32. Lantai dua hotel

6.7K 287 11
                                    

Menunggu lift terbuka hanya semakin membuat Nia tidak tenang. Gadis penunjuk yang tak lain adalah teman Faza mengeluh karena mengikuti keputusan Nia menaiki anak tangga.

"Kalau bukan karena kamu kakaknya Faza, mungkin kamu harus membayarku untuk ini." Manda tidak percaya dia bekerja keras hanya untuk membantu menunjukkan jalan.

"Beritahu saja berapa nomor kamarnya," Nia berhenti sejenak di tengah perjalanan, sepatu high heels yang dipakai gadis itu pasti sangat menyusahkannya. "Aku akan kesana sendiri."

Manda tertegun, dia berhenti dengan mata membulat tak percaya. "Ya ampun, banyak sekali beban pikiranku." Dia menghela napas berat, tak menyangka dia sebodoh ini. "Kenapa kamu tidak mengingatkanku?"

Daya penglihatan mereka berkurang karena cahaya remang-remang, itu membuat mata Manda mengantuk, jadi dia tidak keberatan jika harus kembali menuruni tangga dan meninggalkan Nia melanjutkan jalan sendirian.

"Nomor kamar mereka seratus dua belas."

Anggukan Nia sudah cukup menunjukkan bahwa gadis itu sudah paham, "Terima kasih, maaf sudah merepotkan."

"Tidak usah khawatir kak." Matanya sudah berat, tapi jujur saja dia merasa kakak Faza yang terlihat agamis itu tidak seharusnya berada di tempat seperti ini sendirian.

Sebelum mereka benar-benar berpisah di tengah jalan, Manda terlebih dulu mengingatkan, "Disana ada dua pria dan satu wanita yang menjaga adikmu."

Nia hampir melupakannya. Ucapan Manda langsung mengingatkannya perihal keributan yang di alami adiknya. Nia sama sekali belum tau apa yang terjadi kepada mereka berdua, tapi kabar baiknya tidak hanya suami dan adiknya yang berada disana, karena bukan tidak mungkin orang mungkin juga akan menyalah pahami mereka.

"Baiklah."

"Oke, aku akan turun sekarang," Manda memberikan senyum singkat lalu berpesan." Hati-hati, kak."

"Kamu juga." Jawab Nia sebelum dirinya melanjutkan naik tangga dengan langkah tergesa.

Lorong lantai atas terlihat sepi, suaranya sunyi, tidak ada pergerakan sejauh ini, bahkan petugas hotel juga tidak kelihatan.

Mungkin karena ini sudah larut malam.

Hembusan napas Nia terdengar berat, tenaganya juga berkurang banyak, tapi dia harus segera menemukan kamar itu.

Rasa cemas, takut dan khawatir tidak bisa Nia elak. Selain karena kecapekan, kakinya bergetar juga karena merasakan aura tidak nyaman ketika dia melewati lorong lantai dua hotel yang terkesan horor.

Kesunyian sangat terasa ketika Nia mendengar suara langkah jejak kakinya sendiri. Bulu kuduknya meremang, aura negatif di lorong ini begitu terasa menempel pada dirinya.

Surat-surat pendek terus ia rapal sampai dia berhasil melewati tiga kamar hotel.

Belum sampai Nia selesai membaca nomor kamar yang tertera di pintu hotel, suara napas tak beraturan mengusiknya tapi karena rasa takutnya Nia enggan untuk melihat.

Tangannya bergetar hebat, keringat dinginnya menetes cepat, suhu tubuhnya mendadak dingin.

Suara itu semakin mendekat, alhasil Nia melakukan jalan terakhir dengan berteriak tapi ternyata suaranya tak bisa keluar saking tegangnya dirinya.

"Diam kau!" Ancam pria itu. Suara bariton itu jelas menunjukkan dia adalah seorang laki-laki dan pria itu masih hidup.

Nia menoleh cepat masih dengan tubuh gemetar. Pandangan mereka bertemu sekilas sebelum pria itu melanjutkan jalan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kekasih Dari Surga [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang