[ 1 ] The Problem Source

51.7K 1.7K 32
                                    

Hai, saya hadir dengan cerita baru pengganti 27 to 20 ^^

Cerita ini hanya sebuah cerita ringan pengisi waktu. Terinspirasi dari jari saya yang terluka yang menyulitkan saya ketika bekerja di kantor *curcol*

Anyway, semoga cerita ini nggak mengecewakan yah..

Happy reading :3

~o0o~

Café Green Ocean tampak ramai seperti biasanya. Café dengan desain mirip suasana laut yang didominasi dekorasi warna hijau. Café itu dipenuhi oleh pengunjung dari berbagai kalangan. Baik yang muda maupun yang tua. Eksekutif maupun mahasiswa dan pelajar. Ibu rumah tangga maupun wanita karier. Semuanya berbaur menjadi satu dalam café dengan nuansa menyejukkan itu.

Di salah satu sudut café yang tersembunyi di balik sebuah dinding, suasana tampak lebih sepi dari sudut lainnya, seorang pria berumur pertengahan dua puluhan duduk dengan santai di hadapan laptop putihnya yang menyala di hadapannya. Matanya serius menekuri laptop itu sambil tangannya bergerak lincah mengetik untaian kata penuh makna. Ia adalah Hakkinen Prawira, penulis novel roman yang sedang naik daun.

Siapa yang tak mengenalnya saat ini? Seluruh novelnya menduduki jajaran novel bestseller. Beberapa anugrah dalam bidang sastra baru dan tulis menulis pun sering jatuh ke tangannya. Dengan wajah rupawan yang jauh dari image penulis kutu buku membuatnya semakin terkenal di khalayak umum, khususnya di kalangan wanita-wanita muda.

Ia menghentikan gerakannya untuk menyesap espressonya. Teman menulisnya saat ini untuk menghilangkan kantuk yang mendera. Ia harus berjuang keras untuk saat-saat ini karena deadline sudah mendekat dan editornya sudah menjerit panik meneriakkan namanya dan menanyakan perkembangan novel yang ditulisnya.

Kopinya hampir habis. Ia meletakkan cangkir kopinya di sebelah laptopnya dan memanggil pelayan untuk mengisi kembali gelasnya. Dan Kinen pun mulai mengetik lagi. Larut dalam dunia tata bahasanya yang ia rajai.

~o0o~

Hari terasa sangat panjang untuk Kinanti. Hari ini hari pertamanya bekerja di café Green Ocean. Café indah yang dulu hanya bisa dilihatnya dari luar. Dulu, ia tak berani masuk ke café tersebut, karena ia tau bahwa café tersebut adalah café untuk kalangan orang menengah ke atas yang harga secangkir kopinya saja sudah menyamai biaya transportasinya selama seminggu. Ia bukan berasal dari kalangan orang mampu yang bisa menghamburkan uangnya kapanpun dan dimanapun mereka mau. Ia hanya seorang gadis miskin yang harus meneteskan keringat dan air mata untuk mencari sesuap nasi untuknya dan adiknya.

Pekerjaan di café Green Ocean cukup berat. Walau hanya bekerja sebagai pelayan, namun, café yang tak pernah sepi pengunjung itu selalu menuntutnya untuk tak pernah bersantai dan terus bergerak sigap melayani para tamu yang tak pernah habis. Untunglah ada kekasihnya, Kafka yang selalu menyemangatinya. Kafka adalah pria manis yang sangat mengerti dengan kondisinya. Ia juga tidak pernah menuntut banyak dan mempermasalahkan perihal kesibukan Kinan. Berbeda dengan mantan-mantan pacar Kinan yang lain. Kafka sangat dewasa dan pengertian.

Seorang pengunjung terlihat mengangkat tangannya memanggil pelayan. Kinan melirik sekitar, tampak pelayan yang lain tengah sibuk melayani pengunjung yang lain. Dengan langkah sigap, Kinanpun bergerak ke meja di sudut ruangan yang terhalangi dinding pembatas itu. Sudut itu tampak jauh lebih sepi dari sudut lainnya.

Seorang pria tampan di pertengahan dua puluhan duduk santai di meja itu. Wajahnya sangat tampan dan mempesona. Seperti seorang model Hollywood yang baru saja keluar dari majalah fashion sekelas Vogue dan Elle. Wajah campuran yang tampan, otot-otot yang terbentuk sempurna secara tidak berlebihan, kharisma dan gayanya yang anggun dan berkelas, serta kesan angkuh yang ia tampilkan benar-benar membuat pria ini pantas menyandang gelar sebagai hiasan mata terindah untuk kaum Hawa.

Write Our LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang