'ting tong'
"Siapa sih yang mengganggu di hari libur ini? Tidak tahu kata istirahat ya?" omel Jungkook sebelum bangkit dan membukakan pintu dan menemukan presensi pria bermata kecil yang tengah menenteng laptop.
"Hi kakak ipar!" sapanya dan masuk ke dalam sebelum disuruh.
"Kau mau apa Jim?" tanya Jungkook seraya menutup kembali pintu setengah kesal.
"Mengerjakan skripsi di sini." Jawab Jimin menunjukan laptopnya.
Jungkook memelototi pemilik punggung yang sekarang sudah ongkang-ongkang kaki di kursi tamu padahal dipersilakan masuk saja belum. Jujur saja ya, seandainya Park Sialan Jimin itu bukan adik iparnya, sudah pasti Jungkook akan menendang bokong tidak tahu diuntung serta banyak mau ini ke luar Korea—ke bulan sekalian kalau bisa. Lebih dari segala macam orang ketiga atau penggemar rahasia atau tetek bengek lainnya yang masuk ke celah-celah hubungan Auburn serta Jungkook, Jimin menduduki peringkat pertama—karena bagaimanapun ia saudara tiri pun Jungkook cemburu. Fucking lil shit.
"Hi, Jimin," sapa Auburn sembari membawa buku dengan cover gadis dan kelopak bunga. "Skripsi lagi?"
"Ya, seperti itu."
"Coba aku lihat kemajuanmu." Lantas sekonyong-konyong Auburn berjalan ke belakang sofa, menyandarkan dagu pada pundak Jimin, dan setengah memeluk pria tersebut untuk menunjuk baris kata di laptopnya. "Duh, kau mau minta dimarahi ayah lagi ya?"
Ayah yang dimaksud Auburn adalah ayahnya, Park Joongi, dosen pembimbing Jimin. Bisa dikatakan nepotisme tidak ya kalau Joongi itu killer parah dengan keponakannya? Kadang Jungkook bingung.
"Paman itu kayaknya malu kalau keponakannya tidak hampir perfek, mungkin takut dihujat oleh orang-orang kampus. Jadi susah." Jimin memelas. "Apa lagi kalau kelaparan." Lantas kekehnya muncul. "Punya sarapan tidak, Jungkook?"
Sabar. Sabar. Jungkook mengelus dada—dalam dunia paralelnya.
"Ada," sahut Auburn. "Sebentar, ya."
Sialnya Jungkook, Auburn mencintai bocah tengik itu. Dan untuk kali ini—dari seribu doa yang ia layangkan agar Joongi jahat dengan Jimin untuk membalaskan dendamnya—Jungkook benar-benar berharap kalau mertuanya itu meluluskan Jimin. Secepatnya. Biar tidak rese.
Kemudian Jungkook melangkah mengikuti istrinya, lalu memeluknya dari belakang.
"Jimin tinggal saja, kita 'kan belum selesai makan."
Acuh tak acuh, Auburn mengambil french toast ke dalam piring warna toska. "Ya, sudah makan di ruang tamu saja."
"Duh, Jim—"
Kalimatnya terpotong dengan gerakan Auburn yang tiba-tiba berputar, merapatkan tubuh, dan menaruh bibirnya begitu dekat dengan telinga Jungkook.
"If we can help him finish it quickly, we can have sex all day without him interrupting." Auburn kian mendekatkan tubuh mereka. "You want a baby, right?"
Oh God, katakan dari mana istrinya itu belajar telepati sembari membuat Jungkook menahan napas saking tergodanya? Karena Jungkook sampai hilang kesadaran; tahu-tahu Auburn telah melenggang menjauh dan duduk di sofa samping Jimin. Buru-buru Jungkook mengambil makanannya untuk menyusul mereka.
"Aubie,"—ya, itu Jimin menggunakan panggilan kesayangan Jungkook untuk istrinya—"aku mau bertanya—"
Jungkook melirik jemari Jimin, pertanyaan tentang metafisika, good. "Aku bisa bantu!" sahut Jungkook kelewat bersemangat—yang penting Auburn lepas dari si tengil ini.
YOU ARE READING
A Falsity Underneath the Secret
FanficAuburn terjebak dalam tiga hal: Jungkook, Jimin, dan ayahnya. Yang mana ketinganya menyatu untuk membawa hal lain: rahasia, pertikaian, dan darah. An extra chapter from yournicotaene and merlotneis