Oalah jadi lu pada demennya sama story kentang kek gini ya? Alias RAME BANGET WOY! Sesuai janji, apdetnya abis lebaran, ngehe! Part ini panjang banget asli.
---
Sore ini, angin berhembus kencang menerbangkan daun-daun yang tidak cukup kuat berpegangan pada pohon tempatnya bersandar, terbang terbawa angin yang entah akan menjatuhkannya kapan dan dimana.
Awan kelabu yang menghiasi langit seakan memberi kode pada bumi, bahwa ia akan dengan segera menurunkan hujan deras jika dilihat dari gelapnya langit sore ini.
Seulgi mengusapkan kedua telapak tangannya berusaha mengusir rasa dingin yang tiba-tiba menyeruak. Mengedarkan pandangan berharap menemukan Irene -yang lima menit lalu meminta Seulgi untuk menjemputnya di depan kelas-. Kabar baik bahwa kelas Seulgi juga telah usai dan disini lah ia berakhir, berjarak tiga meter dari bidadarinya yang menunduk fokus pada novel yang dibacanya, membuat beberapa anak rambutnya terjatuh menghalangi pandangan.
Seulgi tersenyum kecil ketika Irene berdecak sambil menyimpan anak rambutnya ke belakang telinga, ia yakin rambut itu sudah berkali kali jatuh dan menghalangi pandangan Irene sehingga membuat Irene berdecak seperti sepuluh detik lalu.
"Oi pendek!"
Irene mendongakkan kepala mendengar suara yang sudah sangat tidak asing bagi dirinya, juga bagi kehidupannya.
"Manggil gue pendek lagi, gue garuk muka lo!" Tangan Irene meruncing memperagakan seakan ia akan menerkam Seulgi sesuai dengan apa yang dikatakannya. Setelahnya ia menutup novel dan di masukkan kedalam tas selempang berwarna coklat.
Sementara Seulgi hanya belagak bergidik sambil berjalan mundur dua langkah, "Uh, atutttt" Tawa Seulgi menggema setelahnya.
Irene berdiri dari duduk, menatap Seulgi yang belum juga menghentikan tawanya. Irene menghentakkan kakinya, lalu tangan kanannya ia arahkan pada perut Seulgi dan mencubitnya sedikit keras. Hal tersebut otomatis menghentikan tawa Seulgi, yang justru menghasilkan tawa lain dari Irene.
"Sakit 'kan? Rasain!" Irene menjulurkan lidahnya pada Seulgi, bermaksud meledek. Bukannya marah, Seulgi malah tersenyum sumringah lalu berjalan mengikis jarak dengan bidadarinya. Seulgi menggulung lengan kemeja yang ia pakai sampai siku, lalu menghimpit leher Irene diantara lengan putihnya, menekannya lembut agar tidak menyakiti Irene.
"Mati kek lo, mati mati mati!" Seulgi tertawa untuk kesekian kali melihat Irene yang kesal sambil meminta lepas dari kungkungan lengannya. Seulgi menolak melepaskan, ia semakin menggoda Irene dengan sedikit mengeraskan himpitannya pada leher Irene.
Irene melotot pada Seulgi merasakan lehernya sedikit nyeri, "KALO GUE MATI BENERAN, LO YANG BAKAL GUE GENTAYANGIN PERTAMA KALI YA, KANG SEULGI!"
Mendengar bentakan Irene membuat tawa Seulgi semakin keras, ia sampai memegangi perut dan menyeka air mata yang menetes dari sudut matanya. Sementara Irene langsung melepaskan lengan Seulgi yang melonggar dan dengan rakus menghirup udara lalu memegangi lehernya yang tertinggal rasa sedikit nyeri.
---
Awan kelabu sekarang sudah menurunkan hujannya, hujan yang cukup terbilang deras. Tawa Seulgi pun juga sudah sirna, digantikan rasa khawatir karena sedari tadi Irene tidak bersuara. Ia menoleh, menatap wajah samping Irene yang tengah mendongak menatap hujan, raut wajah Irene sangat tenang, seperti menikmati hujan yang turun menghujam bumi sore ini.
Irene terkesiap merasakan hangatnya jari-jari seseorang yang menelusup masuk ke sela-sela jari milikinya, lalu menggenggamnya erat seakan tidak ada hari esok. Ia menoleh dan menemukan Seulgi yang tersenyum manis kearahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jealous; Seulrene
Historia CortaIni tentang kecemburuan Bae Joohyun pada Kang Seulgi yang dicintainya.