___LikeADrug___
Kara sedang sarapan dengan kedua orang tuanya, ia tengah bercerita panjang lebar tentang kehidupannya selama di Yogyakarta tanpa orang-orang yang ia sayangi.
Hari ini ia berniat untuk pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa barang yang ia butuhkan serta sekalian berdestinasi ke tempat wisata yang belum pernah ia kunjungi selama ia berada di kota orang.
Kara tidak pergi sendirian, karena ia tidak diperbolehkan oleh orang tuanya.
"Aku pergi sendiri, pah." Ijinnya kepada Bagas berharap papanya tidak marah jika ia pergi sendirian.
"Papah gak ijinin kamu kalo kamu pergi sendiri, minta Iqbal untuk menemani kamu!" Kata Bagas tegas kepada Kara, karena ia tidak ingin anaknya itu kenapa-kenapa di jalan apalagi sendirian, setidaknya ada yang menemaninya pergi.
Sedangkan mamanya Kara hanya menyimak pembicaraan Kara dengan Bagad, karena ia tau jika suaminya itu ingin putrinya ada yang melindungi.
"Aku gak enak, pah, apalagi kalo harus ngerepotin Iqbal terus. Semalem aja aku udah minta jemput dia, pah." Tolak Kara secara halus, karena ia benar-benar merasa tidak enak jika harus merepotkan Iqbal terus-menerus.
"Biar papah yang ngomong ke Iqbal, lagian kan kamu sama dia udah lama pacaran jadi apa salahnya kamu minta dia buat anterin kamu?" Tanya Bagas yang bingung dengan Kara, mengapa Kara seolah tidak menganggap Iqbal sebagai pacarnya.
"Terserah papah aja, aku nurut aja sama papah." Kata Kara pasrah dengan kemauan Bagas, karena ia tidak bisa mendebat orang tuanya sendiri.
Kemudian Bagas mengambil ponselnya untuk menghubungi Iqbal supaya Kara ada yang menjaganya ketika pergi.
Bagas memang bisa dikatakan possessive dengan putrinya, itu karena ia sangat sayang kepada Kara.
Kadang kalo Kara sedang berada di Yogyakarta, Bagas tak segan untuk menelfon Kara meski hanya sehari tiga kali.
Seperti jadwal minum obat saja.
Setelah Bagas menelfon Iqbal, ia tersenyum kepada putrinya lalu berbicara.
"Iqbal akan kesini buat nganter kamu, jadi kamu segera bersiap saja." Kata Bagas yang diangguki oleh Kara, kemudian Kara bangkit dari duduknya dan pergi ke kamar untuk bersiap.
Setelah dirasa selesai, Kara keluar dari kamarnya menuju ke ruang keluarga, di sana sudah ada Iqbal yang sedang mengobrol dengan Bagas dan Putri yang berada di sebelah Bagas.
Kara menyapa Iqbal lalu berpamitan dengan kedua orang tuanya kemudian pergi dengan Iqbal.
"Bal, lo kok mau nganterin gue si? Apa gara-gara papah gue yang minta?" Tanya Kara setelah mereka berada di perjalanan menuju ke tempat yang dituju.
"Kar, kenapa lo selalu gitu si? Kenapa lo selalu merasa kalo lo tuh ngerepotin gue? Gue seneng kali direpotin sama lo, itu tandanya gue berguna buat lo apalagi gue itu pacar lo, Kar! Stop lo merasa ngerepotin gue." Jelas Iqbal sedikit menahan egonya menjawab pertanyaan Kara yang menurutnya itu seperti sedang berbicara dengan orang lain.
Kara terdiam mendengar jawaban dari Iqbal, ia merasa bersalah kepada cowok itu, ia tau selama ini ia tidak pernah bersikap selayaknya seorang pacar meskipun ia sudah hampir 2 tahun berpacaran dengan Iqbal.
"Maafin gue, Bal. Gue udah terlalu sering buat lo sakit tapi lo masih aja mau bertahan sama gue yang begini. Gue gak bermaksud buat nyakitin lo. Tapi ini sulit buat gue, Bal." Lirih Kara, ia takut membuat Iqbal marah, sungguh ia tidak bermaksud untuk menyakiti Iqbal karena ia sangat sayang kepada cowok itu, namun ia tak berani untuk mengungkapkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Like A Drug [Riddle]
FanfictionCANDU Cinta dan Kopi adalah kesatuan yang pahit tapi sekaligus manis. Kamu bisa diibaratkan sebagai kopi, tapi kamu tak pernah bisa menjadi kopi yang selalu manis, tapi selalu membuat candu. Kopi adalah favorit dan hobby di dalam hidup dan bisnis y...