IV : Twilight dan Tuskroot

191 44 3
                                    

Untuk Kakakku yang mencintai hidup dan untukku yang takut akan kematian.

Ilse terbangun dengan ingatan yang tidak sepenuhnya jernih, matanya terbuka dan menatap warna abu-abu berkilau dari kain yang menjadi tirai tempat tidurnya, ditopang oleh empat tiang hitam berukir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ilse terbangun dengan ingatan yang tidak sepenuhnya jernih, matanya terbuka dan menatap warna abu-abu berkilau dari kain yang menjadi tirai tempat tidurnya, ditopang oleh empat tiang hitam berukir. Dia mulai membenci kebiasaan ini. Benci terbangun dengan ingatan yang kabur tentang apa yang baru saja terjadi. Ilse baru saja mulai menggali ke dalam ingatannya yang campur aduk saat suara serak membuyarkanya.

"Kamu sudah bangun."

Ilse menoleh ke arah suara itu berasal, anehnya tidak terkejut saat menemukan Raja Goblin yang mengawasinya tidur.

"Jadi memang bukan mimpi," desah Ilse sedikit kecewa meski dia juga merasakan semacam kelegaan. Apakah Raja Goblin benar? Apakah jauh di dalam dirinya, Ilse menginginkan ini? Itu membuat perasaan yang tidak nyaman di belakang kepalanya. Dia tidak ingin merasa nyaman di sini, atau dengan takdir yang menunggunya.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya Raja Goblin, tidak bergerak dari sofa tempatnya mengamati Ilse. Sepertinya puas dengan jarak di antara mereka saat ini.

"Baik, tapi akan jauh lebih baik jika kamu bisa membawaku pulang," jawab Ilse, enggan untuk keluar dari selimut yang membungkusnya. Dia telah berganti ke pakaian tidur, meski dia tidak ingat telah melakukannya.

Apakah Raja Goblin yang melakukan itu? Apakah dia yang membawanya kembali ke kamar? Pikiran itu membuat wajahnya panas, Ilse bisa membayangkan dengan jelas jari bercakar milik Raja Goblin yang menelanjanginya. Bagaimana jari itu dengan lembut menyentuh kulitnya saat dia tertidur. Dia seharusnya tidak dihidupkan dengan bayangan jari bercakar yang begitu dekat dengan kulitnya yang lembut. Dia seharusnya marah tapi dia tidak sepenuhnya merasa buruk tentang hal itu. Anehnya itu membuatnya merasakan panas di dasar perutnya. Membuat wajahnya memerah dan napasnya lebih cepat.

"Kamu tidak menjawabku," ucap Ilse, mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari gambar yang tidak pantas. Dia telah diculik di luar keinginannya. Dia harus marah. Harus membenci Raja Goblin tanpa pertanyaan.

Hanya saja bagaimana jika Raja Goblin punya alasan? Pikiran itu telah mengusiknya beberapa kali tapi dia tidak ingin peduli. Apa pun alasannya, itu tidak membenarkan penculikkan dan penahanannya.

"Aku tidak merasa kamu mengajukan pertanyaan, dan aku tidak bisa mengembalikanmu. Jadi apa yang harus aku katakan?"

"Minta maaf mungkin? Karena menculikku sejak awal, atau lebih baik lagi, jelaskan dirimu sendiri. Kenapa menculikku, kenapa mengambil pengantin setiap tahun?" ucap Ilse ketus, senang saat kemarahan mengambil alih.

"Kenapa kamu tidak mencari tahu sendiri?" balasnya dengan ketenangan yang sekarang Ilse kenali sebagai kekalahan. Seolah dia sudah lelah melakukan ini, apakah setiap perempuan yang dia ambil mengajukan dan memohon hal yang sama padanya?

Ilse menghela napas. Yah jika dia tidak bisa atau tidak ingin memberitahunya, maka Ilse memang harus mencari tahu jawaban itu sendiri.

"Apakah kita sudah melakukan upacara pernikahan?" Ilse bertanya sebagai gantinya.

Goblin FruitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang