2

157 12 1
                                    

Batam, 31 Juli 2019.
Batam, 5 Agustus 2021

***
Setelah empat hari berlalu, kini hari sabtu akhirnya tiba. Rasanya waktu berjalan sangat cepat sebagaimana janji kami pada malam itu, sebenarnya aku sedikit heran, bagaimana seorang Al Rendra mengetahui rumah ku? Dan yang lebih penting seberapa dalam dia mengenal ku hingga tanpa keraguan yang terpancar di matanya malam itu, mengajak ku menikah seolah pernikahan adalah candaan yang sangat gampang di ucapkan.

Namun, setelah aku berfikir selama empat hari ini. Tidak ada salahnya juga untuk ku mengenal seorang mas Al. Walau terdengar aneh karena Aku memang tidak mengenalnya secara spesifik selama aku berkuliah hampir empat tahun, aku tidak pernah berinteraksi dengannya. Ya, karena kami beda jurusan yang artinya beda gedung. Tapi meskipun  begitu ada sedikit desas desus yang mengudara bahwa mas Al Rendra itu sempat berpacaran dengan salah satu primadona kampus, aku tidak mengetahui kelanjutan kisah mereka karena malas juga untuk ikut campur. Selain itu, aku juga pernah mendengar bahwa mas Al itu sangat pendiam. Bahkan beberapa temannya sampai tidak betah berlama-lama bermain dengan mas Al, itu hanya sekilas ku dengar dari mulut mas Riko temen satu organisasi ku yang juga temennya mas Al.

Oke, sepertinya aku sudah terlalu banyak berbasa-basi. Kini aku tengah berdiri di depan pintu rumah menunggu mas Al menjemput. Jangan salah paham, kami tidak langsung dekat setelah malam itu. Mas Al semalam mengabari ku melalui pesan singkat bahwa dia akan menjemput ku agar aku tidak capek mengendarai mobil ku sendiri. Lumayanlah selain  menghemat tenaga juga menghemat bensin.

Kini kami sedang duduk di salah satu restoran yang aku yakin harga satu porsi makan dan segelas minumannya bisa menguras setengah gaji bulanan ku, terdengar sedikit berlebihan. Tapi untuk aku yang kerja dan mendapat gaji UMK ini sangat mahal dan aku sedikit keberatan jika nanti kami harus membayar tagihan sendiri-sendiri.

"Mas Al sering datang kesini ya?" Aku bertanya sekedar basa basi, jujur aku jengah dengan kesunyian yang tercipta di meja kami. Mas Al hanya menatap ku sendari tadi tanpa berniat membuka obrolan dan aku menyerah, aku akhirnya mengeluarkan suara lebih dulu agar dia tidak hanya diam saja.

"Iya."

Singkat, sungguh luar biasa mas mas satu ini, sebenarnya untuk apa kami bertemu seperti ini jika hanya untuk saling diam. Lebih baik aku tidur menghabiskan waktu weekend ku atau nonton drama terbaru, terdengar seru dan menyenangkan namun itu hanya harapan karena nyatanya aku terdampar di tempat yang bukan kelas ku.

Selama makan, hanya detingan sendok yang beradu dengan piring yang terdengar. Kami makan dalam diam, meskipun mulut ku sudah sangat gatal untuk kembali melontarkan kalimat tanya, tapi sebisa  mungkin ku tahan. Tak berapa lama makanan penutup datang, lagi-lagi aku menikmatinya dalam diam. Rasanya sungguh tidak enak, aku tidak suka suasana sunyi dan lebih menikmati suara yang sedikit keras agar suasana lebih hidup.

Mas Al sedikit menarik nafasnya seolah ada beban berat yang tengah dia tanggung, beberapa detik setelahnya barulah dia membuka suaranya. "Kamu udah bisa ngasih aku jawaban untuk pertanyaan aku malam itu?" Sebuah tanya yang terdengar seperti pernyataan. Dia bertanya pelan terkesan lembut, ciri-ciri pria soft namun tegas saat bersamaan.

Aku terdiam cukup lama, bingung ingin menjawab apa. Sebelumnya kami tidak mengenal satu sama lain, hal wajar jika aku ragu dan tidak yakin dengan dia. Takut saja jika akhirnya pernikahan itu gagal dan akulah satu-satunya orang yang akan tersakiti nantinya.

"Mas Al, maaf sebelumnya. Tapi, kenapa kamu bisa yakin  untuk menjadikan  aku istri mu? Kita gak kenal apa lagi dekat, ya aku tau jodoh itu gak ada yang tau. Tapi untuk kita? Aku cuma bingung dan terkejut saat pertama kali liat kamu berdiri di depan pintu rumah aku."

Selected StateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang