saat itu adalah : Bagaimana ia bisa menghentikan seseorang disana? Bagaimana ia harus berteriak agar seseorang itu melihatnya? Hey? Hentikan? Jangan loncat? Semuanya terdengar bodoh.

Chloe tersentak dari gemelut pikiran bodohnya. Seseorang itu mencondongkan badannya ke depan. Tak ada waktu lagi untuk berfikir kata apa yang cocok dipakai.

SSSTTTOOOPPPPPP!!!!

Chloe menghambur ke depan. Sebelum seseorang itu meloncat dan menyesali keputusannya. Seseorang itu tak boleh meloncat.

Kemudian ia merasakan sisi kanan badannya bermandikan cahaya. Ia mendengar decit mobil yang mengalahkan suara klakson yang berisik dan bau ban yang terbakar pun menguar. Ia menoleh ke kanan, hanya mendapati badannya terantuk begitu keras dan rasanya ia melayang.

Tak ada rasa sakit.

Kemudian hanya gelap.

Dan rasanya kosong.

***

- Ren - 

AVERSEWhere stories live. Discover now